Newsletter

Semua Pantau Harga Minyak, Level US$ 90/Barel Kian Dekat!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Rabu, 27/10/2021 06:15 WIB
Foto: kotkoa / Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan rupiah kompak menguat, tetapi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah melemah menandakan pasar masih mengantisipasi risiko jangka pendek. Hari ini, pasar cenderung mengikuti arah pergerakan harga minyak mentah dunia, dan komoditas lainnya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,47% ke level 6.656,94 pada perdagangan Selasa (26/10/2021) kemarin. Sebanyak 252 saham menguat, 266 melemah dan 147 stagnan.

Asing lanjut memborong saham domestik dengan mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 746,11 miliar di pasar reguler. Total transaksi tercatat sebesar Rp 12,2 triliun, yang melibatkan 21,5 miliar saham yang berpindah tangan 1,3 jutaan kali

Sementara itu, rupiah bergerak fluktuatif melawan dolar Amerika Serikat (AS) meski berakhir dengan penguatan. Harga batu bara yang kembali menguat 2 hari terakhir membantu memberikan sentimen positif ke Mata Uang Garuda.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,11& ke Rp 14.140/US$. Setelah itu, apresiasi rupiah sempat bertambah menjadi 0,18%, tetapi surut menjadi hanya 0,04% di sesi penutupan.

Sementara itu, kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.165 per dolar AS, atau menguat 0,13% dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya. Mata uang Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS.

Harga batu bara yang mulai menanjak lagi memberikan dampak positif ke rupiah. Pekan lalu, harga baru bara acuan Ice Newcastle Australia untuk kontrak bulan November ambrol nyaris 21% ke US$ 191/ton.

Sebelumnya batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 270/ton pada 5 Oktober. Jika dilihat dari rekor tersebut, batu bara sudah jeblok nyaris 30%. Namun, dalam 2 hari perdagangan terakhir, batu bara kembali melesat lebih dari 7%.

Secara umum, pasar belum sepenuhnya percaya diri memborong aset di bursa saham, sebagaimana terlihat dari imbal hasil (yield) mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) yang kembali ditutup melemah.

Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN ditandai dengan melemahnya imbal hasil di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN bertenor 1 tahun yang dilepas investor, ditandai dengan kenaikan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menguat 3,8 basis poin (bp) ke 3,314% sementara yield SBN tenor 10 tahun (yang merupakan acuan pasar) kembali melemah 1,5 bp ke 6,154%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.


(ags/ags)
Pages