Newsletter

Wall Street Ambruk 1% Lebih, Warning Buat IHSG!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
21 September 2021 06:10
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers menuju Presidensi G20 Tahun 2022. (Tangkapan Layar Youtube/FMB9ID_IKP)
Foto: Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers menuju Presidensi G20 Tahun 2022. (Tangkapan Layar Youtube/FMB9ID_IKP)

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sentimen dari pasar saham Wall Street yang ditutup berjatuhan pada perdagangan Senin (20/9/2021) kemarin, di mana koreksinya Wall Street hingga lebih dari 1% disebabkan karena pasar semakin pesimis di tengah meningkatnya risiko pasar.

Hal ini ditandai dengan indeks Cboe Volatility yang tercatat melonjak di atas level 26, tertinggi sejak Mei 2021, menandakan bahwa investor kembali khawatir dengan prospek pemulihan ekonomi global.

Selain dari indeks Cboe Volatility, kekhawatiran investor di AS juga dapat dilihat dari pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) pada perdagangan kemarin, di mana yield Treasury benchmark bertenor 10 tahun melemah 6 basis poin ke level 1,31%.

Turunnya yield obligasi menandakan bahwa investor tengah memburu aset aman (safe haven) tersebut dan membuat harganya menguat.

Biasanya, obligasi cenderung diburu oleh investor karena mereka menilai bahwa risiko pasar semakin meningkat dan prospek pemulihan ekonomi kembali memudar.

Di lain sisi, ambruknya harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga perlu dicermati oleh pasar pada hari ini, mengingat hal tersebut menyebabkan sektor saham energi di bursa Wall Street juga ikut ambruk.

Namun, di tengah sikap investor yang mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking), sebenarnya investor sedang menanti rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada periode September yang akan dimulai pada Selasa hari ini waktu setempat.

Konferensi pers akan digelar pada Rabu waktu setempat, untuk mengumumkan kebijakan moneter dan diduga akan mulai menyinggung jadwal tapering.

Ketua The Fed, Jerome Powell sebelumnya telah mengatakan bahwa kebijakan pengurangan pembelian obligasi di pasar (tapering) bisa dijalankan tahun ini tetapi investor menunggu komentar Powell terkait dengan rilis data inflasi dan pengangguran terbaru.

Sementara itu di Asia, kabar dari kasus potensi gagal bayar (default) dari perusahaan raksasa properti China, China Evergrande Group masih akan menjadi sentimen negatif yang akan hadir di pasar keuangan Asia pada hari ini, mengingat beberapa pasar keuangan utama seperti China dan Korea Selatan tidak dibuka karena masih libur nasional.

Pasar sepertinya akan kembali memantau pergerakan bursa saham Hong Kong pada hari ini, setelah pada perdagangan kemarin sempat ambruk hingga 4% lebih akibat panic selling investor akibat respons dari kasus potensi default Evergrande.

Sementara itu dari dalam negeri, perhatian utama pasar hari ini tertuju pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada siang hari ini mengenai kebijakan moneter sebulan ke depan. Polling Reuters memperkirakan suku bunga acuan nasional (BI 7-Day Reverse Repo Rate) bakal dipertahankan di level 3,5%.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular