
Hawa Tapering Massal Mendekat, Bakal Picu Taper Tantrum?

Hari ini bursa global membawa angin sentiman yang kurang menyenangkan dengan koreksi di bursa saham Amerika Serikat (AS) karena kekhawatiran September Effect, di manapasar saham akan terkoreksi setelah menguat dalam 8 bulan terakhir.
Sementara itu, nada-nada pro-tapering kian santer terdengar dari belahan Benua Biru maupun dari Benua Kuning. Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menyatakan akan memulai diskusi mengenai pengurangan dukungan likuiditas mereka ke pasar, dan otoritas moneter China juga menyatakan dukungan likuiditas tak lagi mendesak.
"Kondisi sekarang mungkin tak terlalu membutuhkan likuiditas seperti sebelumnya demi membuat suku bunga di pasar uang beroperai secara stabil," tutur Sun Guofeng, Kepala Kebijakan Moneter bank sentral China (People's Bank of China) seperti dilaporkan CNBC International.
Di sisi lain, ECB diprediksi mengurangi tingkat pembelian obligasi yang dilakukannya selama ini menjadi 70 miliar euro. Sebelumnya, ECB membeli obligasi dari pasar senilai 80 miliar euro per bulan, sebagai bagian dari program Pandemic Emergency Purchase Programme (PEPP).
Di luar itu, mereka juga melakukan pembelian aset di pasar senilai 20 miliar euro per bulan. Kebijakan serupa dilakukan bank sentral AS dengan nilai pembelian US$ 120 miliar/bulan, guna membanjiri pasar dengan likuiditas sebagai upaya memasok dana murah bagi pelaku bisnis berekspansi tatkala ekonomi sedang tertekan.
Kombinasi kebijakan tapering dari tiga wilayah ekonomi terbesar dunia tersebut berpeluang memicu taper tantum jika diberlakukan dalam skala masif dan bersama-sama. Taper tantrum adalah sebutan untuk pelarian modal asing dari negara berkembang menyusul pengetatan likuiditas dan suku bunga moneter di negara maju pada tahun 2013.
Dari dalam negeri, pasar akan memantau realisasi di lapangan mengenai tingkat konsumsi masyarakat. Indeks penjualan ritel akan dirilis pada hari ini, yang menurut Tradingeconomics diprediksi tumbuh sebesar 3%, atau lebih baik dari posisi sebulan sebelumnya sebesar 2,5%.
Jika proyeksi tersebut terpenuhi, ada harapan bahwa laju koreksi di bursa nasional akan sedikit berkurang. Namun jika kasusnya seperti IKK, maka koreksi lanjutan pun bakal tak terbendung apalagi di tengah kekhawatiran mengenai efek tapering massal.
Per Agustus kemarin, taper tantum belum terlihat karena negara-negara Asia Tenggara justru masih mencetak aliran dana asing yang masuk (capital inflow). Hal ini mengindikasikan absennya taper tantrum ke depan.
JP Morgan dalam laporan berjudul "Flows & Positioning: Rotation, Rebound, Taper Anxiety" menyebutkan semua negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) mencatatkan aliran modal masuk ke negara mereka sepanjang bulan Agustus lalu.
Indonesia berada di posisi teratas di antara negara ASEAN tersebut dengan perolehan capital inflow sebesar US$ 311 juta atau setara Rp 4,4 triliun, diikuti Malaysia sebesar US$ 251 juta, Thailand (US$ 175 juta), dan Filipina (US$ 33 juta). Sebaliknya, Vietnam mencetak aliran model asing keluar (capital outflow) senilai US$ 277 juta.
"Menguatnya kembali aliran dana asing ke kawasan tersebut terjadi selama 6 bulan beruntun, dipicu oleh pelonggaran pembatasan sosial secara bertahap, mengaburnya Covid-19, kenaikan tingkat vaksinasi, dan posisi tipis para investor dan investasi asing untuk rotasi, keluar dari China," tulis bank investasi asal AS tersebut dalam laporan yang dirilis Rabu (8/9/2021).
Berdasarkan realitas tersebut, JP Morgan memperkirakan kebijakan tapering (pengurangan pembelian obligasi) oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan dijalankan tahun ini kecil kemungkinan akan memicu aliran dana asing keluar dari Asia seperti tahun 2013.
Jadi untuk sementara, taper tantrum belum akan ada. Namun kelak jika tapering massal terindikasi bakal diberlakukan, ada baiknya kita bersia-siap menyingsingkan lengan baju, menghindari pasar terlebih dulu.
(ags/ags)