
Semua Mata Tertuju pada Simposium Jackson Hole, IHSG Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah sama-sama ambles pada perdagangan Kamis (26/8/2021), menjelang simposium ekonomi Jackson Hole di AS yang akan digelar pada malam nanti waktu Indonesia.
IHSG mengakhiri hari dengan depresiasi 0,90% ke level 6.058,08 pada perdagangan kemarin.
Nilai transaksi Kamis sebesar Rp 11,2 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih Rp 73 miliar di pasar reguler.
Kemarin, Bank of Korea (BOK) mengumumkan menaikkan suku bunga acuannya, sesuai dengan konsensus pasar, menjadi 0,75%. Sebelumnya, bank sentral Korea Selatan ini mempertahankan suku bunga dasarnya di posisi terendah 0,5%.
Pasar cenderung cemas karena kebijakan tersebut ditafsirkan menjadi awal tren berbaliknya iklim moneter longgar yang selama ini dipertahankan di berbagai negara maju, dan memicu masuknya dana-dana berlebih di pasar modal mereka ke negara berkembang.
Ketika moneter ketat mulai diberlakukan, maka risiko terjadinya capital outflow pun terbuka kian lebar, terutama jika negara maju telah berhasil mengendalikan penyebaran virus Covid-19 sementara negara berkembang masih kedodoran, sehingga pemulihan ekonomi mereka tertinggal.
Seperti IHSG, nilai tukar rupiah melemah 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (26/8). Penyebabnya masih sama, kehati-hatian pelaku pasar jelang pertemuan Simposium Jackson Hole di Wyoming, Amerika Serikat pada Jumat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1%, dan sempat membengkak hingga 0,21% ke Rp 14.425/US$.
Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.415/US$, melemah 0,14% di pasar spot.
Pertemuan Jackson Hole di AS yang akan diadakan pada Jumat menjadi perhatian pelaku pasar sebab ketua The Fed, Jerome Powell, diperkirakan akan memberikan detail kapan dan bagaimana akan dilakukan.
Isu tapering mengalami pasang surut sejak pekan lalu. Risalah rapat kebijakan moneter The Fed edisi Juli yang dirilis pekan lalu menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini.
"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut yang dirilis Kamis (19/8/2021) dini hari waktu Indonesia.
Meski pasar terbelah soal kapan tapering akan dilakukan, investor tetap berhati-hati memegang rupiah. Maklum saja, saat tapering di tahun 2013 terjadi, aliran modal keluar dari Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat, nilai tukar rupiah pun terpuruk.
Sementara, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kompak menguat pada penutupan perdagangan Kamis (26/8), di tengah stagnannya imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Mayoritas investor kembali mengoleksi SBN pada hari ini, ditandai juga dengan melemahnya imbal hasil (yield) di seluruh SBN acuan.
SBN yang mengalami pelemahan yield paling besar terjadi di SBN bertenor 20 tahun yang turun sebesar 9,4 basis poin (bp) ke level 6,903%. Sedangkan pelemahan yield paling kecil terjadi di SBN berjatuh tempo 25 tahun yang turun 1,4 bp ke level 7,225%.
Bursa saham AS atau Wall Street kompak melemak pada Kamis (26/8) waktu AS, menghentikan reli penutupan tertinggi sepanjang masa dalam beberapa hari terakhir, di tengah kekhawatiran atas perkembangan di Afghanistan dan terhadap potensi perubahan dalam kebijakan the Fed yang turut mendorong aksi jual sehari sebelum Simposium Jackson Hole.
Ketiga indeks saham utama AS mengakhiri sesi di zona merah, dengan S&P dan Nasdaq mencatat penurunan pertama dalam enam hari terakhir.
Indeks Dow Jones Industrial Average kehilangan 192,38 poin, atau 0,54%, ke 35.213,12. Indeks S&P 500 turun 0,58% ke level 4.470,00. Nasdaq Composite melorot 0,64% menjadi 14.945,81.
Aksi jual menguat setelah komentar hawkish dari Presiden the Fed wilayah Dallas Robert Kaplan dan ledakan bom di luar bandara Kabul di Afghanistan membantu memperkuat sentimen risk-off (memicu alih-risiko).
Kaplan, yang saat ini bukan anggota pemungutan suara Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), mengatakan dia yakin kemajuan pemulihan ekonomi menjamin pengurangan pembelian aset alias tapering off Fed yang bisa dimulai pada Oktober atau segera setelahnya.
Pernyataan Kaplan mengikuti komentar sebelumnya dari Presiden the Fed wilayah St. Louis James Bullard, yang mengatakan bahwa bank sentral "bersatu" di sekitar rencana untuk memulai proses tapering.
"(Pernyataan Kaplan) menyebabkan sedikit kebingungan tentang batas waktu, tetapi menurut saya pasar ekuitas berfokus pada masalah geopolitik," kata Megan Horneman, direktur strategi portofolio di Verdence Capital Advisors di Hunt Valley, Maryland, kepada Reuters.
"Ada pelarian ke tempat yang aman selama ketegangan geopolitik," kata Megan.
"Saya terkejut pasar tidak jatuh lagi, mengingat ketakutan bahwa itu bisa mengalihkan fokus dari agenda domestik (Presiden AS Joe Biden)," tambah Horneman.
Ekonomi AS tumbuh pada kecepatan yang sedikit lebih cepat dari yang dilaporkan pada kuartal kedua, menurut Departemen Perdagangan. Tetapi angka klaim pengangguran, meskipun masih dalam 'lintasan' menurun, naik lebih tinggi minggu lalu.
Klaim pengangguran awal mingguan sebesar 353.000, menurut data Departemen Tenaga Kerja pada Kamis waktu AS. Angka ini sedikit meningkat dari 349.000 minggu sebelumnya dan lebih tinggi dari yang diperkirakan para ekonom.
Sementara, menurut estimasi kedua Departemen Perdagangan pada Kamis waktu AS, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,6% pada kuartal kedua. Revisi ini sedikit lebih tinggi atas dari kenaikan tahunan 6,5% yang dilaporkan pada perkiraan awal (advance), tetapi sedikit lebih rendah dari perkiraan Dow Jones sebesar 6,7%.
Simposium Jackson Hole yang sangat dinanti akan diadakan secara virtual pada hari Jumat. Pada acara tersebut, para gubernur bank sentral dapat memberikan pembaruan tentang rencana mereka seputar pengurangan pembelian obligasi bulanan The Fed.
"Kami akan melihat banyak pelaku pasar menganalisis setiap kata yang digunakan (Powell), tetapi pada akhirnya, mereka [the Fed] akan mulai melakukan tapering," kata Horneman. "Saya lebih khawatir tentang kecepatan tapering mereka [the Fed]," imbuhnya.
Dari 11 sektor utama di S&P 500, semuanya kecuali real estat (.SPLRCR) mengakhiri sesi dengan melemah, dengan saham energi (.SPNY) menderita persentase kerugian paling tajam.
Kemudian, saham pengecer General Corp dan Dollar Tree Inc masing-masing turun 3,8% dan 12,1%, setelah memperingatkan biaya transportasi yang lebih tinggi akan merugikan laba mereka.
Sementara, saham Coty Inc melonjak 14,7% setelah perusahaan kosmetik itu mengatakan mereka memperkirakan akan membukukan pertumbuhan penjualan setahun penuh untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir.
Selanjutnya, Salesforce.com Inc menaikkan perkiraan pendapatannya karena pergeseran ke model kerja hybrid diperkirakan akan memicu permintaan yang kuat. Seturut dengan itu, sahamnya naik 2,7%.
Saham NetApp Inc NTAP.O melonjak 4,7% seiring broker saham menaikkan target harga mereka setelah prospek pendapatan perusahaan komputasi awan ini pada 2022 lebih baik dari perkiraan.
Sepanjang minggu ini pasar mengamati situasi terkini di Afghanistan pasca-Taliban menguasai wilayah tersebut, perkembangan kasus Covid-19 global, serta acara simposium Jackson Hole The Fed pada malam nanti waktu Indonesia.
Menurut AFP, pada Kamis (26/8), negara-negara Barat telah memperingatkan warganya untuk meninggalkan bandara internasional Kabul, Afghanistan. AS, Inggris hingga Australia menyebut ada ancaman teror di tengah evakuasi ribuan warga yang tengah berlangsung.
Melansir Reuters, setidaknya dua ledakan bom terjadi di luar bandara Kabul pada hari Kamis, beberapa jam setelah AS dan sekutunya memperingatkan kemungkinan serangan oleh Islamic State terhadap orang-orang yang mencoba melarikan diri dari Afghanistan setelah diambil alih oleh Taliban.
Sedikitnya 13 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Dalam perkembangan terbaru, mengutip Reuters, Kelompok Islamic State Khorasan (ISIS-K), afiliasi militan yang sebelumnya memerangi pasukan AS di Suriah dan Irak, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
ISIS-K sendiri adalah musuh bebuyutan Taliban. Namun, para pejabat intelijen AS yakin gerakan itu menggunakan ketidakstabilan di Afghanistan untuk memperkuat posisinya dan meningkatkan perekrutan anggota Taliban yang kehilangan haknya.
Setidaknya sudah 90.000 warga asing dan Afghanistan pergi meninggalkan negeri itu melalui udara semenjak Taliban berkuasa. Taliban mengambil alih Afghanistan 15 Agustus lalu.
Selain terkait isu geopolitik di atas, ada beberapa rilis data ekonomi yang bakal menjadi sentimen penggerak pasar hari ini.
Pertama, pada pukul 08.30 WIB akan ada rilis data awal soal penjualan ritel Australia per Juli. Tradingeconomics meramal, penjualan ritel Australia akan kembali minus, kendati membaik, ke posisi -0,7%
Sebelumnya, penjualan ritel di Australia turun 1,8 persen secara bulanan (mom) pada Juni 2021, setelah kenaikan 0,4 persen akhir bulan sebelumnya. Ini adalah penurunan pertama dalam perdagangan ritel sejak Februari.
Ekonomi Negeri Kanguru ini sendiri terus dihantui lonjakan kasus Covid-19. Teranyar, pada hari Kamis (26/8) negara itu pertama kalinya melaporkan lebih dari 1.000 infeksi corona dalam sehari.
Mengutip AFP, negara bagian New South Wales, di mana kota terpadat Sydney berada, mengumumkan rekor 1.029 kasus Covid-19 selama 24 jam. Dari kasus baru, 969 terdeteksi di Sydney yang lebih besar, naik dari 838.
Australia sendiri memiliki tingkat vaksinasi yang rendah. Saat ini Australia baru saja menyuntikkan vaksin dosis penuh ke 32% penduduknya. Perdana Menteri Scott Morrison mengharapkan untuk mencapai 70% pada akhir tahun.
Hingga saat ini Australia mencatat 46.743 kasus Covid-19 secara akumulatif, sejak pandemi menyerang. Ada total 986 kematian secara total.
Kedua, pada 13.45 WIB akan ada data keyakinan konsumen per Agustus Prancis yang akan dipublikasikan pada pukul 13.45 WIB. Konsensus pasar meramal indeks keyakinan konsumen Prancis akan turun menjadi 100, dari bulan sebelumnya yang berada di posisi 101.
Ketiga, pada 19.30 WIB pelaku pasar juga akan mengamati data pendapatan perseorangan dan pengeluaran perseorangan oleh Biro Analisis Ekonomi AS secara bulanan (mom) per Juli yang diprediksi akan naik masing masing menjadi 0,2% dan 0,3% dibandingkan periode sebelumnya.
Pada bulan sebelumnya, peningkatan pendapatan perseorangan terutama mencerminkan peningkatan kompensasi karyawan yang didorong oleh upah dan gaji swasta, sementara tunjangan sosial pemerintah menurun.
Sementara, konsumsi perseorangan di AS melonjak 1% mom pada Juni 2021, rebound dari penurunan 0,1% pada Mei seiring konsumen mengalihkan pengeluaran ke industri sektor jasa, seperti restoran dan perjalanan.
Sejurus dengan itu, pada waktu yang bersamaan, Biro Analisis Ekonomi AS juga akan mempublikasikan indeks harga Personal Consumer Expenditure (PCE) per Juli. Biro Analisis Ekonomi juga akan merilis indeks harga inti (yakni, tanpa memasukkan item energi dan makanan) PCE.
Indeks PCE ini menjadi acuan bank sentral AS alias the Fed untuk mengukur tingkat inflasi di lapangan. Selain itu, indeks ini juga dijadikan dasar oleh the Fed untuk menetapkan kebijakan moneter, termasuk tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Trading economics meramal indeks harga PCE akan tumbuh 4,1% secara tahunan (yoy) dan 0,4% secara bulanan (mom).
Tabel Indeks Harga CPE AS
Sementara, konsensus pasar sepakat bahwa indeks harga inti PCE akan naik 3,6% secara tahunan (yoy) dan 0,3% secara mom.
Selanjutnya, pada pukul 21.00 WIB, University of Michigan akan merilis beberapa data versi final untuk ekspektasi inflasi, sentimen konsumen, dan ekspektasi konsumen untuk Agustus.
Terakhir--ini yang paling ditunggu-tunggu pasar--pada Jumat malam, The Fed akan menggelar simposium tahunan Jackson Hole secara virtual. Acara ini menghadirkan para bankir sentral dari seluruh dunia untuk membahas kebijakan moneter masing-masing negara.
Ketua The Fed Jerome Powell akan menyampaikan pidato yang akan disiarkan langsung pada Jumat (27/8/2021) pukul 10.00 pagi waktu AS atau pukul 21:00 WIB. Pidato berjudul "The Economic Outlook" itu diperkirakan menyinggung nasib program pembelian obligasi bulanan senilai US$ 120 miliar yang selama ini dijalankan The Fed.
Investor akan mendengarkan dengan cermat pidato Powell tersebut dan akan memantau kapan The Fed mungkin akan mulai meluncurkan program tapering tersebut. Namun sejauh ini, mereka memperkirakan bank sentral terkuat dunia tersebut tidak akan terburu-buru.
Ekspektasi tapering di tahun ini kembali meredup setelah Presiden bank sentral AS (The Fed) wilayah Dallas, Robert Kaplan, pada Jumat pekan lalu mengatakan akan mempertimbangkan kembali tapering dalam waktu dekat jika penyebaran virus corona mengganggu pemulihan ekonomi AS.
Kaplan merupakan salah satu anggota The Fed yang hawkish atau pro pengetatan moneter.
Kini pelaku pasar terbelah, ada yang melihat tapering masih bisa dilakukan di tahun ini, sebagian lagi melihat baru akan dilakukan tahun depan.
"Kami pikir investor akan menunggu untuk mendengar tapering dari Jerome Powell pada hari Jumat, sebelum kembali masuk ke aset-aset berisiko lagi, dan menjual dolar AS," tulis ahli strategi dari ING dalam catatan kepada nasabahnya yang dikutip CNBC International, Selasa (24/8/2021).
Sementara, dari dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kabar terkini perkembangan Covid-19 di tanah air. Meskipun perkembangan kasus sempat menjulang tinggi, saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Sarasehan 100 Ekonom dengan tema Penguatan Reformasi Struktural Fiskal dan Belanja Berkualitas di Tengah Pandemi secara virtual, Kamis (26/8/2021).
"Kita dan juga negara lain di dunia menghadapi tekanan yang berat. Tapi Alhamdulillah perkembangan kasus Covid harian di negara kita membaik," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, perkembangan positif kasus Covid-19 turut memberikan dampak positif pada tingkat keterisian rumah sakit (BOR). Angka BOR yang sempat menembus 92% dari total kapasitas, perlahan bisa diturunkan.
"Dulu September tahun lalu pernah mencapai 92%. Turun di Mei pertengahan, 18 Mei itu berada di angka 15%. Tapi melompat di akhir Juni 2021, 30 Juni bahkan mencapai 91%. Mungkin diteruskan dua minggu kalau kenaikannya tetap sudah pasti Wisma Atlet pasti kolaps," tegasnya.
Data terbaru, Kementerian Kesehatan mencatat pada Kamis (26/8) kasus Covid-19 tanah air bertambah 16.899 orang. Dengan begitu total kasus Covid-19 di tanah air mencapai 4.043.934 orang.
Sementara, pasien sembuh bertambah 30.009 orang, sehingga totalnya 3.669.966 orang. Adapun kasus kematian sebanyak 889 orang, menurun dibandingkan hari sebelumnya. Dengan begitu total kematian karena Covid-19 mencapai 130.182 orang.
Berikut beberapa data & Agenda ekonomi yang akan dirilis hari ini:
Penjualan Eceran Australia per Juli (08.30 WIB)
Keyakinan Konsumen Prancis per Agustus (13.45 WIB)
Keyakinan Konsumen & Bisnis Italia (15.00 WIB)
Pendapatan & Pengeluaran Perseorangan AS (19.30 WIB)
Indeks harga Personal Consumer Expenditure (PCE) AS (19.30 WIB)
Simposium Ekonomi Jackson Hole (21.00 WIB)
Berikut beberapa agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:
Cum date dividen cash PT Intanwijaya Internasional Tbk/INCI
Cum date dividen cash PT Gajah Tunggal Tbk/GJTL
Cum date dividen cash PT MD Pictures Tbk/FILM
RUPST & RUPSLB PT Totalindo Eka Persada Tbk/TOPS (09.00 WIB)
RUPSLB PT Jasa Marga (Persero) Tbk/JSMR (09.00 WIB)
RUPST PT Jaya Agra Wattie Tbk/JAWA (09.00 WIB)
RUPST & RUPSLB PT Terregra Asia Energy Tbk/TGRA (10.00 WIB)
RUPST PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk/RALS (10.00 WIB)
RUPST PT Mustika Ratu Tbk/MRAT (10.00 WIB)
RUPST PT Eka Sari Lorena Transport Tbk/LRNA (10.00 WIB)
RUPST & RUPSLB PT PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (10.00 WIB)
RUPST PT Gozco Plantations Tbk/GZCO (13.30 WIB)
RUPST PT Bank Nationalnobu Tbk/NOBU (14.00 WIB)
RUPST & RUPSLB PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (14.00 WIB)
RUPST PT Blue Bird Tbk/BIRD (14.00 WIB)
RUPST & RUPSLB PT MNC Kapital Indonesia Tbk/BCAP (14.00 WIB)
Di bawah ini sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat