Newsletter

Menunggu Keputusan Perpanjangan PPKM Darurat, IHSG 'Kebal'?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
19 July 2021 06:06
Penerapan Baru Penumpang KRL di Masa PPKM Darurat. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Penerapan Baru Penumpang KRL di Masa PPKM Darurat. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sepanjang pekan ini, beberapa data dan agenda nasional dan global telah menanti. Beberapa indikator ekonomi dari AS kemungkinan meniupkan aroma kecemasan, sehingga pelaku pasar perlu bermain lebih aman. Harga komoditas pun berpeluang bergejolak.

Sentimen pertama yang bakal menjadi perhatian investor pekan ini adalah hasil pertemuan forum OPEC+ pada Minggu (18/7/2021) malam yang mencapai kesepakatan untuk meningkatkan pasokan minyak mulai Agustus untuk 'mendinginkan' harga yang telah naik ke level tertinggi selama lebih dari 2 tahun seiring ekonomi global yang mulai pulih dari pandemi virus corona (Covid-19).

Dengan ini, produksi minyak secara keseluruhan akan meningkat 2 juta barel per hari atau 400.000 barel per hari setiap bulan hingga Desember 2021.

OPEC+ terdiri dari negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC), Rusia dan sekutunya. Mereka tahun lalu sepakat memangkas produksi minyak 9,7 juta barel/hari hingga akhir 2022, tetapi kini faktanya hanya di angka 5,8 juta bph karena perekonomian mulai dibuka dan permintaan minyak dunia meningkat.

"Kami senang dengan kesepakatan itu," kata Menteri Energi UEA Suhail bin Mohammed al-Mazroui dalam konferensi pers dilansir dari Reuters, Minggu (18/7). Adapun Menteri energi Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, menolak menjawab pertanyaan tentang bagaimana kompromi itu dicapai.

OPEC+ telah setuju untuk memperpanjang perjanjian mereka hingga akhir 2022 dari tanggal yang direncanakan sebelumnya pada April 2022, sebagai antisipasi jika pemulihan global terhenti karena adanya varian virus baru.

Kesepakatan peningkatan produksi minyak ini bisa membuat harga minyak dunia terkoreksi hari ini. Selain itu, para investor juga akan menyimak dampaknya terhadap saham-saham emiten minyak dan gas (migas).

Pada Selasa lusa, bursa nasional akan libur memperingati Hari Raya Idul Adha. Namun, pelaku pasar harus tetap memasang telinga terhadap sentimen kedua, yakni pengumuman berlanjut-tidaknya kebijakan PPKM Darurat.

Pada Minggu (18/7/2021) lalu, Kementerian Kesehatan menyatakan angka kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah sebanyak 44.721 atau menurun dibandingkan dengan penambahan kasus kemarin sebanyak 51.952 kasus. Dengan demikian, akumulasi kasus positif secara nasional mencapai 2.877.476.

Jumlah pasien yang sembuh bertambah sebanyak 29.264 orang, sehingga secara akumulasi tingkat kesembuhan dialami oleh 2.261.658 orang. Angka kematian pun relatif flat, sebanyak 1.093 jiwa, dibandingkan dengan angka kematian kemarin sebanyak 1.091 jiwa.

Artinya, PPKM Darurat belum efektif menekan penyebaran virus Corona, karena target kasus baru Covid-19 yang dipatok pemerintah sebanyak 10.000/hari masih jauh panggang dari api.

Selanjutnya, sentimen ketiga yang patut dicermati adalah fenomena atau misteri pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) tenor 10 tahun. Yield US Treasury acuan pasar itu turun di 1,3003% (Jumat lalu), yang berarti harga meningkat.

Fenomena ini agak aneh karena dalam kondisi normal, inflasi tinggi memicu kenaikan yield sebagai konsekuensi aksi jual di pasar SBN. Namun, tatkala inflasi AS per Juni mencapai 5,4% secara tahunan, menjadi kenaikan tertinggi dalam 13 tahun terakhir, pelaku pasar malah memborong SBN.

Hal ini mengindikasikan mereka sedang mengkhawatirkan sesuatu, sehingga aset dengan premi risiko tinggi seperti saham dihindari dan mengoleksi SBN yang imbal hasilnya lebih kecil dari inflasi. Berbarengan dengan pelemahan yield US Treasury, indeks S&P 500 pekan lalu anjlok nyaris 1% sementara Dow Jones melemah 0,5%. Nasdaq juga drop, sebesar 1,9%.

Jika imbal hasil terus turun, pelaku pasar akan melakukan aksi jual di bursa saham Wall Street, yang aroma kepanikannya juga akan mendorong investor di seluruh dunia melakukan penjualan, sembari memantau keadaan.

Perhatikan juga sentimen keempat dari rilis data minyak Energy Information Administration (EIA) yang akan dirilis di AS Rabu nanti. Dalam rilis sebelumnya, stok bensin meningkat 1 juta barel, sementara stok minyak mentah turun 7.9 miliar. Ini mengindikasikan bahwa aktivitas kilang semakin meningkat.

Jika terindikasi stok minyak mentah dan BBM menumpuk, ada potensi koreksi lanjutan di saham energi karena mengindikasikan aktivitas transportasi belum pulih. Harap dicatat, 89% penyerapan minyak di negara berekonomi terbesar dunia ini terjadi di sektor transportasi.

Pada Kamis, Bank Indonesia (BI) menjadi sumber sentimen kelima, dengan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang salah satu keputusan utamanya adalah penentuan suku bunga acuan, apakah akan dipertahankan di level sekarang sebesar 3,5% atau diubah. Sejauh ini, Tradingeconomics memproyeksikan BI masih bermain aman di angka 3,5% itu.

Sentimen mayor terakhir muncul dari AS, dengan rilis data klaim tunjangan pengangguran baru pada Kamis waktu setempat, yang akan mempengaruhi sentimen bursa di Indonesia pada Jumat. Polling Reuters memperkirakan klaim tunjangan pengangguran sepekan ini akan berada di angka 350.000 unit, atau sedikit lebih baik dari posisi sepekan lalu sebesar 382.500 klaim.

(adf/adf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular