Newsletter

Simak! The Fed Ngomongin Tapering Sampai Kripto Longsor

Tirta, CNBC Indonesia
20 May 2021 06:12
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Rilis yang ditunggu-tunggu sudah dipublikasikan. Tepat pukul 01.00 WIB dini hari bank sentral AS risalah tersebut diunggah ke situs resminya. Notulen rapat pengambil kebijakan The Fed pada 27-28 April lalu itu memberikan sinyal yang dicari pasar. 

Pejabat The Fed mengungkapkan, peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan membuka peluang diskusi untuk mengambil stance hawkish. Apabila perkembangan ekonomi semakin membaik menuju target yang ingin dicapai, maka perlu ada diskusi tentang rencana untuk melakukan tapering

Sejak AS dan seluruh negara di dunia diterpa pandemi terbesar abad ini yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) The Fed langsung mengambil kebijakan moneter ultra longgar. 

Suku bunga acuan (Federal Funds Rates/FFR) dibabat habis 150 bps dan dipatok pada rentang 0-0,25%. Mengingat kebijakan rezim suku bunga negatif masih sangat kontroversial dan kurang efektif mendongkrak perekonomian seperti kasus Jepang yang terjebak dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi rendah hampir dua dekade, The Fed memilih melakukan quantitative easing/QE seperti pada 2008 silam. 

Namun kali ini nilainya lebih jumbo. Secara sederhana The Fed memilih mencetak uang untuk dibelikan aset keuangan seperti obligasi pemerintah dan efek beragun aset yang berbasis KPR senilai US$ 120 miliar per bulan. 

Pembelian aset keuangan yang agresif tersebut ditujukan untuk menstimulasi perekonomian yang lesu darah. Namun di saat yang sama membuat posisi aset pada laporan neraca (balance sheet) The Fed menggembung ke level tertinggi sepanjang sejarah. 

Dalam kurun waktu satu tahun, lebih dari US$ 3 triliun likuiditas telah diinjeksikan The Fed ke pasar dan membuat asetnya naik menjadi US$ 7,9 triliun atau lebih dari 35% output perekonomian AS. 

Likuiditas yang berlimpah, vaksinasi yang agresif memicu pembukaan kembali ekonomi. Ketika roda ekonomi mulai berputar, uang mulai berpindah tangan dengan laju yang lebih cepat dan tak hanya mengendap di bank. 

Permintaan yang naik tetapi tidak diimbangi dengan pasokan yang mencukupi, likuiditas yang ample serta ekspektasi inflasi yang tinggi akhirnya berakibat pada suhu tubuh perekonomian yang semakin hangat. 

Inflasi bulan lalu tercatat mencapai 4,2%. Jika dihitung secara tahunan pertumbuhannya merupakan yang paling tinggi sejak 2008. Namun secara bulanan paling tinggi dalam tiga dekade terakhir. 

Sasaran target inflasi The Fed berada di kisaran rata-rata 2%. Jelas jika inflasi terus merangkak naik, The Fed harus segera ambil ancang-ancang untuk mengetatkan kebijakan moneter agar ekonomi tidak overheat. 

Hanya saja pandemi yang belum berakhir, kondisi ekonomi yang belum pulih dan pemulihannya pun tidak merata membuat bos The Fed Jerome Powell menegaskan akan terus memantau perkembangan pemulihan.

Risiko adanya tapering membuat Wall Street goyang. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) drop 0,5%, S&P 500 ambles 0,3% dan Nasdaq Composite cenderung flat dengan koreksi hanya 0,03% 

(twg/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular