
Stimulus Ditunda, Insentif Receh Disiapkan, Trump Maunya Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks acuan bursa berbalik menguat di akhir perdagangan Rabu (7/10/2020) setelah sepanjang hari tertekan didera sentimen negatif dalam dan luar negeri. Hari ini, angin segar bertiup dari Wall Street yang bakal membantu penguatan bursa yang tertahan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup di zona hijau dengan penguatan 0,1% ke level 5.004,532. Penguatan terjadi di akhir-akhir perdagangan, setelah sepanjang hari kemarin indeks acuan bursa ini berkutat di zona merah.
Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) Rp 411 miliar di pasar reguler dari nilai transaksi Rp 16,8 triliun. Nilai transaksi melambung karena dua transaksi jumbo di pasar negosiasi yakni PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Di kawasan Asia, mayoritas bursa saham tercatat menguat seperti indeks Hang Seng di Hong Kong yang terbang 1,09%, indeks STI Singapura yang menguat 0,36% dan KOSPI di Korea Selatan yang melesat 0,89%.
IHSG sempat tertekan oleh aksi demonstrasi dan mogok kerja buruh yang menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), sementara di Amerika Serikat (AS) Presiden Donald Trump secara sepihak menyatakan penghentian negosiasi stimulus putaran kedua.
Sentimen negatif tambahan muncul dari cadangan devisa (cadev) Indonesia per September yang merosot nyaris US$ 2 miliar menjadi US$ 135,2 miliar. Angka September ini lebih baik daripada proyeksi Tradingecnomics yang memperkirakan angka US$ 134,1 miliar. Pada bulan sebelumnya, posisi cadev tercatat US$ 137 miliar.
Penurunan cadangan devisa pada September 2020, menurut Bank Indonesia, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga berbalik menguat dengan dibanderol Rp 14.690 per dolar AS di pasar spot atau terapresiasi sebesar 0,14% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin.
Namun, penguatan tidak terjadi di pasar surat utang, di mana mayoritas harga obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) ditutup melemah. Hanya SBN tenor 5 tahun dan 30 tahun yang masih membukukan penguatan harga.
Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami penguatan yield, namun tidak untuk SBN tenor 5 tahun yang mencatatkan pelemahan yield 0,4 basis poin ke level 5,776% dan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun yang turun 1 basis poin ke 7,440.
Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara naik 0,1 basis poin ke level 6,896% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) meroket pada perdagangan Rabu (7/9/2020), menyusul cuitan Presiden AS Donald Trump bahwa dia membuka peluang stimulus terpisah yang lebih kecil di luar yang telah mentok sekarang.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melesat 530,7 poin ( 1,9%) ke 28.303,46 menjadi reli harian terbesar sejak pertengahan Juli. Indeks S&P 500 naik 1,7% ke 3.419,45 sedangkan Nasdaq melonjak 1,9% ke 11.364,6.
Saham Amazon, Apple dan Netflix-perusahaan yang kinerjanya tak terkena dampak langsung stimulus-memimpin reli. Saham Amazon dan Apple naik lebih dari 1% sedangkan Netflix menguat 2,2%.
Dalam cuitannya, Trump menyarankan Kongres untuk menyetujui stimulus bagi maskapai AS, dengan menggunakan uang dari sisa anggaran lebih (SAL) stimulus paket 1 sebelumnya. Saham United Airlines melesat 4%, sedangkan Delta Airlines melompat 3,5%.
Mantan taipan properti itu juga mendesak Kongres menyetujui stimulus senilai US$ 1.200 untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga AS. Pelaku pasar masih menduga-duga apakah ini berarti Trump membatalkan perintahnya kemarin atau hanya bagian dari manuver politik.
"Ini tentu bukan yang pertama kali kita melihat pasar bereaksi terhadap cuitan Trump dan kemungkinan bukan yang terakhir," tutur Chris Larkin, Direktur Pelaksana E-Trade sebagaimana dikutip CNBC International.
Sentimen pasar juga terangkat berkat pernyataan Eli Lily yang mengatakan tengah meminta persetujuan Food and Drug Administration (FDA), untuk meloloskan produk obat Corona. Saham perusahaan farmasi tersebut pun melonjak 3,4%.
Sebelumnya pada Selasa, Dow Jones ditutup melemah 375,9 poin (-1,3%) ke 27.772,76 setelah Trump mencuitkan pesan penghentian negosiasi. Padahal pada sesi pertama, bursa AS bergerak di jalur hijau.
Keputusan Trump itu berlawanan dengan pesan Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Selasa yang menyerukan perlunya stimulus moneter dan fiskal yang lebih agresif untuk menopang ekonom yang pemulihannya masih "bakal panjang."
Tanpa dukungan itu, bos bank sentral AS itu menilai pemulihan ekonomi akan lambat, berujung kesulitan hidup bagi masyarakat dan pengusaha. Presiden Fed Cleveland Loretta Mester juga menilai penghentian negosiasi stimulus berarti pemulihan ekonomi akan "jauh lebih lambat."
Komite Pasar Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) akan merilis risalah rapat September, yang mana para bankir bank sentral tersebut memutuskan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate) tak berubah dari level sekarang 0%-0,25%.
Trump maunya apa? Itu yang sekarang menjadi pertanyaan besar di Wall Street jika bicara soal prospek stimulus tahap kedua di Amerika Serikat (AS).
Stimulus ini penting, karena jika mengutip bos Federal Reserve Jerome Powell, tanpa dukungan stimulus tersebut maka pemulihan ekonomi akan lambat, berujung kesulitan hidup bagi masyarakat dan pengusaha.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar dunia, lemahnya pemulihan AS bakal berujung pada lemahnya pemulihan negara lain, termasuk Indonesia. Tidak heran, bursa global ikut memantau arah angin di Washington.
Ketika kemarin Trump memutuskan menghentikan pembicaraan soal stimulus sampai dengan hasil pemilihan presiden (pilpres), pasar bursa anjlok. IHSG sempat tertekan seharian sebelum berbalik dan menguat tipis di akhir perdagangan.
Namun terbaru, Trump kembali bercuit bahwa pihaknya tak keberatan dengan pemberian stimulus untuk industri penerbangan AS, tetapi dananya diambil dari sisa anggaran stimulus tahap pertama.
Sikap ini menjadi ironi karena Ketua DPR Nancy Pelosi, politisi Demokrat yang menjadi lawan politik Trump, sebelumnya mengusulkan paket stimulus lebih kecil yang khusus ditujukan untuk membantu maskapai penerbangan AS. Namun, proposal itu ditolak oleh Partai Republik pada akhir pekan lalu.
Oleh karenanya, cuitan Trump terbaru membangkitkan harapan di kalangan pelaku pasar bahwa Trump telah melunak. Wall Street pun rebound! Indeks Dow Jones bahkan menguat hingga 500 poin. Namun sekali lagi, reli ini dialasdasari keyakinan atau ekspektasi semata, bukan fakta bahwa stimulus sudah ada di depan mata.
Julian Emanuel, Kepala Perencana Investasi Saham dan Derivatif BTIG, memiliki analisis yang menarik. Menurut dia, Wall Street saat ini di posisi rentan, yakni menguat tanpa dasar yang kuat sehingga bisa terkoreksi 7%.
"Trump dan para lawannya tahu sejarah: incumbent memenangi 85,7% pilpres yang digelar mengiringi reli Wall Street dalam 90 hari jelang pemungutan suara," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International. Sebaliknya, lanjut dia, ketika pasar tertekan pada September dan Oktober jelang pemungutan suara, biasanya pihak petahana kalah dengan rasio 6:6.
Apakah manuver Trump terakhir itu merupakan bagian dari upaya mendongkrak pasar jelang pilpres? Ini masih menjadi pertanyaan besar. Namun yang pasti, efek reli Wall Street bakal membuat bursa global menghijau pada hari ini, termasuk di Indonesia.
Namun pertanyaan besar tadi akan membuat reli cenderung bersifat jangka pendek, karena dinamika politik yang bakal kian tinggi sampai hari pemungutan suara di AS pada 3 November nanti.
Dari dalam negeri, pelaku pasar bakal memantau rilis indeks penjualan ritel. Namun, jangan berharap ada mukjizat yang bisa mengubah keadaan karena secara umum krisis pandemi belum usai.
Untung saja, ada sentimen positif dari kemajuan obat Covid di AS, di mana perusahaan farmasi Eli Lily telah mangajukan izin edar untuk obar yang mereka kembangkan. Di Indonesia, pasar juga bakal memantau kemajuan vaksin dan obat anti-corona.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia sebanyak 4.538 orang pada Rabu (07/10/2020), sehingga total kasus baru virus corona di Indonesia mencapai 311.176 orang.
Masih panjang jalan menuju pemulihan.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- RUPST PT PP Presisi Tbk (08:30 WIB)
- Indeks penjualan ritel RI (11:00 WIB)
- Tunjangan pengangguran AS (12:30 WIB)
- RUPST PT PP Properti Tbk (13:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (September 2020 YoY) | 1,34% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,2 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Moment of Truth! Siap-siap Simak Rilis Inflasi AS