Newsletter

Trump & CDC Tak Kompak Soal Vaksin, Wall Street Merah, IHSG?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 September 2020 06:01
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia  Anjlok
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Hari ini akan menjadi hari perdagangan terakhir minggu ini. Untuk itu investor perlu mencermati beberapa sentimen penggerak pasar baik dari dalam maupun luar negeri.

Sentimen pertama tentu datang dari kinerja bursa saham AS. Koreksi pada tiga indeks utama bursa New York bukan lah kabar baik untuk bursa saham Asia yang akan buka pagi ini.

Investor juga perlu mencermati data ekonomi yang akan dirilis pagi ini. Jepang akan merilis data inflasinya untuk periode Agustus pada 06.30 WIB. Akibat pandemi Covid-19, inflasi Jepang menjadi tertekan. 

Selama ini Negeri Sakura memang terkenal dengan masalah kronisnya yaitu inflasi rendah atau bahkan deflasi. Inflasi Jepang bulan Juli tercatat berada di angka 0,3% atau mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang hanya 0,1%.

Inflasi Jepang bulan Agustus diramal berada di angka 0,1%. Jika realisasinya lebih baik dari perkiraan atau periode sebelumnya maka ini akan jadi tanda bahwa ekonomi rebound lebih cepat dari perkiraan seiring dengan membaiknya permintaan.

Ini akan jadi sentimen positif untuk pasar. Namun jika sebaliknya yang akan terjadi, maka ada potensi pasar bisa merespons negatif rilis data inflasi Jepang tersebut. 

Dari dalam negeri, IHSG sudah terkoreksi selama tiga hari beruntun. Indeks utama saham Tanah Air telah terkoreksi cukup dalam dengan penurunan nyaris 2,4%. Dengan koreksi tiga hari beruntun ini ada kemungkinan IHSG rebound.

Masih seputar aset-aset ekuitas domestik, sentimen lain datang dari riset sektoral yang dipublikasikan oleh Fitch Ratings tentang sektor ritel di tengah penerapan PSBB DKI Jakarta. 

Lembaga pemeringkat utang global itu menyoroti bahwa perpanjangan PSBB DKI Jakarta itu akan lebih menguntungkan peritel dengan format minimarket yang mudah diakses oleh konsumen ketimbang supermarket maupun hipermarket yang biasanya hanya berada di lokasi-lokasi tertentu saja.

Hal ini akan menjadi sentimen negatif bagi emiten ritel yang memiliki portofolio atau eksposur terhadap model bisnis yang sifatnya supermarket maupun hipermarket. 

Beralih ke pasar valuta asing, kebijakan bank sentral AS yang akan menahan suku bunga rendah setidaknya sampai 2023 tetapi memperkirakan kontraksi ekonomi serta angka pengangguran tahun ini lebih baik dari dugaan sempat membuat indeks dolar menguat. Namun dolar AS berbalik arah melemah.

Apabila hari indeks dolar terkoreksi, maka ada harapan rupiah untuk bangkit. Namun yang juga harus menjadi catatan adalah rupiah telah mencatatkan penguatan tiga hari perdagangan beruntun (hat trick), sehingga kemungkinan rupiah untuk lanjut menguat tergolong tipis.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular