
The Fed Jadi Tahan Suku Bunga Acuan Nih, BI Gimana Pak Perry?
![[DALAM] Bank Indonesia](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/08/31/dalam-bank-indonesia_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki perdagangan hari ketiga pekan ini, pasar keuangan dalam negeri masih tak kompak. Bursa saham domestik keok, nilai tukar rupiah bangkit melawan dolar dan pasar SBN ditutup variatif.
Indeks utama saham Tanah Air (IHSG) kemarin dibawa jatuh 0,83% akibat asing yang kabur dengan melakukan aksi jual bersih mencapai Rp 852 miliar di seluruh pasar. Ini menjadi kali kedua IHSG jatuh ke zona merah di minggu ini.
Bursa saham Asia Pasifik kemarin bergerak variatif. IHSG menjadi salah satu yang paling tertekan pada perdagangan kemarin.
Beberapa bursa saham kawasan Benua Kuning yang gagal melaju ke zona hijau di garis finish menemani IHSG kemarin adalah bursa saham Filipina, China, Hong Kong & Korea Selatan.
Di pasar obligasi pemerintah, harga Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi. Investor cenderung wait and see menanti kebijakan moneter bank sentral nasional dan AS (Federal Reserves).
Imbal hasil (yield) obligasi rupiah pemerintah RI yang melemah adalah seri acuan untuk tenor panjang yaitu 15 tahun dan 20 tahun. Sementara untuk seri acuan tenor 10 tahun dan tenor pendek lainnya mengalami kenaikan.
Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara mengalami penguatan 0,2 basis poin ke level 6,915%. Artinya, harga obligasi acuan tersebut sedang melemah.
Jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS the Fed, dolar AS cenderung melemah sejak pekan lalu. Kondisi ini berhasil dimanfaatkan oleh nilai tukar rupiah untuk melawan balik the greenback.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga perkasa di perdagangan pasar spot.
Pada Rabu (16/9/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor menunjukkan angka Rp 14.844. Rupiah menguat 017% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah juga menapaki jalur hijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.800 di mana rupiah menguat 0,24%.
Beralih ke bursa New York, sebagai kiblat pasar modal global. Tiga indeks utama Wall Street dibuka di zona hijau. Namun apresiasi tersebut gagal bertahan hingga akhir perdagangan. Tiga indeks utama saham AS ditutup variatif
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,4%. Pada saat yang sama dua indeks lainnya yaitu S&P 500 dan Nasdaq Composite juga ditutup turun dengan koreksi masing-masing sebesar 0,1% dan 0,8%.
Meski ada beberapa sentimen positif, penjualan saham-saham teknologi AS membuat kinerja tiga indeks saham AS tak kompak. Saham Apple turun lebih dari 2,5%, Facebook turun 3,3%, Amazon dan Netflix masing-masing turun 1,4% dan 2%.
Saham induk perusahaan Google yakni Alphabet turun sekitar 1% dan Microsoft turun 1,4%. Sementara itu saham yang mengalami apresiasi yaitu saham Goldman Sachs dan JPMorgan Chase yang naik masing-masing 1,7% dan 0,5% dan membantu menjaga Dow tetap lebih tinggi.
Dini hari tadi bank sentral paling berpengaruh di dunia yaitu Federal Reserves (the Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya mendekati nol persen.
"Kami berharap dapat mempertahankan sikap akomodatif kebijakan moneter sampai hasil ini, termasuk lapangan kerja maksimum, tercapai." kata Powell, mengutip CNBC International.
Bank sentral yang dipimpin oleh Jerome Powell bahkan akan menahan suku bunga rendah untuk waktu yang lama.Para anggota komite pengambil kebijakan the Fed (FOMC) bahkan mengantisipasi suku bunga overnight akan ditahan di kisaran nol persen untuk waktu yang lama setidaknya sampai 2023.
"Dengan inflasi yang terus berjalan di bawah target jangka panjang ini, Komite akan bertujuan untuk mencapai inflasi secara moderat di atas 2 persen untuk beberapa waktu sehingga inflasi rata-rata 2 persen dari waktu ke waktu," kata FOMC dalam sebuah pernyataan, mengutip CNBC International.
Penjualan ritel AS bulan Agustus naik 0,6% dibanding bulan sebelumnya. Angka tersebut di bawah perkiraan pasar di angka 1%. Namun secara tahunan penjualan ritel AS, bulan Agustus naik 2,6% (yoy).
"Optimisme ditopang oleh mengalirnya kabar bagus ekonomi, kinerja kuat emiten, dan prospek akan kabar melegakan yang lebih banyak dari The Fed, mengindikasikan mereka masih akan berkomitmen melanjutkan pemulihan sembari menyediakan kebijakan pendukung," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, kepada CNBC International.
Meskipun sempat berada di zona hijau, koreksi saham-saham Wall Street mengindikasikan adanya volatilitas tinggi di pasar. Hal ini perlu diantisipasi oleh pelaku pasar dan investor untuk perdagangan hari ini, terutama di bursa Asia yang akan buka di pagi hari.
Selain kinerja saham-saham Wall Street yang ciamik, investor juga perlu mencermati proyeksi the Fed terhadap perekonomian AS ke depan untuk memberikan gambaran terhadap prospek pemulihan ekonomi Negeri Adikuasa itu.
FOMC memproyeksikan penurunan PDB setahun penuh sebesar 3,7%, jauh lebih baik dari perkiraan penurunan 6,5% di bulan Juni. Namun, ia menurunkan prospek 2021 menjadi 4% dari 5% dan 2022 menjadi 3% dari 3,5%. FOMC mengharapkan pertumbuhan PDB 2,5% pada 2023.
Proyeksi tingkat pengangguran juga diturunkan menjadi 7,6% dari 9,3% yang sudah berada di atas angka pengangguran 8,4% untuk Agustus. Komite juga menaikkan proyeksi inflasi untuk tahun 2020 menjadi 1,2% dari 0,8% pada bulan Juni, meskipun masih belum mencapai target 2% hingga 2023.
Selain the Fed, bank investasi global Morgan Stanley juga memprediksikan pemulihan ekonomi masih akan membentuk kurva 'V'. Dalam laporan risetnya tersebut Morgan Stanley memperkirakan ekonomi AS akan pulih ke tingkat sebelum pandemi pada kuartal kedua tahun depan, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya di kuartal IV-2021.
Lebih lanjut Morgan Stanley juga menyebut pemulihan ekonomi global ke level sebelum Covid-19 akan dicapai pada kuartal empat tahun ini. Untuk inflasi, Morgan Stenley melihat kebangkitan ekonomi yang mulai terjadi sejak Mei akan mendongkrak kenaikan harga lebih tinggi di negara-negara maju terutama di AS.
Proyeksi yang sedikit bullish the Fed dan Morgan Stanley tersebut diharapkan mampu mendongkrak risk appetite investor yang pada akhirnya bisa mendongkrak harga aset-aset berisiko seperti saham.
Beralih ke dalam negeri, sentimen penggerak pasar hari ini datang dari kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral nasional. Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuannya di angka 4% untuk bulan ini.
BI memandang cara memulihkan perekonomian adalah melalui jalur pelonggaran kuantitaif (QE). Hal ini diungkapkan langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. Dengan QE, BI menyuntikkan likuiditas ke pasar melalui penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) maupun ekspansi moneter.
Hingga 14 Agustus, BI telah memberikan QE sebesar Rp 651,54 triliun. "Dalam kondisi seperti ini, pemulihan ekonomi lebih efektif lewat jalur kuantitas, dari aspek likuiditas dan pendanaan. Jalur QE ini yang masih tertahan di perbankan," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG Agustus.
Dengan menahan suku bunga acuan ini, investasi di aset-aset keuangan dalam negeri masih terbilang menarik karena selisih (spread) dari yield obligasi dengan negara maju seperti AS yang masih tinggi serta real rates yang masih di teritori positif, sehingga diharapkan ada aliran masuk (inflow) dan bisa mendongkrak rupiah yang sudah tertekan.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data neraca dagang Singapura periode Agustus 2020 (07:30 WIB).
- Pengumuman suku bunga acuan Bank of Japan (10:00 WIB).
- Pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (14:30 WIB).
- Rilis data inflasi Zona Eropa periode Agustus 2020 (16:00 WIB).
- Rilis data tunjangan pengangguran AS periode 12 September 2020 (19:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indiator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (Agustus 2020 YoY) | 1,32% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (Agustus 2020) | US$ 137,04 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg) Next Article The Fed akan Lancarkan Operation Twist, IHSG Siap Melesat!