Newsletter

The Fed Jadi Tahan Suku Bunga Acuan Nih, BI Gimana Pak Perry?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 September 2020 06:01
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia  Anjlok
Foto: Arie Pratama

Meskipun sempat berada di zona hijau, koreksi saham-saham Wall Street mengindikasikan adanya volatilitas tinggi di pasar. Hal ini perlu diantisipasi oleh pelaku pasar dan investor untuk perdagangan hari ini, terutama di bursa Asia yang akan buka di pagi hari.

Selain kinerja saham-saham Wall Street yang ciamik, investor juga perlu mencermati proyeksi the Fed terhadap perekonomian AS ke depan untuk memberikan gambaran terhadap prospek pemulihan ekonomi Negeri Adikuasa itu.

FOMC memproyeksikan penurunan PDB setahun penuh sebesar 3,7%, jauh lebih baik dari perkiraan penurunan 6,5% di bulan Juni. Namun, ia menurunkan prospek 2021 menjadi 4% dari 5% dan 2022 menjadi 3% dari 3,5%. FOMC mengharapkan pertumbuhan PDB 2,5% pada 2023.

Proyeksi tingkat pengangguran juga diturunkan menjadi 7,6% dari 9,3% yang sudah berada di atas angka pengangguran 8,4% untuk Agustus. Komite juga menaikkan proyeksi inflasi untuk tahun 2020 menjadi 1,2% dari 0,8% pada bulan Juni, meskipun masih belum mencapai target 2% hingga 2023.

Selain the Fed, bank investasi global Morgan Stanley juga memprediksikan pemulihan ekonomi masih akan membentuk kurva 'V'. Dalam laporan risetnya tersebut Morgan Stanley memperkirakan ekonomi AS akan pulih ke tingkat sebelum pandemi pada kuartal kedua tahun depan, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya di kuartal IV-2021.

Lebih lanjut Morgan Stanley juga menyebut pemulihan ekonomi global ke level sebelum Covid-19 akan dicapai pada kuartal empat tahun ini. Untuk inflasi, Morgan Stenley melihat kebangkitan ekonomi yang mulai terjadi sejak Mei akan mendongkrak kenaikan harga lebih tinggi di negara-negara maju terutama di AS.

Proyeksi yang sedikit bullish the Fed dan Morgan Stanley tersebut diharapkan mampu mendongkrak risk appetite investor yang pada akhirnya bisa mendongkrak harga aset-aset berisiko seperti saham. 

Beralih ke dalam negeri, sentimen penggerak pasar hari ini datang dari kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral nasional. Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuannya di angka 4% untuk bulan ini.

BI memandang cara memulihkan perekonomian adalah melalui jalur pelonggaran kuantitaif (QE). Hal ini diungkapkan langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. Dengan QE, BI menyuntikkan likuiditas ke pasar melalui penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) maupun ekspansi moneter.

Hingga 14 Agustus, BI telah memberikan QE sebesar Rp 651,54 triliun. "Dalam kondisi seperti ini, pemulihan ekonomi lebih efektif lewat jalur kuantitas, dari aspek likuiditas dan pendanaan. Jalur QE ini yang masih tertahan di perbankan," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG Agustus.

Dengan menahan suku bunga acuan ini, investasi di aset-aset keuangan dalam negeri masih terbilang menarik karena selisih (spread) dari yield obligasi dengan negara maju seperti AS yang masih tinggi serta real rates yang masih di teritori positif, sehingga diharapkan ada aliran masuk (inflow) dan bisa mendongkrak rupiah yang sudah tertekan.

(twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular