
Kebanyakan Libur, IHSG (Mungkin) Masih Jet Lag

Meskipun bursa Paman Sam dan bursa Benua Kuning secara umum pada perdagangan Jumat (21/8/20) berhasil menghijau para pelaku pasar tentu saja akan memantau apakah IHSG akan dibuka merah setelah terkena jet lag sebab diketahui ketika bursa efek di kawasan Asia kebakaran pada Kamis lalu (20/8/20), di Indonesia sedang libur merayakan Hari Raya Tahun Baru Islam.
Selanjutnya sentimen yang akan mempengaruhi perdagangan hari ini yakni data ekonomi AS yang mulai menunjukkan perbaikan, antara lain, data aktivitas bisnis pada Agustus yang naik ke level tertinggi sejak tahun 2019.
Order baru dari perusahaan sektor manufaktur dan jasa juga meningkat. Kemudian harga rumah juga naik ke posisi tertinggi seiring dengan penjualan rumah yang mengalami kenaikan. Hal tersebut menunjukkan masih terjadi peningkatan data ekonomi AS di tengah kenaikan angka pandemi Covid-19 dan ini menjadi sentimen positif bagi pasar.
Akan tetapi, ada sentimen negatif yang berisiko membuat bursa saham Asia berguguran, yakni kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang kembali melonjak di Korea Selatan.
Pemerintah Korea Selatan melarang pertemuan besar, menutup tempat hiburan malam dan gereja, serta melarang adanya penonton pada ajang pertandingan olahraga. Kebijakan pembatasan ini diumumkan pada Sabtu (22/08/2020) guna memerangi penyebaran virus corona.
Hal tersebut tentunya memicu kecemasan akan risiko serangan virus corona gelombang kedua, tidak hanya di Korea Selatan tetapi juga di negara lainnya. Jika itu terjadi, resesi global kemungkinan akan berlangsung lama, sehingga bisa memperburuk sentimen pelaku pasar.
Selanjutnya perhatian para pelaku pasar juga tertuju pada Simposium Jackson Hole di Wyoming Amerika Serikat. Pertemuan tahunan ini akan dihadiri oleh menteri ekonomi, bank sentral, akademisi, hingga praktisi dari berbagai negara di seluruh dunia.
Pernyataan dari orang-orang berpengaruh, seperti pimpinan bank sentral utama dunia akan menggerakkan pasar keuangan dunia.
Beralih dari sana, tensi geopolitik juga kembali memanas setelah Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo memperingatkan China dan Rusia untuk tidak melanggar sanksi PBB terhadap Iran.
Hal ini berpotensi meningkatkan harga emas dan minyak dunia akibat meningkatnya risiko global dan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan.
Ditambah lagi, nada pesimistis datang dari bank sentral AS, Federal Reserve (the Fed), terhadap pemulihan ekonomi AS juga menjadi perhatian pelaku pasar.
Krisis kesehatan akibat Covid-19 akan sangat membebani aktivitas ekonomi, lapangan kerja, dan inflasi dalam jangka pendek, serta menimbulkan risiko yang cukup besar terhadap prospek ekonomi dalam jangka menengah.
(trp)