Newsletter

Catat, Hari Ini Bio Farma Uji Klinis Vaksin, Wish Them Luck!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 August 2020 06:04
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Di awal perdagangan pekan ini, pasar keuangan Tanah Air ditutup tak kompak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat, sementara nilai tukar rupiah dan obligasi rupiah pemerintah RI malah melemah.

Kemarin, Senin (10/7/2020), IHSG ditutup dengan apresiasi 0,27%. Indeks utama saham domestik tersebut kini berada di level 5.157,83. 

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 454 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 7,2 triliun. 223 saham berhasil naik, 194 turun, sedangkan 173 stagnan. 

Dengan asing yang masih kabur dari bursa saham Tanah Air tersebut, penguatan yang terjadi mengindikasikan bahwa IHSG masih cukup tangguh. Sentimen cairnya gaji ke-13 PNS di bulan Agustus menjadi salah satu pendorong harga-harga saham di dalam negeri menguat dan mengerek kinerja indeks.

Mulai bangkitnya raksasa ekonomi global yakni AS juga membuat risk appetite investor mulai terlihat membaik. Data ketenagakerjaan AS yang ciamik jadi sentimen positif untuk aset-aset berisiko seperti saham. 

Data ketenagakerjaan AS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam di bulan Juli mengalami penurunan menjadi 10,2% dari sebelumnya di level 11,1%. 

Selain itu, sepanjang bulan lalu, perekonomian AS kembali menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian, yang dikenal dengan istilah non-farm payrolls, sebanyak 1,763 juta orang. Ditambah dengan kenaikan rata-rata gaji per jam di AS yang naik 0,2% juga mengukuhkan bahwa sentimen memang sedang oke. 

Menambah sentimen positif lainnya adalah stimulus sepihak Presiden AS Donald Trump. Langkah sepihak Trump melanjutkan distribusi tunjangan pengangguran yang telah habis masa berlakunya, menunda pembayaran pinjaman kuliah ke tahun 2020, memperpanjang moratorium penyitaan kredit properti dan menyediakan libur pajak penghasilan (Pph).

Tunjangan pengangguran akan dilanjutkan meski dengan besaran lebih kecil, yakni senilai US$ 400 per minggu, atau lebih kecil dari nilai sebelumnya sebesar US$ 600 per pekan.

Namun di sisi lain, baiknya data ekonomi AS membuat indeks dolar yang sempat terperosok ke level terendah dalam dua tahun mulai bangkit. Nilai tukar rupiah yang awalnya perkasa di pasar spot harus ditutup dengan mengecewakan. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan kemarin dengan menguat 0,21% ke Rp 14.550/US$, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah 0,27% ke Rp 14.620/US$.

Nyaris sepanjang perdagangan hari ini, rupiah berada di level tersebut, sebelum mulai bangkit di menit-menit akhir. Tetapi tetap saja rupiah gagal menguat, di penutupan perdagangan berada di level Rp 14.590/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Beralih ke pasar SUN, harga obligasi rupiah RI pada perdagangan kemarin juga ditutup melemah. Hal ini tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah RI yang bertenor 10 tahun ke level 6,797% atau naik 0,15% dibanding posisi penutupan pekan lalu.

Beralih ke bursa New York, membaiknya data ekonomi Paman Sam di bulan Juli dan empat perintah eksekutif Donald Trump ternyata juga masih mampu membuat pasar cukup sumringah.

Indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 berhasil ditutup di zona hijau dengan apresiasi masing-masing 1,3% dan 0,27%. Sementara itu Indeks Nasdaq Composite justru turun hampir 0,4%.

Saham Boeing dan Dow Inc. masing-masing naik lebih dari 5%. Caterpillar, yang dianggap sebagai penentu arah ekonomi global, juga naik lebih dari 5%. Sementara itu saham raksasa perbankan AS yakni JPMorgan Chase menambahkan 1,2%.

Namun di sisi lain saham-saham raksasa teknologi AS justru mengalami koreksi yang membuat indeks Nasdaq Composite tertekan. Saham Facebook dan Netflix masing-masing turun setidaknya 2% sementara Microsoft kehilangan 1,99%. Amazon merosot 0,6% dan Alphabet turun 0,1%.

"Ini sebenarnya menunjukkan investor berbalik lebih optimis pada lanskap makro yang lebih luas, didorong oleh musim laporan laba rugi CQ2 yang solid dan data ekonomi Juli yang bullish pekan lalu," kata Adam Crisafulli dari Vital Knowledge kepada CNBC International.

Apresiasi saham pada perdagangan awal pekan juga tak terlepas dari aksi Presiden Donald Trump menandatangani beberapa perintah eksekutif selama akhir pekan yang bertujuan untuk memperpanjang bantuan untuk masyarakat AS yang terdampak pandemi virus corona.

"Meskipun langkah Trump ini dapat menyebabkan tantangan hukum, secara politis hal itu memberi tekanan pada Kongres untuk mencapai kesepakatan," tulis Bill Stone, kepala investasi di Stone Investment Partners.

Langkah Trump dilakukan setelah para pemimpin kongres gagal membuat kemajuan pada paket stimulus virus korona minggu lalu. Beberapa manfaat dari paket yang ditandatangani di awal tahun telah berakhir pada akhir Juli, meningkatkan ketidakpastian tentang kemajuan ekonomi AS.

Namun, perintah Trump menghadapi tantangan hukum karena melanjutkan program akan membutuhkan dana federal, yang dikontrol Kongres. Demokrat bersikeras mereka tidak akan mendukung RUU yang tidak memperpanjang manfaat US$ 600 per minggu.

Pada hari Senin, Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan kepada CNBC "Squawk on the Street" bahwa dia terbuka untuk lebih banyak pembicaraan tentang stimulus. "Kami siap untuk memberikan lebih banyak uang di atas meja." katanya

"Tebing fiskal masih merupakan risiko penurunan untuk Agustus," kata Aneta Markowska, kepala ekonom keuangan di Jefferies. 

"Pada September, putaran dukungan fiskal lainnya akan menciptakan momentum positif. Pembukaan kembali sekolah, meskipun hanya di beberapa negara bagian, akan memperkuat momentum positif dengan (1) mendorong belanja kembali ke sekolah dan (2) memungkinkan lebih banyak orang tua untuk kembali bekerja pada bulan September, "katanya dalam catatan kepada klien .

"Intinya, semua bintang berbaris untuk titik infleksi lain dalam aktivitas dan leg kedua dalam pembukaan kembali." pungkasnya.

Kinerja Wall Street yang lumayan oke dini hari tadi tentu menjadi sentimen positif untuk pasar saham kawasan Asia yang bakal buka pada pagi ini. Namun investor juga patut untuk mencermati berbagai sentimen baik dari luar dan dalam negeri penggerak pasar keuangan hari ini.

Pandemi Covid-19 memang masih menjadi risiko terbesar bagi perekonomian global sampai saat ini. Wabah bahkan terus merebak dan tak kunjung usai, baik di luar maupun di Tanah Air. 

Ketegangan antara duo raksasa ekonomi global yaitu AS-China juga menambah buruk prospek pemulihan ekonomi global. Dunia berada dalam resesi global yang sangat dahsyat. 

Namun pemerintah dan bank sentral tak tinggal diam. Stimulus yang masif untuk menahan ekonomi dari kejatuhan lebih lanjut masih diupayakan. Hal ini setidaknya menjadi sentimen positif untuk pasar keuangan. 

Di AS, selain adanya keterbukaan antara Gedung Putih dengan DPR dari Partai Demokrat untuk melanjutkan diskusi seputar keberlanjutan pemberian tunjangan untuk masyarakat, bank sentralnya (Federal Reserves/the Fed) pun masih terus mengguyur sistem keuangan dengan likuiditas.

The Fed kembali melanjutkan pembelian obligasi korporasi baik dengan yang sifatnya blue chip atau investment grade hingga junk di bulan Juli. Selain itu, bank sentral melakukan langkah pertamanya melalui Program Pinjaman untuk Main Street. 

Melalui program tersebut, the Fed telah merestui pinjaman senilai US$ 92 juta untuk 13 perusahaan. Di sisi obligasi, the Fed masih aktif membeli surat utang seperti yang dilakukannya di bulan Juni, bahkan lebih agresif.

Nilai total kepemilikan obligasi oleh the Fed di bawah fasilitas kredit pasar sekunder bank sentral naik menjadi lebih dari US$ 12 miliar. Angka ini kurang lebih US$ 2,5 miliar dari periode yang sama bulan lalu.

Dari dalam negeri, pemerintah juga terus berupaya untuk mendongkrak perekonomian RI dengan memberikan berbagai stimulus. Selain pencairan gaji ke-13 kemarin, pemerintah juga memberikan bantuan sosial (bansos) untuk karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta/bulan. 

Rencananya tunjangan yang diberikan sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan. Namun pembayarannya akan dilakukan selama dua bulan sekali. Awalnya tunjangan ini hanya akan diberikan kepada 13,8 juta karyawan saja, tetapi berdasarkan rapat kementerian dan lembaga jumlahnya bertambah menjadi 15,7 juta pekerja.

Cairnya gaji ke-13 dan bansos untuk 15,7 pekerja swasta ini menjadi sentimen positif bagi harga saham domestik terutama untuk sektor-sektor seperti ritel. Investor juga perlu mencermati data penjualan ritel yang akan dirilis oleh BI hari ini. 

Pada bulan Mei, BI melaporkan penjualan eceran mengalami kontraksi 20,6% (yoy). Trading Economics memperkirakan penjualan ritel bulan Juni masih akan terkontraksi tetapi membaik ke -14%. Jika data penjualan ritel lebih jauh baik dari bulan lalu dan di atas perkiraan, ini akan jadi sentimen positif lain untuk pasar.

Di sisi lain investor juga perlu mencermati perkembangan terbaru soal vaksin Covid-19. Dari dalam negeri, Bio Farma mulai melakukan uji klinis terhadap kandidat vaksinnya kepada 1.620 sukarelawan hari ini. 

"Besok rencana penyuntikan perdana vaksin untuk UK3 [uji klinis 3]. Relawan yang terlibat dalam UK3 sebanyak 1.620 orang," kata Honesti kepada CNBC Indonesia, Senin (10/8/2020).

Seperti diketahui, Bio Farma melakukan uji klinis tahap ketiga atas vaksin hasil kerja sama dengan perusahaan bioteknologi asal China, Sinovac. Kerja sama untuk uji klinis ini dilakukan Bio Farma bersama dengan Fakultas Kesehatan Universitas Padjadjaran.

Rencana produksi juga telah disiapkan dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun dan Desember nanti akan tersedia hingga 250 juta dosis per tahun. Kabar seputar vaksin Covid-19 Bio Farma ini telah memberikan sentimen yang baik di pasar.

Untuk itu investor juga perlu mencermati perkembangan uji klinis yang dilakukan Bio Farma ini. Tentunya kita semua berharap uji klinis akan berjalan lancar dan menunjukkan hasil yang positif.

Berikut sejumlah rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Rlis data transaksi berjalan Jepang bulan Juni 2020 (06.50 WIB)

2. Rilis data NAB Bisnis Confidence Australia bulan Juli 2020 (08.30 WIB)

3. Rilis data penjualan ritel Indonesia bulan Juni 2020 (10.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)-5,32%
Inflasi (Juli 2020 YoY)1,54%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2020)4%
Defisit anggaran (APBN 2020)-6,34% PDB
Transaksi berjalan (kuartal I-2020)-1,42% PDB
Neraca pembayaran (kuartal I-2020)-US$ 8,54 miliar
Cadangan devisa (Juli 2020)US$ 135,1 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article IHSG & Rupiah Menggantungkan Nasib ke BI & Cuan Dagang RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular