
Hari Terakhir Perdagangan Pekan Ini, Siap Cuan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Euforia yang terjadi kemarin akibat perkembangan positif vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) serta rilis data ekonomi Negeri Paman Sam yang baik mampu mendongkrak aset-aset berisiko seperti saham mengalami penguatan. Namun obligasi rupiah pemerintah RI & rupiah justru melemah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,07% ke 4.966,78. Ada 218 saham yang harganya naik, 193 mengalami koreksi dan 150 lainnya stagnan.
Meskipun mengalami apresiasi, IHSG masih belum mampu tembus level psikologis 5.000 dan investor asing masih melepas saham-saham RI dengan aksi net sell sebesar Rp 195 miliar.
Kabar baik datang dari Negeri Paman Sam.
CNBC International melaporkan, kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh kerja sama perusahaan farmasi AS dan Jerman (Pfizer & BioNTech) menunjukkan hasil yang positif.
Kandidat vaksin tersebut dikabarkan mampu menghasilkan antibodi yang dapat menetralkan virus. Artinya antibodi tersebut berfungsi dengan baik untuk menonaktifkan sang virus. Jumlah antibodi yang dihasilkan oleh pasien uji coba lebih banyak 1,8 - 2,8 kali lipat dari mereka yang sudah sembuh.
Hasil studi tersebut dipublikasikan secara online. Meski belum mendapatkan review, kabar gembira ini telah membuat pasar menjadi sumringah.
"Kami didukung oleh data klinis BNT162b1, satu dari empat konstruk mRNA yang kami evaluasi secara klinis menunjukkan hasil yang positif, sebuah penemuan awal yang bagus," kata Kathrin U. Jansen, kepala penelitian dan pengembangan vaksin di Pfizer.
Lebih lanjut perusahaan tersebut juga mengatakan jika vaksin tersebut memperoleh izin dari otoritas kesehatan terkait (FDA), maka perusahaan akan membuat 100 juta dosis akhr tahun ini dan kemungkinan lebih dari 1,2 miliar dosis di akhir tahun 2021.
Selain itu, tanda-tanda ekonomi AS mengalami kebangkitan juga kian nyata. ADP dan Moody's Analytic melaporkan penciptaan lapangan pekerjaan mencapai 2,37 juta pada Juni. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Mei juga direvisi naik menjadi 3 juta.
Sementara itu, Institute for Supply Management (ISM) mengatakan aktivitas manufaktur AS tumbuh ke level tertinggi sejak April 2019, pulih dari kontraksi tajam pada Mei.
ISM mencatat angka PMI manufaktur AS bulan Juni berada di 52,6. Naik signifikan dibanding bulan Mei yang tercatat hanya 43,1. Artinya sektor manufaktur AS mengalami ekspansi pada bulan Juni.
Namun sentimen positif tersebut tak mampu mendongkrak harga obligasi rupiah pemerintah RI. Harga obligasi rupiah tenor panjang justru mengalami koreksi yang terindikasi dari kenaikan imbal hasil (yield). Hanya obligasi pemerintah bertenor 5 tahun yang mengalami apresiasi pada perdagangan kemarin.
Nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi. Kini rupiah sudah sah menyentuh level Rp 14.305/US$ di pasar spot. Rupiah harus melemah 0,81% di hadapan dolar kemarin. Mata uang Garuda memang sempat jadi kesayangan investor.
Rupiah yang sudah menguat tajam sejak menyentuh level penutupan terendahnya di pasar spot pada 23 Maret 2020 di Rp 16.550/US$ memang terus menguat. Hal ini selaras dengan survei yang dilakukan Reuters yang menunjukkan bahwa investor dan pelaku pasar memborong rupiah.
Namun kini rupiah cenderung mulai 'dibuang'. Pelaku pasar yang tadinya mengambil posisi beli (long) terhadap rupiah, kini beralih mengambil posisi jual (short), sehingga harganya menjadi tertekan seperti sekarang ini.
Beralih ke pasar saham Negeri Adidaya (AS), tiga indeks saham utama Negeri Paman Sam berhasil melenggang ke zona hijau dini hari tadi menyusul data tenaga kerja yang lebih baik dari perkiraan.
Ekonomi AS kini semakin menampakkan tanda-tanda pemulihan. Hal ini turut menjadi sentimen positif yang mendongkrak harga aset-aset berisiko seperti saham. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,36%, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing terangkat 0,45% dan 0,52%.
CNBC International melaporkan, dalam sepekan terakhir Dow Jones telah melesat 3,3% dan S&P 500 ikut terangkat sebesar 4% di saat yang sama. Ini sekaligus menjadi rekor kinerja mingguan tertinggi sejak 5 Juni.
Berbeda dengan Dow Jones dan S&P 500, Nasdaq Composite menguat lebih tinggi dengan kenaikan 4,6% dalam sepekan dan menjadi kinerja mingguan terbaik sejak 8 Mei lalu. Bursa saham AS akan tutup di hari Jumat waktu setempat untuk memperingati hari kemerdekaan Negeri Paman Sam (the fourth of July).
Apresiasi harga saham di Wall Street dini hari tadi tak terlepas dari data penciptaan lapangan kerja yang mengejutkan. Data pemerintah menunjukkan, jumlah penciptaan lapagan kerja pada bulan Juni mencapai 4,8 juta.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang meprediksi bakal ada 2,9 juta lapangan kerja yang tercipta di bulan lalu. Tingkat pengangguran di AS pun turun menjadi 11,1% dan lebih baik dari perkiraan ekonom di level 12,4%.
Tingkat pengangguran di AS juga membaik dibanding dua bulan sebelumnya. Departemen Tenaga Kerja AS mencatat tingkat pengangguran di AS bulan April mencapai 14,7% dan membaik di bulan Mei menjadi 13,3% setelah 2,5 juta lapangan kerja tercipta.
"Ini merupakan suatu kejutan bagi ekspektasi pasar" kata Christian Scherrmann, seorang ekonom AS di DWS, melansir CNBC Internationa. "Apa yang kita lihat pada Mei dan Juni merupakan cetak biru untuk pemulihan yang cepat, tetapi hanya jika situasi terkait virus dapat terkontrol" tambahnya.
Bulan lalu, para ekonom memproyeksikan akan ada 8 juta pekerjaan yang hilang. Namun realita yang terjadi justru sebaliknya. Ada tambahan 2,5 juta pekerjaan seiring dengan relaksasi lockdown di berbagai negara bagian.
Meski data yang bagus ini membuat pasar jadi sumringah, Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan klaim tunjangan awal pengangguran AS pada pekan lalu mencapai 1,427 juta. Lebih tinggi dari estimasi ekonom yang disurvei Dow Jones di 1,38 juta.
Data klaim berkelanjutan yang menghitung jumlah orang yang menerima tunjangan pengangguran untuk beberapa minggu juga naik 59 ribu menjadi 19,29 juta.
"Ada diskoneksi ketika Anda melihat dua angka tersebut" kata Megan Horneman, direktur strategi portofolio di Verdence Capital Advisors, merujuk pada laporan ketenagakerjaan dan klaim tunjangan pengangguran
"Hal ini menunjukkan adanya distoris dalam data...Saya tidak berpikir bahwa gambaran mendasar yang sebenarnya di pasar tenaga kerja akan menjadi jelas dalam beberapa bulan" tambahnya.
Data penciptaan lapangan kerja (non-farm payrolls) yang membaik tak hanya membuat Wall Street ditutup di zona hijau, tetapi juga membuat harga minyak mentah melesat. Bersama dengan turunnya stok minyak mentah AS, ini menjadi indikator bahwa perekonomian mulai bangkit dari keterpurukan.
Namun investor juga masih perlu memantau perkembangan terbaru terkait pandemi Covid-19. Lonjakan kasus baru di AS terus terjadi. Pada hari Rabu, AS melaporkan ada tambahan lebih dari 50 ribu kasus baru infeksi Covid-19 dalam sehari. Ini menjadi rekor tertinggi yang pernah tercatat.
"Saat ini data ekonomi seolah melampaui infeksi Covid-19 dan tampaknya pertumbuhan terjadi meski lonjakan kasus terjadi" kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group Chicago.
"Laporan lapangan kerjanya bagus, tetapi di sisi lain ini terlalu bagus dan dapat menghambat program stimulus," kata Bob Yawger, direktur futures untuk energi di Mizuho.
Selain perkembangan pandemi Covid-19, investor juga perlu mencermati hubungan AS-China terkait diloloskan UU Keamanan Nasional Hong Kong.
Reuters melaporkan DPR AS (the House) mengeluarkan rancangan undang-undang pada hari Rabu yang akan menghukum bank jika melakukan bisnis dengan pejabat Cina yang menerapkan undang-undang keamanan nasional baru Beijing yang kejam yang dikenakan pada bekas jajahan Inggris yakni Hong Kong.
China menanggapi dengan mengatakan Amerika Serikat harus berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan memperingatkan bahwa mereka akan dengan tegas menolak.
DPR AS sudah bulat, hal ini mencerminkan kekhawatiran Washington atas hilangnya otonomi yang memungkinkan Hong Kong berkembang sebagai kota paling bebas di China dan pusat keuangan internasional.
Senat AS juga meloloskan undang-undang serupa pekan lalu. Namun di bawah aturan kongres, RUU harus kembali ke Senat dan disahkan di sana sebelum dikirim ke Gedung Putih untuk Presiden Donald Trump untuk menandatangani undang-undang tersebut.
Ketua DPR Nancy Pelosi memberikan padangannya di depan komite yang membahas situasi di Hong Kong dan mengatakan undang-undang keamanan tersebut menandai kematian prinsip "satu negara, dua sistem".
"Undang-undang itu adalah tindakan brutal, tindakan keras terhadap rakyat Hong Kong, yang dimaksudkan untuk menghancurkan kebebasan yang dijanjikan," katanya dalam jajak pendapat Komite Luar Negeri DPR.
"Amerika Serikat harus berhenti meloloskan RUU itu, apalagi menandatangani atau menerapkannya" kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. "Kalau tidak, China akan secara tegas menentang," katanya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan UU Keamanan Nasional Hong Kong merupakan penghinaan bagi semua negara dan Washington akan terus menerapkan arahan Trump untuk mengakhiri status khusus terhadap wilayah itu.
Negeri Paman Sam mulai mencabut status khusus Hong Kong dengan menghentikan ekspor pertahanan dan membatasi akses bagi wilayah itu ke produk-produk teknologi tinggi milik AS.
Investor juga perlu mencermati rilis data ekonomi yang turut mewarnai perdagangan hari ini. Data Purchasing Manager's Index (PMI) sektor jasa di kawasan Asia Pasifik dan Euro Area akan dirilis hari ini.
Jika datanya membaik dan lebih bagus dari ekspektasi maka indikasi pemulihan ekonomi global kian nyata, hal ini tentu akan menjadi sentimen positif untuk pasar.
Well, meski data ekonomi AS menunjukkan bahwa roda ekonomi berputar lebih kencang, tetap saja risiko seputar pandemi Covid-19 dan tensi geopolitik yang tinggi masih membayangi pasar.
Berikut sejumlah data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data pembacaan final PMI Jasa Australia bulan Juni versi CommBank (06:00 WIB).
2. Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Inggris bulan Juni (06:01 WIB).
3. Rilis data pembacaan final PMI Jasa Jepang bulan Juni versi Jibun Bank (07.30 WIB)
4. Rilis data penjualan ritel Australia bulan Mei (08.30 WIB)
5. Rilis data PMI Jasa China bulan Juni versi Caixin (08.45 WIB)
6. Rilis data PMI Jasa Spanyol bulan Juni versi Markit (14.15 WIB)
7. Rilis data PMI Jasa Italia bulan Juni versi Markit (14.45 WIB)
8. Rilis data PMI Jasa Perancis bulan Juni versi Markit (14.50 WIB)
9. Rilis data PMI Jasa Jerman bulan Juni versi Markit (14.55 WIB)
10. Rilis data PMI Jasa Euro Area bulan Juni versi Markit (15.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Juni 2020 YoY) | 1,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,25% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Surplus/defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal I-2020) | -US$ 8,54 miliar |
Cadangan devisa (Mei 2020) | US$ 130,54 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Sengketa Pilpres di MK Memanas, Mampukah Pasar RI Happy Long Weekend?