
Ada Kabar Baik & Buruk, Monggo Dicermati

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kemarin ditutup variatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau dengan penguatan tipis, sementara rupiah dan obligasi rupiah pemerintah RI mengalami koreksi.
Mayoritas pasar saham kawasan Asia kemarin berhasil finish di zona hijau. Meski data produksi industri Jepang terkontraksi -8,4% jauh lebih buruk dari perkiraan di -5,6% untuk bulan Mei, ekspansi sektor manufaktur China masih mampu memberi tenaga bagi bursa saham Benua Kuning.
Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China mengalami kenaikan pada bulan Juni ke 50,9 dari bulan lalu hanya 50,2. Kenaikan ini juga masih jauh lebih baik dari perkiraan konsensus di 50,4.
IHSG pun mengekor kawan-kawannya dan ditutup dengan penguatan, walaupun tipis saja. IHSG mengalami apresiasi 0,073% ke 4.905,392 pada penutupan perdagangan kemarin.
Kendati menguat, investor asing masih melepas kepemilikan sahamnya di RI. Hal ini tercermin dari aksi jual bersih yang dibukukan oleh asing dengan nilai sebesar Rp 467 miliar. Saham yang paling banyak dilego asing adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan net sell mencapai Rp 217 miliar.
Beralih ke pasar Surat Utang Negara (SUN), imbal hasil (yield) obligasi rupiah pemerintah RI terpantau mengalami kenaikan yang mengindikasikan adanya penurunan harga. Obligasi rupiah tenor 10 dan 15 tahun mengalami kenaikan yield sebesar 3,9 basis poin (bps).
Kemarin pemerintah juga melakukan lelang tujuh seri SUN guna membiayai sebagian dari APBN 2020. Target indikatif dari lelang kemarin adalah Rp 20 triliun dengan target maksimal Rp 40 triliun.
Permintaan yang masuk mencapai Rp 72,03 triliun. Artinya ada oversubscibed sebanyak 3,6x. Hal ini mencerminkan bahwa minat investor terhadap instrumen pendapatan tetap (fixed income) di dalam negeri masih baik, mengingat imbal hasil yang ditawarkan masih tergolong menarik.
Sementara itu, nilai tukar rupiah justru harus mengalami pelemahan di hadapan dolar AS. Pada perdagangan spot kemarin untuk US$ 1 dibanderol Rp 14.180. Nilai tukar rupiah sempat melemah 0,49% ke Rp 14.240/US$.
Namun di akhir perdagangan pelemahan mata uang Garuda terpangkas. Rupiah berakhir dengan depresiasi tipis 0,07%.
Kendati Badan Kesehatan Dunia (WHO) mewanti-wanti hal yang buruk belum terlewati akibat lonjakan kasus baru akhir-akhir ini. Sentimen terhadap risiko masih terbilang bagus tercermin dari penguatan harga aset-aset berisiko seperti saham.
"Meski banyak negara sudah membuat kemajuan, secara global, pandemi terus merebak dengan pesat" kata Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah video konferensi.
"The worst is yet to come" begitu kata Tedhros. "Saya mohon maaf harus mengatakan hal tersebut, tetapi dengan kondisis seperti sekarang ini kita takut hal yang terburuk akan tejadi. Oleh sebab itu kita harus menyatukan tindakan untuk melawan virus be
Beralih ke kiblat pasar ekuitas global yakni Wall Street, dini hari tadi tiga indeks saham utama Negeri Paman Sam ditutup dengan penguatan. Harga-harga saham di bursa New York naik dan mencatatkan kinerja kuartalan terbaik setidaknya dalam 20 tahun terakhir.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 215 poin atau naik 0,8%. S&P 500 terangkat 1,5% dan Nasdaq Composite melompat paling tinggi dengan apresiasi sebesar 1,9%.
Dengan begitu Dow Jones mencatatkan kinerja kuartalan terbaik sejak kuartal I-1987 dengan penguatan mencapai 17,8%. S&P membukukan lompatan tertinggi sejak kuartal IV-1998 dengan apresiasi nyaris 20% di kuartal kedua ini. Sementara itu Nasdaq Composite melonjak 30,6% dan menjadi kinerja terbaik sejak 1999.
"Kombinasi dari 1) stimulus 2) tren positif virus, 3) pembukaan kembali perekonomian dan 4) harapan ditemukannya vaksin membuat saham-saham mengalami kenaikan di kuartal kedua" tulis Tom Essaye, pendiri The Sevens Report.
"Memasuki kuartal ketiga hanya ada satu hal yang masih tersisa : stimulus. Ini bukan berarti kita akan melihat adanya koreksi. Namun curigalah terhadap reli yang terjadi di pasar sampai kita benar-benar punya dorongan yang mendukung saham-saham, mengingat kita sangat bergantung pada stimulus saat peruntungan sedang buruk" tambahnya.
Hari selasa menjadi hari terakhir perdagangan kuartal kedua sekaligus bulan ini. Ketiga indeks utama mencatatkan apresiasi dengan Dow Jones bertambah 1,7%, sedangkan S&P dan Nasdaq Composite masing-masing naik 1,8% dan 6%.
"Sangat susah untuk melihat pasar melanjutkan apa yang sudah dicapai selama musim panas" kata Quincy Krosby selaku chief market strategist at Prudential Financial.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pasar kemungkinan akan mengalami kenaikan volatilitas jika kasus infeksi virus corona terus meningkat serta pengembangan obat dan vaksin gagal.
Jalan menuju pemulihan ekonomi yang ditempuh Negeri Paman Sam juga tidak mudah. Hal ini disampaikan langsung oleh ketua the Fed, Jerome Powell.
"Output dan tenaga kerja masih jauh di bawah level sebelum pandemi. Jalan ke depan untuk perekonomian sangatlah tidak pasti dan akan bergantung pada seberapa sukses kita menekan [penyebaran] virus itu sendiri" kata Powell, sebagaimana diwartakan CNBC Internationl.
"Pemulihan secara total kemungkinannya kecil hingga orang-orang percaya diri untuk kembali beraktivitas" tambahnya. "Jalan ke depan juga akan bergantung pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah di semua tingkatan untuk menyediakan kelonggaran dan bantuan selama yang dibutuhkan"
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Powell setelah terjadi lonjakan kasus terutama di beberapa negara bagian yang secara agresif melonggarkan lockdown.
Kinerja Wall Street yang positif tentu jadi sentimen positif untuk pasar pada hari ini, terutama untuk bursa saham Benua Kuning yang akan buka pada pagi hari. Namun ada beberapa sentimen lain yang perlu dicermati.
Peningkatan kasus infeksi virus corona di berbagai negara masih harus terus dipantau. Sudah lebih dari 10,3 juta orang didunia dinyatakan positif terinfeksi virus berbahaya itu. Lebih dari 500 ribu nyawa orang di dunia melayang jadi korban keganasan sang virus.
AS masih menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di dunia dengan total tak kurang dari 2,6 juta orang dinyatakan mengidap Covid-19. Penasihat Kesehatan Gedung Putih Dr. Anthony Fauci memperingatkan bahwa pertambahan jumlah kasus di AS bisa sangat mengerikan dengan 100 ribu kasus per hari.
Negeri Adidaya tersebut kini melaporkan lebih dari 40 ribu kasus baru setiap harinya. Hampir dua kali lipat dari 22,8 ribu pada pertengahan Mei lalu. Lonjakan kasus paling banyak dilaporkan di bagian selatan dan barat. Fauci mengatakan 50% dari total kasus baru berasal dari empat negara bagian : Florida, California, Texas dan Arizona.
"Saya tidak bisa membuat prediksi yang akurat tetapi ini akan menjadi sangat mengganggu" kata Fauci kepada senator saat audiensi dengan komite senat bidang kesehatan, pendidikan, tenaga kerja dan pensiunan.
"Kita sekarang punya lebih dari 40 ribu kasus baru per harinya. Saya tidak akan terkejut jika angkanya naik ke 100 ribu per hari jika tak ada pembalikan arah, sehingga saya sangat prihatin," tambahnya, mengutip CNBC International.
Jika kasus terus bertambah dan memicu terjadinya lockdown, maka jelas ini bukanlah kabar baik bagi pasar dan perekonomian. Sampai saat ini lonjakan kasus di Beijing dan Leicester membuat China & Inggris harus mengkarantina wilayah tersebut.
Di tengah merebaknya pandemi yang tak berkesudahan ini, investor juga perlu mewaspadai adanya tensi geopolitik yang tinggi. Baru-baru ini dunia dihebohkan dengan permintaan Iran untuk menangkap Presiden AS Donald Trump atas kasus pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani awal tahun ini.
Namun Interpol menolak membantu Iran untuk melakukan penangkapan terhadap Trump.
"Mengacu pada pasal 3 konstitusi INTERPOL, organisasi sangat dilarang untuk melakukan berbagai bentuk aksi intervensi atau aktivitas politik, militer, keagamaan atau sesuatu yang mengandung unsur rasis" tulis organisasi internasional yang berbasis di Lyon itu dalam sebuah email, sebagaimana diwartakan CNBC International.
"Sehingga, jika ada permintaan serupa dikirimkan ke sekretariat jenderal, berdasarkan ketentuan dan konstitusi kami, INTERPOL tidak akan mempertimbangkan permintaan untuk kasus ini" tambahnya.
Selain poros AS-Iran, poros AS-China juga perlu dicermati. CNBC International melaporkan bahwa Presiden Negeri Tirai Bambu Xi Jinping telah menandatangai undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong.
Undang-undang tersebut dinilai dapat merusak status otonomi Hong Kong yang menganut asas satu negara dua sistem. Hal ini mendapat protes terutama oleh rival China yaitu AS. Dengan lolosnya UU ini, AS tentunya akan semakin geram.
Pekan lalu, IMF dalam laporannya yang bertajuk Global Financial Stability Report mengatakan ada beberapa hal berpotensi membuat pasar keuangan kembali tertekan yaitu ancaman gelombang kedua wabah corona, kerusuhan sosial hingga tensi geopolitik terutama hubungan dagang antar negara yang memanas.
Berikut sejumlah data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data neraca dagang Korea Selatan bulan Juni (07:00 WIB).
2. Rilis data PMI manufaktur Jepang bulan Juni versi Jibun Bank (07:30 WIB).
3. Rilis data PMI manufaktur Korea Selatan bulan Juni versi Markit (07.30 WIB)
4. Rilis data inflasi bulan Juni dan keyakinan bisnis Indonesia (11.00 WIB)
5. Rilis data indeks keyakinan konsumen Jepang bulan Juni (12.00 WIB)
6. Rilis data penjualan ritel dan pengangguran Jerman bulan Mei (13.00 WIB)
7. Rilis data PMI manufaktur AS bulan Juni versi ISM (21.00 WIB)
8. Rilis data perminyakan AS versi EIA (21.30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Mei 2020 YoY) | 2,19% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,25% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Surplus/defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal I-2020) | -US$ 8,54 miliar |
Cadangan devisa (Mei 2020) | US$ 130,54 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini