
Corona Membayangi Sentimen Investor, Lalu Harus Bagaimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan hari Senin kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pasar obligasi pemerintah cenderung melemah tapi nilai tukar rupiah kembali menguat.
Kemarin, IHSG ditutup sedikit koreksi 0,54%, dengan investor asing malah membukukan beli bersih (net buy) Rp 321,49 miliar. Sentimen yang jadi pemicunya yaitu pandemi COVID-19 masih belum mereda dan langkah sejumlah daerah yang mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pelemahan IHSG juga membuat harga saham kelompok saham big cap juga berfluktuasi. Mengacu data BEI, hingga akhir pekan lalu total kapitalisasi pasar saham-saham big cap mencapai Rp 2.525 triliun.
Sementara hingga Senin kemarin, total kapitalisasi pasar saham big cap turun menjadi Rp 2.517 triliun. Market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.
Di pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) cenderung turun. Penurunan harga terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) untuk kesemua seri acuan (benchmark).
Seri acuan yang paling melemah kemarin adalah FR0083 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 4,90 basis poin (bps) menjadi 8,33%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pelemahan dalam harga Surat Utang Negara (SUN) kemarin tidak senada dengan kenaikan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, meski bervariasi. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN menjadi yang terburuk kedua setelah China.
Hal tersebut mencerminkan investor global masih enggan masuk ke pasar pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah risiko resesi akibat penyebaran wabah virus corona yang semakin meningkat.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alias greenback ditutup menguat 1,14% ke Rp 15.620/US$ di pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah menguat tajam kemarin. Penyebaran pandemi COVID-19 yang mulai sedikit melambat memunculkan harapan segera berakhirnya masa karantina di beberapa wilayah/negara. Dengan begitu diharapkan roda perekonomian kembali berputar.
Meski di beberapa wilayah kembali mengalami peningkatan, tetapi secara global berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Laju penambahan satu digit persentase tersebut menunjukkan penyebaran COVID-19 sudah mulai melandai secara global dan bisa menjadi kabar bagus.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry warjiyo juga mengatakan bahwa "Pada saat ini level (rupiah) kalau diukur secara fundamental artinya kalau diukur dengan tingkat inflasi, defisit transaksi berjalan, dan perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri, itu menunjukkan nilai tukar rupiah masih undervalued artinya masih kecenderungannya menguat," ungkapnya di Jakarta, Kamis (9/4/2020).
Keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam penanganan Covid-19 dan dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun kredit juga salah satu pemicu penguatan rupiah, tambah Perry.
Terakhir, lanjut Perry, pasar melihat tingkat kenaikan kasus COVID-19 berangsur-angsur menurun didukung oleh langkah-langkah berbagai negara untuk menekan penyebaran pandemi COVID-19, termasuk di Indonesia.
Sementara penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan diimplementasikan di DKI Jakarta mulai tanggal 10 April 2020 diprakirakan akan dapat menekan penyebaran pandemi COVID-19.
Berdasarkan catatan terakhir dari situs Johns Hopkins University menunjukkan hampir 1,9 juta orang terpapar virus corona di lebih dari 180 negara, dengan angka kematian mencapai 117.569 jiwa.Di indonesia sendiri ada 4.557 orang terinfeksi positif virus corona dan korban jiwa tercatat sebanyak 399 orang.
Kecepatan pertumbuhan kasus corona di Indonesia sedikit banyak membuat investor cemas. Ini membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih dijauhi untuk sementara waktu.
Hal ini juga tercermin dengan turunnya angka VIX sepekan kemarin yang mulai mereda. VIX yang menunjukkan nilai volatilitas pasar turun 12,31% menjadi 41,67. Kendati demikian, penurunan ini tidak serta merta membuat kondisi ekonomi dari pandemi corona menjadi terkendali dan berangsur pulih.
Jadi akan lebih baik jika investor saat ini 'wait and see' menanggapi dari penanganan pandemi virus corona.Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup turun pada perdagangan Senin (13/4/2020), karena investor terus mencerna prospek dari penyebaran virus corona sambil bersiap untuk memulai musim pendapatan perusahaan.
Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 328,6 poin atau 1,4% menjadi 23.390,77. Indeks S&P 500 terjun 28,19 poin atau 1% ke 2.761,63 sedangkan indeks Nasdaq menguat 38,85 poin atau 0,5% ke level 8.192,42.
Kelemahan awal di Wall Street sebagian disebabkan oleh aksi ambil untung (taking profit), karena beberapa investor melikuidasi keuntungannya di tengah reli pekan lalu, yang mengangkat indeks utama ke level terbaik mereka dalam kurun hampir sebulan.
Kekhawatiran yang berkepanjangan tentang dampak ekonomi dari pandemi virus corona juga membebani pasar, dengan jumlah kematian setiap hari akibat virus tersebut di AS mencapai rekor tertinggi lebih dari 2.000 pada hari Jumat lalu.
Namun, penasihat kesehatan Gedung Putih Dr. Anthony Fauci menyatakan "optimisme kewaspadaan" wabah ini mulai melambat, dalam sebuah wawancara dengan CNN pada hari Minggu.
Fauci mencatat bahwa kasus rawat inap dan perawatan intensif di wilayah metropolitan New York tidak hanya stabil tetapi juga menurun.
"Jadi, di situlah kita berharap. Dan optimisme kewaspadaan bahwa kita melihat penurunan itu," kata Fauci. "Dan jika Anda melihat pola kurva di negara-negara lain, setelah Anda mencapai puncaknya, mudah-mudahan, kita akan melihat penurunan yang sangat tajam." Melansir dari CNBC Internasional.
Terlepas dari beragamnya sentimen pasar yang lebih luas, saham-saham sektor perumahan (property) mengalami pelemahan yang substansial pada penutupan perdagangan dini hari tadi, setelah reli pekan lalu. Mencerminkan kelemahan di sektor ini, Indeks sektor perumahan Philadelphia anjlok 5,5% setelah meroket hampir 30% minggu lalu.
Pengambilan laba juga berkontribusi terhadap kelemahan signifikan di antara saham-saham perbankan, yang tercermin dari penurunan 3,9% pada KBW Bank Index. Sahama real estat, utilitas, dan bahan kimia juga melihat kelemahan yang cukup besar setelah membalikkan beberapa kinerja terbaik pekan lalu.
Sementara saham Caterpillar adalah saham berkinerja terburuk di komponen Dow Jones, jatuh lebih dari 8%. Penurunan saham didorong oleh penurunan peringkat dari analis Bank of America.
Di sisi lain, saham emas bergerak naik tajam selama sesi, mendorong NYSE Arca Gold Bugs Index naik 7,1%.
Reli oleh saham emas seiring dengan harga logam mulia yang menunjukkan penguatan, harga emas berjangka untuk pengiriman Juni naik US$ 8,60 menjadi US$ 1.760,90/troy ons.Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di bursa saham Wall Street yang ditutup melemah, kemungkinan memberikan sentimen negatif bagi bursa saham global dan domestik.
Meski demikian, kelemahan di Wall Street sebagian disebabkan oleh aksi ambil untung (taking profit), karena beberapa investor melikuidasi keuntungannya di tengah reli pekan lalu, yang mengangkat indeks utama ke level terbaik mereka dalam kurun hampir sebulan.
Jika dicermati lebih lanjut, dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve /The Fed AS), Wall Street masih punya amunisi untuk kembali menguat.
Federal Reserve telah mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyelamatkan ekonomi selama krisis virus corona. Ada pemotongan suku bunga dan serangkaian program kredit dan pinjaman yang dapat menyuntikkan lebih dari US$ 6 triliun ke dalam perekonomian.
Sebelumnya Kongres telah mengeluarkan US$ 2 triliun dalam upaya penyelamatan, kali ini The Fed kembali mengucurkan stimulus senilai US$ 2,3 triliun.
The Fed memberikan pinjaman lunak kepada perbankan untuk disalurkan kembali kepada perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan. Ini dilakukan untuk menekan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi sekecil-kecilnya.
Sealin itu, The Fed juga memberikan rincian lebih lanjut tentang rencananya untuk membeli surat berharga peringkat ‘investment grade’ hingga obligasi 'junk'.
Tentunya stimulus ini mampu memberikan harapan atau daya dorong bagi pergerakan bursa saham Wall Street menguat, yang pada gilirannya berimbas ke penguatan bursa saham global bahkan bursa saham Tanah Air.
Sentimen Kedua, yaitu perkembangan penyebaran wabah virus corona. Per pukul 04:30 WIB, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 1,9 juta orang, dengan jumlah korban jiwa sebanyak 118,623 orang.
Di Indonesia sendiri, ada 4.557 orang terinfeksi positif virus corona dan korban jiwa tercatat sebanyak 399 orang.
Situasi ini bisa mempengaruhi psikologis investor. Arus modal asing enggan masuk ke Indonesia sepanjang data dan persepsi belum membaik.
Sementara langkah-langkah sejumlah daerah yang mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) turut berkontribusi penurunan pendapatan dari sektor terdampak pandemi corona dalam kinerja emiten terkait, meski sifatnya sementara.
Kenapa sementara, ketika penyebaran pandemi corona dapat dibatasi ruang lingkupnya dari kebijakan PSBB tersebut, tentunya penambahan jumlah kasus akan semakin minim dan pasien terpapar corona dapat ditangani secara maksimal, sehingga jumlah pasien sembuh akan semakin bertambah.
Pada gilirannya kebijakan ini pun akan mengalami pelonggaran sampai situasi kondusif aman terkendali.
Ketika pembatasan menjadi longgar, orang-orang mulai berkativitas kembali, maka roda perekonomian kembali beputar. Ekonomi pun berangsur-angsur pulih dari tekanan pandemi corona yang merusak ke semua lini.Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI April 2020
- Pemberitahuan RUPS Rencana 31/12/2019 PT Bank Artos Indonessia Tbk (ARTO)
- Pemberitahuan RUPS Rencana PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB)
- Pemberitahuan RUPS Rencana 31-12-2019 Bank Permata (BNLI)
- Neraca Perdagangan China (Tentative)
- Pertemuan Kelompok G7 (Tentative)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Maret 2020 YoY) | 2,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020) | 4,5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (2019) | -2,72% PDB |
Cadangan devisa (Maret 2020) | US$ 120,97 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har) Next Article Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini
