Polling CNBC Indonesia

Konsensus: Inflasi Maret 'Jinak' di 0,13% MoM, 2,98% YoY

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 March 2020 06:50
Konsensus: Inflasi Maret 'Jinak' di 0,13% MoM, 2,98% YoY
Ilustrasi Gudang Beras (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia pada Maret masih relatif 'jinak'. Sepertinya musim panen raya di sejumlah daerah sentra pertanian membantu menekan laju inflasi.

Badan Pusat Statistik dijadwalkan merilis data inflasi Maret 2020 pada esok hari, Rabu (1/4/2020). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan media inflasi bulanan (month-on-month/MoM) di 0,13%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) di angka 2,98%.

Institusi

Inflasi (%MoM)

Inflasi (%YoY)

Inflasi Inti (%YoY)

Citi

0.05

2.91

2.72

Barclays

-

2.82

2.64

DBS

-

2.9

-

ING

-

2.68

-

Maybank Indonesia

0.12

2.98

2.82

ANZ

0.06

2.93

2.72

BCA

0.23

3.1

3.2

Bank Danamon

-

3.01

2.83

Bank Permata

0.13

2.99

2.79

BNI Sekuritas

0.15

3.01

-

Standard Chartered

0.14

3.01

2.82

MEDIAN              

0.13

2.98

2.805


Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Maret hingga pekan ketiga adalah 0,11% MoM. Ini membuat laju inflasi tahunan berada di 2,98%. Searah dengan ekspektasi pasar.


Pada Maret, biasanya Indonesia memasuki musim panen raya beras. Panen membuat pasokan beras memadai sehingga tidak ada gejolak harga yang berarti.

Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata nasional harga beras kualitas medium I pada awal Maret adalah Rp 11.950/kg. Pada 30 Maret, harganya turun menjadi Rp 11.850/kg. Harga relatif stabil, bahkan bisa turun meski tidak banyak.



Beras adalah komoditas dengan sumbangan tertinggi di keranjang inflasi. Jadi ketika harga beras stabil, bahkan turun, inflasi umum kemungkinan besar akan terkendali.


"Di samping itu, impor bawang putih sudah mulai masuk. Ini membuat kelangkaan teratasi sehingga harga bergerak turun," kata Damhuri Nasution, Ekonom BNI Sekuritas.

Pada awal Maret, rata-rata nasional harga bawang putih ukuran sedang masih Rp 46.050/kg. Pada 30 Maret, turun ke Rp 45.100/kg.




Namun, deflasi belum bisa tercipta karena masih ada tekanan seperti kenaikan harga emas. Di tengah wabah virus corona, emas menjadi pelarian untuk berlindung dari ketidakpastian. Tingginya permintaan membuat harga emas melonjak.

Sepanjang Maret hingga tanggal 30, harga emas dunia naik 2,06% secara point-to-point. Kenaikan harga di level global tentu mempengaruhi harga emas perhiasan di dalam negeri yang menjadi salah satu kontributor dalam keranjang Indeks Harga Konsumen.





Inflasi umum memang terlihat baik-baik saja. Namun ada satu hal yang perlu diwaspadai yaitu inflasi inti.

Median konsensus pasar CNBC Indonesia menunjukkan inflasi inti pada Maret adalah 2,805% YoY. Terakselerasi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,76%.

Di satu sisi, percepatan laju inflasi inti bisa diartikan sebagai kuatnya daya beli rumah tangga. Sebab inflasi inti naik menandakan konsumen rela membayar lebih untuk barang dan jasa yang sulit mengalami perubahan harga alias persisten.

Namun di sisi lain, inflasi inti juga dibentuk oleh fundamental ekonomi seperti kurs dan ekspektasi. Harap maklum kalau inflasi inti naik, karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi begitu dalam.

Sejak awal hingga 30 Maret, pelemahan rupiah mencapai nyaris 14,5%. Luar biasa...




Kemudian, percepatan laju inflasi inti juga menunjukkan ekspektasi konsumen terhadap tekanan harga pada masa mendatang. Ekspektasi ini menjadi masuk akal karena wabah virus corona.

Penyebaran virus corona yang begitu masif membuat pemerintahan di berbagai negara memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat. Banyak pabrik yang tutup untuk sementara demi mencegah penularan virus lebih lanjut.

Kebijakan ini membuat aktivitas pertanian dan industri manufaktur menjadi berkurang karena minimnya pasokan bahan baku maupun sumber daya manusia. Penurunan aktivitas akan menyebabkan berkurangnya hasil produksi (output) yang bisa menyebabkan kelangkaan. Ketika barang langka harga akan naik dan tekanan inflasi pun terasa.

"Mencegah orang pergi bekerja membuat rantai pasok terganggu, ada shock di produktivitas. Terbatasnya sumber daya manusia dan produksi menciptakan tekanan inflasi. Sementara di sisi lain permintaan masih akan lemah. Ini yang disebut stagflasi, di mana inflasi naik tetapi pertumbuhan ekonomi justru melambat," tulis Victor Li, Profesor Ekonomi di Villanova School of Business, dalam kolomnya di CNBC International.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular