
Newsletter
Libur "Ekstra Panjang" Imlek Usai, Saatnya Bergeliat China!
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
10 February 2020 06:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepekan kemarin, pasar keuangan dalam negeri kembali bergerak tak kompak. Tatkala bursa saham dan pasar obligasi ditutup menguat, rupiah justru melemah. Benak pelaku pasar belum mengendap menjawab pertanyaan: secepat apa virus corona bisa teratasi, dan seburuk apa dampaknya bagi ekonomi China?
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan kemarin Jumat (9/2/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 59 poin atau sebesar 1% di level 5.999 pada penutupan Jumat (7/2/2020). Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 34,3 triliun dengan jual bersih (net sell) investor asing mencapai Rp 1,79 triliun di pasar reguler.
Pasar surat utang juga sedang diterpa sentimen positif. Imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun tercatat d level 6,575%, melemah dibandingkan posisi Jumat pekan sebelumnya pada 6,646%. Pelemahan imbal hasil mengindikasikan bahwa harga obligasi sedang menguat karena diburu investor.
Namun nasib buruk sedikit justru menimpa rupiah. Mata Uang Garuda tersebut sepanjang pekan lalu terkoreksi sebesar 0,15% di pasar spot pada Rp 13.670/dolar AS. Meski begitu, rupiah masih menempati posisi kinerja terbaik ketiga di kawasan Asia Tenggara.
Kinerja sepekan tersebut menempatkan IHSG di posisi ke-10 dari 13 bursa utama yang ada di kawasan Asia Pasifik. Kinerja tersebut masih lebih baik dari bursa Australia yang naik hanya 0,01%, bursa Vietnam dengan kenaikan 0,44%, dan bursa Singapura yang naik hanya 0,88%.
Bisa dikatakan penguatan IHSG dan bursa-bursa utama kawasan Asia Pasifik merupakan pembalikan arah (technical rebound) dari penurunan pada pekan sebelumnya ketika diguncang virus corona. Maklum, pada pekan terakhir Januari lalu IHSG anjlok hingga 304 poin atau 4,87%, menjadi penurunan terdalam sejak pertengahan bulan Mei 2019 lalu.
Kondisi yang berbeda terjadi pada rupiah yang terkoreksi. Namun jangan salahkan pemerintah ataupun pelaku pasar dulu! Pasar keuangan AS pekan lalu memang dibanjiri sentimen positif sehingga mendorong aksi beli aset investasi di Negara Adidaya tersebut. Indeks dolar AS pun menguat.
Pekan lalu, AS merilis data lapangan pekerjaan non-pertanian yang membaik dengan menciptakan 225.000 pekerjaan pada bulan Januari 2020, angka tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan 160.000 pekerjaan saja.
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan kemarin Jumat (9/2/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 59 poin atau sebesar 1% di level 5.999 pada penutupan Jumat (7/2/2020). Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 34,3 triliun dengan jual bersih (net sell) investor asing mencapai Rp 1,79 triliun di pasar reguler.
Pasar surat utang juga sedang diterpa sentimen positif. Imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun tercatat d level 6,575%, melemah dibandingkan posisi Jumat pekan sebelumnya pada 6,646%. Pelemahan imbal hasil mengindikasikan bahwa harga obligasi sedang menguat karena diburu investor.
Namun nasib buruk sedikit justru menimpa rupiah. Mata Uang Garuda tersebut sepanjang pekan lalu terkoreksi sebesar 0,15% di pasar spot pada Rp 13.670/dolar AS. Meski begitu, rupiah masih menempati posisi kinerja terbaik ketiga di kawasan Asia Tenggara.
Kinerja sepekan tersebut menempatkan IHSG di posisi ke-10 dari 13 bursa utama yang ada di kawasan Asia Pasifik. Kinerja tersebut masih lebih baik dari bursa Australia yang naik hanya 0,01%, bursa Vietnam dengan kenaikan 0,44%, dan bursa Singapura yang naik hanya 0,88%.
Bisa dikatakan penguatan IHSG dan bursa-bursa utama kawasan Asia Pasifik merupakan pembalikan arah (technical rebound) dari penurunan pada pekan sebelumnya ketika diguncang virus corona. Maklum, pada pekan terakhir Januari lalu IHSG anjlok hingga 304 poin atau 4,87%, menjadi penurunan terdalam sejak pertengahan bulan Mei 2019 lalu.
Kondisi yang berbeda terjadi pada rupiah yang terkoreksi. Namun jangan salahkan pemerintah ataupun pelaku pasar dulu! Pasar keuangan AS pekan lalu memang dibanjiri sentimen positif sehingga mendorong aksi beli aset investasi di Negara Adidaya tersebut. Indeks dolar AS pun menguat.
Pekan lalu, AS merilis data lapangan pekerjaan non-pertanian yang membaik dengan menciptakan 225.000 pekerjaan pada bulan Januari 2020, angka tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan 160.000 pekerjaan saja.
Next Page
Wall Street Temukan Momentum Penguatan
Pages
Most Popular