Newsletter

Sudah Menghijau 3 Hari Tanpa Putus, Hari Ini IHSG Apa Kabar?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 February 2020 06:17
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: Bursa Jepang (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Pada perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (7/2/2020), pelaku pasar patut mencermati beberapa sentimen. Pertama, kinerja Wall Street yang menggembirakan pada perdagangan kemarin.

Sebagai kiblat dari pasar keuangan dunia, apresiasi Wall Street pada perdagangan kemarin tentu berpotensi memantik aksi beli di pasar keuangan Asia pada hari ini.

Sentimen kedua yang perlu dicermati pelaku pasar adalah perkembangan terkait dengan infeksi virus Corona.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Melansir publikasi dari Johns Hopkins, hingga kini setidaknya sebanyak 28 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir publikasi dari Johns Hopkins, hingga kini sedikitnya 560 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 28.000.

Riset dari Standard & Poor's (S&P) menyebutkan bahwa virus Corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sekitar 1,2 persentase poin. Jadi, kalau pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini diperkirakan berada di level 6%, maka virus Corona akan memangkasnya menjadi 4,8% saja.

Untuk diketahui, pada tahun 2019 perekonomian Negeri Panda tercatat tumbuh sebesar 6,1%, melambat signifikan dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

"Pada tahun 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 persentase poin dari pertumbuhan ekonomi China yang sebesar 6,1%. Dengan perkiraan konsumsi domestik turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang sekitar 1,2 persentase poin," tulis riset S&P.

Meluasnya infeksi virus Corona memang datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri sejatinya memperkirakan bahwa akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Namun, kemungkinan besar estimasi tersebut akan meleset jauh, mengingat banyak wilayah di China yang dikarantina guna menekan meluasnya infeksi virus Corona.

Bahkan, pemerintah China memutuskan untuk memperpanjang libur Tahun Baru China di negaranya. Padahal, libur Tahun Baru China pada awalnya dijadwalkan untuk berlangsung pada tanggal 24 hingga 30 Januari 2020.

Berlaku secara nasional, pemerintah China kemudian memperpanjang libur Tahun Baru China hingga akhir pekan kemarin.

Menurut estimasi dari Morgan Stanley, jika libur Tahun Baru China diperpanjang selama satu minggu secara nasional, tingkat produksi industri untuk periode Januari 2020 dan Februari 2020 bisa terpangkas lima hingga delapan persentase poin, seperti dilansir dari CNBC International.

Melansir pemberitaan CNBC International, hingga Senin pagi (3/2/2020) setidaknya 24 provinsi, kota, dan wilayah di China telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk menghentikan operasional hingga setidaknya tanggal 10 Februari.

Bahkan, provensi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus Corona telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk tak beroperasi hingga setidaknya tanggal 14 Februari.

Menurut perhitungan CNBC International menggunakan data yang dipublikasikan oleh Wind Information, 24 provinsi, kota, dan wilayah yang memperpanjang libur Tahun Baru China tersebut berkontribusi sebesar lebih dari 80% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) China. Sementara itu, kontribusi dari wilayah-wilayah tersebut terhadap total ekspor mencapai 90%.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Melansir CNBC International, pasca tumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.

“Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003,” tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global. (ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular