Polling CNBC Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi 2019 Diramal 5,04%, Kecewa atau Bangga?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 February 2020 06:30
Semua Karena Perang Dagang
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Meski melambat, sepertinya konsumsi rumah tangga masih mampu menopang pertumbuhan ekonomi tidak sampai di bawah 5%. Kala konsumsi masih tegak berdiri, maka ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh karena kelompok ini menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun harus diakui bahwa konsumsi memang melambat, kemungkinan sulit untuk tumbuh 5,05% seperti 2018. Sebab, konsumsi terkena dampak ikutan (spill-over effect) dari masalah yang dialami ekspor dan investasi.

Sepanjang 2019, BPS mencatat ekspor terkontraksi 6,94% YoY. Jauh melambat ketimbang 2018 yang mampu tumbuh 6,65% YoY. Penyebabnya apa lagi kalau bukan perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China.

Kedua negara ini memang sudah rujuk dan menandatangani kesepakatan damai dagang Fase I, tetapi itu baru terjadi awal tahun ini. Sepanjang tahun lalu, perang dagang berkecamuk dengan hebat. AS dan China saling hambat perdagangan dengan mengenakan berbagai bea masuk. Total AS mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 360 miliar dan China membalas dengan membebankan bea masuk kepada produk made in the USA senilai lebih dari US$ 110 miliar.

Baca: Ini Poin-poin Damai Dagang dengan China Versi AS

Walau yang 'bertempur' adalah AS dan China, tetapi dunia merasakan getahnya. Globalisasi membuat perekonomian dunia saling terhubung, apa yang terjadi di suatu negara bakal mempengaruhi yang lainnya.

Saat produk China sulit masuk ke AS gara-gara tingginya bea masuk, demikian pula sebaliknya produk AS sulit menembus pasar China, maka dunia usaha kedua negara akan mengurangi produksi. Terlihat bahwa pertumbuhan produksi industri di China dan AS sama-sama melambat, bahkan AS sudah masuk ke zona negatif.



Ketika produktivitas di AS dan China menurun, otomatis permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut seret. Padahal AS dan China adalah kekuatan ekonomi terbesar di dunia, pasar terbesar di kolong langit. Semua negara menjual barang kepada mereka.

Permintaan AS dan China yang turun membuat arus perdagangan global nyaris lumpuh. Rantai pasok global yang terhambat membuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Oktober tahun lalu memperkirakan pertumbuhan perdagangan dunia hanya 1,2% pada 2019. Jauh melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 2,6%.

"Pembatasan perdagangan yang tinggi telah melukai pasar tenaga kerja, penciptaan lapangan kerja, dan daya beli rumah tangga. Sepanjang 2019, terdapat 102 kebijakan perdagangan yang bersifat restriktif. Beberapa sektor yang terkena larangan impor adalah mineral dan minyak, mesin, peralatan listrik, serta logam mulia. Nilainya mencapai US$ 746,9 miliar," papar laporan WTO.



(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular