Newsletter

Ngeri! Virus Corona Mengganas, Waspada Saham-saham Berguguran

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
27 January 2020 06:21
Ngeri! Virus Corona Mengganas, Waspada Saham-saham Berguguran
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepekan kemarin, pasar keuangan dalam negeri bergerak tak kompak, kala rupiah dan SUN ditutup menguat, indeks bursa saham tanah air malah melemah. Pasar masih mencemaskan penyebaran virus corona baru yang akhir-akhir ini terjadi.

Pada penutupan perdagangan terakhir pekan kemarin Jumat (24/1/2020), indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,082% ke posisi 6.244,11. Dalam sepekan terakhir, IHSG melorot 0,8%.


Namun IHSG tak sendirian, mayoritas bursa saham kawasan Asia pekan kemarin juga mencatatkan koreksi. Indeks Strait Times ambles 1,2% dalam sepekan, indkes KLCI juga terpangkas 1,4%. Indeks bursa saham China dan Hang Seng bahkan anjlok masing-masing sebesar 3,2% dan 3,8%. Sementara itu indeks Kospi dan Nikkei masing-masing turun 0,2% dan 0,9%.



Melihat kinerja tersebut, IHSG mengokohkan diri berada di posisi runner up jika dibandingkan dengan kinerja enam bursa saham utama kawasan Asia lainnya. Walau IHSG mengalami koreksi, nilai tukar rupiah malah makin perkasa di hadapan dolar.

Pada hari terakhir perdagangan minggu kemarin, rupiah di pasar spot dihargai Rp 15.565/US$. Dalam sepekan rupiah mencatatkan penguatan 0,48% dan menjadi mata uang paling perkasa kedua di benua kuning setelah Yen kalau dilihat secara mingguan.



Dilihat lebih jauh, keperkasaan rupiah ini mulai terjadi sejak awal tahun. Dari awal tahun rupiah mengalami reli tak terbendung dan menjadi mata uang paling perkasa di dunia. Tak tanggung-tanggung, belum genap sebulan di tahun 2020 ini, rupiah telah mencatatkan penguatan lebih dari 2%.


Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menilai penguatan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini dikarenakan fundamental ekonomi Indonesia yang terus membaik. "Penguatan rupiah didorong oleh pasokan valas dari eksportir dan aliran modal asing sejalan prospek ekonomi Indonesia yang terjaga dan ketidakpastian global yang menurun" kata Perry, Kamis (23/1/2020).

Mendukung penguatan rupiah, pasar SUN juga mengalami apresiasi sepekan kemarin. Kenaikan harga obligasi rupiah pemerintah tercermin dari penurunan tingkat imbal hasilnya.

Di hari terakhir perdagangan, seri acuan obligasi rupiah yang paling menguat adalah yang bertenor 15 tahun dengan penurunan imbal hasil mencapai 11,6 basis poin. Investor asing masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,84 triliun sepekan kemarin.

Walau rupiah dan pasar SUN tanah air masih menguat, pasar tetap saja cemas dengan merebaknya virus corona yang akhir-akhir ini jadi sorotan. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa korban meninggal sudah mencapai 56 orang. Jumlah kasus pun tiap hari bertambah. Kabar teranyar, CNBC Internasional melaporkan hingga 26 Januari 2020 jumlah kasus sudah mencapai 2.116 kasus.

Walau kasus dan jumlah korban meninggal paling banyak ditemukan di Wuhan sebagai lokasi pertama virus ini muncul, jumlah negara lain yang melaporkan penemuan kasus ini juga semakin bertambah.

Sampai saat ini negara yang sudah melaporkan adanya penemuan virus corona baru yaitu Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Macau, Thailand, Taiwan, Vietnam, Nepal, Perancis, Australia, Canada hingga Amerika Serikat. Korban terus berjatuhan dan dunia menjadi waspada akan kemungkinan pandemi seperti SARS tujuh belas tahun silam.

[Gambas:Video CNBC]



Walau virus corona baru sudah menyebar ke berbagai negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai saat ini masih belum mendeklarasikan kondisi saat ini sebagai situasi darurat global. WHO masih membutuhkan banyak laporan dan data terkait perkembangan kasus yang sekarang terjadi.

Kabar terbaru menyebutkan, pimpinan WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus sedang dalam perjalanan menuju Beijing untuk bertemu dengan pemerintah dan pejabat kesehatan China membahas masalah wabah virus corona baru ini.

"Saya sedang dalam perjalanan menuju Beijing [China] untuk bertemu dengan pemerintah dan ahli kesehatan yang sedang berupaya melawan wabah coronavirus ini. Saya dan kolega [WHO] ingin memahami perkembangan terbaru kasus ini serta memperkuat kerja sama dengan China dalam hal memberikan perlindungan terhadap wabah" tulis Ghebreyesus dalam sebuah postingan di akun twitternya.

"Kami bekerja 24/7 untuk mendukung China dan warganya dalam masa-masa sulit seperti ini dan tetap menjalin komunikasi dengan negara lain yang juga terinfeksi, perwakilan kami melalui kantor regional juga ikut terlibat dalam penanganan kasus ini. Saat ini [WHO] terus berupaya terus mengetahui situasi terbaru di berbagai negara dan memberikan arahan terkait hal-hal yang perlu dilakukan dalam merespon kasus ini" tambahnya di twitter.

Kasus virus corona baru yang masih satu kelompok dengan penyebab SARS ini juga dilaporkan di Amerika Serikat (AS). Kabar ini membuat pasar saham AS langsung loyo. Hal ini terlihat dari kinerja tiga indeks bursa utama Paman Sam yang mengalami koreksi.

Dalam sepekan kemarin, indeks Dow Jone Industrial Average (DJIA) ambles paling dalam sebesar 1,22%. Di posisi kedua ada indeks S&P 500 yang juga terkoreksi 1,03% dalam sepekan. Baru disusul oleh indeks komposit Nasdaq yang terpangkas 0,79%.



Informasi terbaru yang dilaporkan CNBC International, kini AS punya tiga kasus virus corona baru ini. Minggu (26/1/2020) instansi kesehatan lokal di Orange Coounty, California mengumumkan kasus ketiga yang ditemukan di AS.

“Agensi Kesehatan Orange County mendapatkan konfirmasi dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) bahwa kasus di Orange County, California dinyatakan positif terinfeksi virus corona baru” terang agensi tersebut.

Penderita ketiga di AS tersebut diidentifikasi sebagai seorang pelancong dari Wuhan sebagai episentrum virus baru ini. Saat ini pasien tersebut sedang di isolasi dan dalam keadaan yang ‘baik’ menurut sebuah keterangan.

Agensi kesehatan lokal Orange County akan terus memonitor perkembangan virus corona baru ini. Namun sejauh ini, instansi kesehatan lokal AS tersebut tak menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa ditemukannya kasus corona virus baru ini di AS terjadi karena penularan antar orang.

Pasalnya dua kasus yang sebelumnya dilaporkan juga teridentifikasi dari pelancong yang baru pulang dari Wuhan. Kasus pertama dan kedua yang ditemukan di AS menyerang seorang pria Washington berusia 30 tahun dan seorang wanita asal Illinois yang berusia 60 tahunan. Keduanya dilaporkan pernah bepergian ke Wuhan dan sekarang dirawat dalam kondisi stabil, mengutip CNBC Internasional.

Langkah selanjutnya yang akan ditempuh AS adalah dengan mengevakuasi sebagian warganya yang ada di Wuhan. Hal ini disampaikan lansgung oleh Kedutaan besar AS di Beijing dalam sebuah pemberitaan bahwa konsulat AS yang ada di Wuhan berencana untuk mengevakuasi warga AS yang ‘berpotensi tinggi’ terinfeksi virus ke San Fransisco menggunakan pesawat charter pada Selasa pekan ini. Sentimen penggerak pasar untuk pekan ini memang campur aduk. Kasus merebaknya virus corna baru ini masih akan terus menjadi sorotan utama pelaku pasar minggu ini. Kinerja Wall Street yang ditutup loyo pekan kemarin bukanlah sentimen bagus untuk bursa saham Asia hari ini.

Selain itu, virus corona baru ini juga dikhawatirkan akan menyebabkan pandemi seperti SARS 17 tahun silam. Jika terus meluas dan menelan semakin banyak korban, ini akan membahayakan ekonomi China dan beberapa negara lain kawasan Asia lainnya.

Momen tahun baru imlek di China yang seharusnya menyenangkan malah berubah menjadi mencekam akibat wabah virus corona. Sektor perjalanan dan pariwisata yang seharusnya terdongkrak karena tahun baru justru loyo.

Pada Sabtu kemarin, Wakil Menteri Transportasi China Liu Xiamong mengatakan bahwa sektor perjalanan pada hari pertama tahun baru tikus logam kali ini anjlok 28,8% dibanding tahun lalu. Secara rinci CNBC International melaporkan perjalanan melalui jalur udara turun 41,6% , sementara perjalanan menggunakan kereta dan jalur darat lain masing-masing anjlok 41,5% dan 25%.

Wabah yang terus menjangkiti kota Wuhan dan sekitarnya, membuat pemerintah China tak punya opsi lain kecuali menutup akses ke beberapa kota yang berpopulasi lebih dari 35 juta orang di Provinsi Hubei. Pada Minggu (26/1/2020) stasiun kereta di Chengdu mengumumkan akan menutup beberapa jalur kereta cepat, termasuk rute ke Shang Hai dalam beberapa hari ke depan hingga awal Februari.

Dalam pertemuan partai komunis pada Sabtu (25/1/2020), Presiden China Xi Jinping mengatakan “hidup adalah hal yang sangat penting, ketika epidemi merebak, maka harus ada perintah yang dikeluarkan. Ini adalah tanggung jawab kita untuk mencegah dan mengendalikannya” diterjemahkan dari bahasa China melansir media lokal Xinhua News Agency.

Pemerintah China saat ini terus berupaya agar virus corona baru ini tak semakin meluas. Warga China di beberapa daerah diminta untuk mengenakan masker. Jika tidak, maka akan dikenakan denda.

Dalam sebuah pernyataan online, Kementerian Keuangan China telah menggelontorkan dana senilai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 22,4 triliun untuk subsidi kesehatan, pembelian alat-alat kesehatan dan membiayai berbagai upaya lain untuk mengontrol epidemi yang saat ini terjadi.

Jumlah korban yang terus berjatuhan membuat stok perangkat deteksi virus dan peragkat proteksi semakin menipis. Hal ini membuat kondisi semakin mencekam. Jangan sampai kondisi ini terus berlarut-larut, karena bukan hanya ekonomi China saja yang akan merasakan dampaknya.

Ekonomi kawasan Asia lainnya seperti Hong Kong, Thailand dan Vietnam juga akan kena dampaknya terutama sektor jasa terkait perjalanan, transportasi, pariwisata, perhotelan dan restoran. Tentu ini bukan kabar baik untuk pasar keuangan. Selain sentimen terkait virus corona baru yang merebak, pekan ini pasar juga menantikan rilis laporan keuangan emiten di bursa saham Paman Sam. Walau keberadaan virus mematikan ini di AS membuat Wall Street rontok, pelaku pasar masih optimis terhadap kinerja saham-saham sektor teknologi AS. Investor kini menyoroti beberapa saham sektor teknologi AS yang disebut sebagai ‘cadillac’.

Anggota ‘cadillac’ ini antara lain Facebook, Apple, Amazon, induk perusahaan Google yaitu Aphabet serta Microsoft atau yang lebih sering dikenal sebagai FAANG M. Kelompok emiten ini dinilai akan mencatatkan performa yang lebih baik ketimbang performa emiten yang tergabung dalam indeks S&P 500.

Mengutip Reuters, analis melihat emiten yang tergabung dalam grup sektor teknologi ini membukukan pertumbuhan laba dan pendapatan yang lebih tinggi dari emiten yang tergabung di indeks S&P 500 pada kuartal keempat 2019.



Berdasarkan estimasi yang dihimpun Refinitiv, pada kuartal keempat tahun 2019 laba emiten dalam kelompok indeks S&P 500 diramal akan turun 0,8% (yoy), sementara pendapatan akan tumbuh 4,4% (yoy).

Sebagai perbandingan, Apple diperkirakan akan membukukan pertumbuhan laba sebesar 8,7% (yoy) dan mengalami kenaikan penjualan sebesar 4,8% (yoy) pada kuartal IV-2019 saat rilis laporan keuangan pada 28 Januari nanti. Sementara untuk Facebook, estimasi pertumbuhan laba dan pendapatan tahunan kuartal IV-2019 menyentuh angka masing-masing 6,2% (yoy) dan 23,4% (yoy).

Microsoft yang juga akan merilis laporan keuangannya pada 29 Januari, diperkirakan mencatatkan pertumbuhan laba dan penghasilan tahunan yang lebih baik daripada S&P 500. Konsensus analis yang berhasil dihimpun menunjukkan estimasi pertumbuhan laba dan penghasilan Microsoft pada kuartal IV tahun lalu mencapai 20% dan 9,9%.

Sehari setelah Facebook dan Microsoft merilis laporan keuangan, kini giliran raksasa e-commerce Paman Sam yang akan mempublikasikan laporan keuangan pada 30 Januari. Analis memperkirakan pendapatan Amazon naik 18,7% (yoy) pada kuartal ke-IV 2019.

Jika emiten sektor teknologi AS gagal memenuhi ekspektasi pasar, maka hal itu bukan kabar yang baik untuk saham-sahamnya. “Kami meyakini ada kemungkinan harga sahamnya akan turun jika mereka tak membukukan laba seperti yang telah diperkirakan” kata John Augustine, CIO Huntington National Bank di Colombus, Ohio melansir Reuters.

“Untuk mendorong harga saham terus naik dari posisi saat ini, maka laba harus melampaui ekspektasi pasar” katanya.

Minggu ini akan jadi minggu yang sibuk. Tak hanya jadi periode rilis laporan keuangan saja, pada Kamis nanti otoritas moneter AS, The Federal Reserves akan mengumumkan kebijakan moneternya untuk pertama kali di tahun ini.

The Fed akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan AS pada Kamis (30/1/2020) bertepatan dengan pembacaan pertama angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal ke-IV 2019. Pada akhir tahun 2019, The Fed mengirimkan sinyal tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini.

Sementara berdasarkan polling yang berhasil dihimpun oleh Reuters, angka pertumbuhan ekonomi AS (annuallized) untuk kuartal IV 2019 masih sama dengan kuartal sebelumnya yakni di 2,1%.

Adanya indikasi bahwa The Fed akan mempertahankan tingkat likuiditas di level sekarang ditambah dengan ekonomi Paman Sam yang masih tumbuh bisa jadi sentimen positif penggerak pasar keuangan di pekan ini.

Malam hari nanti pada pukul 22.00 WIB, akan ada rilis data penjualan rumah baru AS untuk periode Desember 2019. Konsensus yang berhasil dihimpun oleh Trading Economics menunjukkan bahwa penjualan rumah baru untuk periode Desember 2019 naik 1,5% dibanding bulan sebelumnya menjadi 730 ribu dari bulan sebelumnya yang hanya 719 ribu.

Jika ramalan tersebut tak meleset, tentu ini akan jadi sentimen positif untuk pasar. Pasalnya data penjualan rumah dapat dijadikan indikator perekonomian karena permintaan rumah menggerakkan banyak sektor industri lain seperti konstruksi hingga perbankan. Berikut ini adalah rilis data ekonomi global yang terjadwal hari ini :

Rilis data penjualan rumah baru AS periode Desember 2019 (22.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional :

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q III-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Desember 2019 YoY)

2,72%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020)

5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (Q III-2019)

-2,66% PDB

Neraca pembayaran (Q III-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (Desember 2019)

US$ 129,18 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar silakan klik di sini.




TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg) Next Article Lupakan Joe Biden! Kembali ke Covid-19, Lockdown dan PPKM

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular