Modal Asing Masuk Deras Lagi ke RI, Kenapa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 January 2020 14:37
Akibat derasnya inflow tersebut, imbal hasil atau yield SBN mengalami penurunan tajam.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Aliran modal asing (inflow) yang masuk ke Indonesia cukup deras di awal tahun ini, bahkan nilainya lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, hingga 24 Januari lalu, jumlah obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) yang dipegang investor asing sebesar Rp 1.087,99 triliun atau 39,11% dari total yang beredar.

Jika dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2019 lalu, jumlah tersebut tersebut meningkat Rp 26,13 triliun. Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 (31 Desember 2018 - 24 Januari 2019), total kenaikan kepemilikan asing di SBN hanya naik Rp 8,02 triliun. Itu artinya inflow di tahun ini naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu.

Akibat derasnya inflow tersebut, imbal hasil atau yield SBN mengalami penurunan tajam. SBN tenor 10 tahun sejak awal tahun hingga Jumat lalu sudah turun 48,2 basis poin (bps) menjadi 6,616%.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Saat harga naik, itu berarti permintaan sedang tinggi, yang menunjukkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.



Derasnya aliran modal asing tersebut juga menjadi salah satu faktor yang membuat rupiah begitu perkasa di tahun ini, bahkan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia. Sejak pembukaan perdagangan 2020, hingga 24 Januari lalu, rupiah menguat 2,29%, dan berada di level terkuat sejak Februari 2018.



Yield SBN yang relatif tinggi menjadi pemicu utama derasnya inflow ke dalam negeri. Yield yang tinggi tersebut juga ditopang oleh kondisi dalam negeri yang membaik, sehingga tingkat kepercayaan investor asing meningkat.

Sebagai perbandingan, yield obligasi Malaysia tenor 10 tahun berada di level 3,166%, sementara yield obligasi Thailand tenor yang sama bahkan lebih rendah lagi yakni 1,39%.

Dari sisi fundamental dalam negeri, inflasi yang relatif stabil menjadi salah satu alasan SBN menarik bagi investor. Inflasi yang stabil berarti riil return yang diperoleh dari memegang SBN masih tinggi.

Pada tahun 2019 inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,72%, menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.

Selain stabilnya inflasi, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia juga diprediksi membaik di tahun ini.

Bank Indonesia (BI) memprediksi CAD pada tahun 2019 berada di kisaran 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan tetap stabil di level 2,5-3% pada 2020.

Fitch Solutions bahkan meramal CAD bisa lebih menipis lagi. Dalam rilisnya pada Jumat lalu, Fitch Solutions memprediksi CAD di tahun ini akan mencapai 2,4% dari PDB, jauh lebih rendah dibandingkan prediksi sebelumnya 3% dari CAD.

Meski demikian, Fitch Solutions memprediksi yield SBN akan menurun di semester II 2020 sehingga selisihnya dengan instrumen yang sama dari negara lain akan menyempit. Penurunan yield tersebut terjadi karena BI diramal akan memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali masing-masing 25 bps menjadi 4,5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular