
Newsletter
Trump Beri Kado Tahun Baru, IHSG-Rupiah Siap Melesat Lagi?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 January 2020 06:37

Wall Street yang menutup tahun 2019 di zona hijau tentunya memberikan hawa positif ke pasar finansial dalam negeri di perdagangan pertama 2020, Kamis (2/1/2019). Santa Claus rally masih tersisa dua hari lagi, dan IHSG berpeluang menunjukkan kinerja positif di awal 2020.
Santa Claus rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.
Ada beberapa penjelasan di balik fenomena Santa Claus rally, seperti optimisme menyambut tahun baru dan investasi dari bonus musim liburan misalnya. Selain itu, ada juga teori yang mengatakan bahwa beberapa investor institusi besar yang cenderung lebih pesimistis terhadap pasar saham sedang berlibur pada periode ini, sehingga pasar didominasi oleh investor ritel yang cenderung lebih optimistis.
Bagaimanapun juga, Santa Claus Rally sejauh ini masih terbukti di tahun ini, dan IHSG bisa terkerek naik lagi.
Selain itu, kabar yang dinanti-nanti pelaku pasar akhirnya datang juga. Tepat sebelum tahun baru Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kesepakatan dagang fase I akan diteken pada 15 Januari.
Hal tersebut diungkapkan melalui akun Twitternya.
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump di Twitter.
Setelah ada kejelasan kapan kesepakatan dagang akan diteken, pelaku pasar tentunya semakin lega, perang dagang kedua negara akan segera berakhir, paling tidak risiko tereskalasi lagi sudah mengecil. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar tentunya semakin membaik lagi.
Di saat sentimen membaik, aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi. Rupiah memiliki peluang menguat lebih jauh lagi. Sang Garuda juga bisa memanfaatkan dolar AS yang sedang loyo. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam pada perdagangan Selasa lalu merosot 0,36% dan menyentuh level terlemah dalam enam bulan terakhir.
Kesepakatan dagang fase I AS-China bukannya memberikan tenaga untuk menguat tetapi justru membuat dolar AS tidak menarik. Ketika perang dagang tengah berkecamuk, dolar AS menjadi salah satu target investasi akibat statusnya sebagai aset aman (safe haven). Di saat damai dagang di depan mata, mata uang utama lainnya yang sebelumnya tertekan akhirnya mulai bangkit kembali, indeks dolar AS menjadi terus tertekan.
Rilis data ekonomi dari China juga bisa membuat sentimen pelaku pasar semakin berseri-seri. China akan melaporkan data purchasing managers' index (PMI) sektor manufaktur versi Caixin pagi ini. Selasa lalu, China sudah melaporkan data yang sama versi pemerintah dan menunjukkan ekspansi sektor pengolahan dalam dua bulan beruntun.
Rilis data dari Caixin, jika menunjukkan peningkatan ekspansi tentunya membuat pelaku pasar semakin yakin perekonomian terbesar kedua di dunia mulai bangkit dari pelambatan.
Selain itu, rilis data inflasi Indonesia juga dapat mempengaruhi pergerakan pasar finansial hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Desember adalah 0,51% secara month-on-month (MoM).
Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 2,93% dan inflasi inti tahunan adalah 3,125%. Pada Desember, inflasi tahunan sama dengan tahun kalender atau year-to-date. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflasi sepanjang 2019 diramal 2,93%.
Jika inflasi 2019 benar-benar 2,93%, maka akan menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Rendahnya inflasi salah satunya disebabkan kestabilan pemerintah dalam mengendalikan harga pangan. Ketika inflasi berhasil dikendalikan, maka daya beli masyarakat bisa lebih baik. Namun, ada juga yang menyebutkan rendahnya inflasi justru karena daya beli masyarakat yang melemah.
Inflasi yang rendah, sejauh ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan, yang diharapkan dapat merangsang perekonomian agar bisa lebih terakselerasi.
(pap/pap)
Santa Claus rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.
Ada beberapa penjelasan di balik fenomena Santa Claus rally, seperti optimisme menyambut tahun baru dan investasi dari bonus musim liburan misalnya. Selain itu, ada juga teori yang mengatakan bahwa beberapa investor institusi besar yang cenderung lebih pesimistis terhadap pasar saham sedang berlibur pada periode ini, sehingga pasar didominasi oleh investor ritel yang cenderung lebih optimistis.
Bagaimanapun juga, Santa Claus Rally sejauh ini masih terbukti di tahun ini, dan IHSG bisa terkerek naik lagi.
Selain itu, kabar yang dinanti-nanti pelaku pasar akhirnya datang juga. Tepat sebelum tahun baru Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kesepakatan dagang fase I akan diteken pada 15 Januari.
Hal tersebut diungkapkan melalui akun Twitternya.
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump di Twitter.
Setelah ada kejelasan kapan kesepakatan dagang akan diteken, pelaku pasar tentunya semakin lega, perang dagang kedua negara akan segera berakhir, paling tidak risiko tereskalasi lagi sudah mengecil. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar tentunya semakin membaik lagi.
Di saat sentimen membaik, aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi. Rupiah memiliki peluang menguat lebih jauh lagi. Sang Garuda juga bisa memanfaatkan dolar AS yang sedang loyo. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam pada perdagangan Selasa lalu merosot 0,36% dan menyentuh level terlemah dalam enam bulan terakhir.
Kesepakatan dagang fase I AS-China bukannya memberikan tenaga untuk menguat tetapi justru membuat dolar AS tidak menarik. Ketika perang dagang tengah berkecamuk, dolar AS menjadi salah satu target investasi akibat statusnya sebagai aset aman (safe haven). Di saat damai dagang di depan mata, mata uang utama lainnya yang sebelumnya tertekan akhirnya mulai bangkit kembali, indeks dolar AS menjadi terus tertekan.
Rilis data ekonomi dari China juga bisa membuat sentimen pelaku pasar semakin berseri-seri. China akan melaporkan data purchasing managers' index (PMI) sektor manufaktur versi Caixin pagi ini. Selasa lalu, China sudah melaporkan data yang sama versi pemerintah dan menunjukkan ekspansi sektor pengolahan dalam dua bulan beruntun.
Rilis data dari Caixin, jika menunjukkan peningkatan ekspansi tentunya membuat pelaku pasar semakin yakin perekonomian terbesar kedua di dunia mulai bangkit dari pelambatan.
Selain itu, rilis data inflasi Indonesia juga dapat mempengaruhi pergerakan pasar finansial hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Desember adalah 0,51% secara month-on-month (MoM).
Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 2,93% dan inflasi inti tahunan adalah 3,125%. Pada Desember, inflasi tahunan sama dengan tahun kalender atau year-to-date. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflasi sepanjang 2019 diramal 2,93%.
Jika inflasi 2019 benar-benar 2,93%, maka akan menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Rendahnya inflasi salah satunya disebabkan kestabilan pemerintah dalam mengendalikan harga pangan. Ketika inflasi berhasil dikendalikan, maka daya beli masyarakat bisa lebih baik. Namun, ada juga yang menyebutkan rendahnya inflasi justru karena daya beli masyarakat yang melemah.
Inflasi yang rendah, sejauh ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan, yang diharapkan dapat merangsang perekonomian agar bisa lebih terakselerasi.
(pap/pap)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Most Popular