Newsletter

Musim Laporan Keuangan Selesai, Saatnya Lihat Data Ekonomi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
04 November 2019 07:10
Musim Laporan Keuangan Selesai, Saatnya Lihat Data Ekonomi
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham mengalami pergantian bulan (September menjadi Oktober) dan musim (panas menjadi hujan, semoga) selama sepekan lalu, di mana skor yang terjadi adalah 3:2 dan menunjukkan kemenangan tipis diraih oleh kubu "penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)".

Meskipun menang dari sisi skor, tetapi kualitas pasar saham selama sepekan tersebut justru melemah. Pertama dari sisi nilai, di mana koreksi terjadi sebesar 0,72% menjadi 6.207 dari posisi akhir pekan sebelumnya 6.252. Padahal, koreksi hanya terjadi di 2 hari terakhir pekan lalu sehingga kenaikan pada 3 hari pertama hanya tipis-tipis dan langsung dihabisi ketika turun.




 

Sisi kualitas ketertarikan investor asing juga mencatatkan angka minus, yaitu terjadi aksi jual bersih investor asing (nett foreign sell) sebesar Rp 1,42 triliun di pasar reguler dan Rp 1,73 triliun di seluruh pasar (reguler, negosiasi, dan tunai).

Tampaknya, dewi fortuna belum juga berpihak pada pihak penguatan IHSG selama pekan lalu dan membuat kumulatif peningkatan sejak awal tahun hanya 0,2% dan masih menambah terus aksi nett foreign sell di pasar reguler Rp 19,16 triliun.


Di seluruh pasar, angka aktivitas perdagangan investor asing masih positif Rp 43,36 triliun tetapi relatif lebih tidak mencerminkan transaksi organik karena belum mengecualikan transaksi crossing tutup sendiri dan transaksi besar (block sale) di pasar negosiasi, terutama pada transaksi DBS-Danamon dan Michelin-Multistrada.

Momentum koreksi bertepatan dengan pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat yaitu Fed Fund Rate pada 31 Oktober, yang sudah diprediksi sebelumnya oleh pasar karena penguatan yang terjadi relatif terjadi beruntun sejak 11 Oktober.

Tanggal 11 Oktober tersebut memang merupakan titik balik dari konflik dagang AS-China, di mana kedua negara akhirnya sudah menemukan kata sepakat dalam perundingan dagang fase pertama. AS akan menghentikan suspensi penaikan tarif sedangkan China akan membeli produk pertanian AS.

Tidak hanya di AS, China, dan di Indonesia, karena kondisi serupa juga membuat pelaku pasar keuangan di negara lain di tingkat global sumringah dan tercermin dari penguatan bursa sahamnya, dan sebaliknya di pasar obligasi negara maju dan berkembang yang kondisinya bertolak belakang dengan pasar saham.

Pergerakan terbalik di pasar saham dan pasar obligasi negara maju dan negara berkembang lumrah terjadi karena peralihan dari satu jenis pasar efek ke pasar efek lain, dalam hal ini pasar saham dan pasar obligasi, relatif lebih mudah terjadi.

Mudahnya proses tersebut disebabkan pasar saham menjadi cerminan optimisme dan harapan sehingga akan menguat ketika pelaku pasar sedang tersenyum, sedangkan pasar obligasi menjadi cerminan dari pesismisme dan kekhawatiran dan justru menguat ketika kecemasan terjadi.

[Gambas:Video CNBC]

Di Indonesia berbeda sendiri. Pasar saham dan pasar obligasi di Tanah Air relatif bergerak linear sepanjang waktu, karena pasar obligasinya kurang likuid dan masih dianggap sama risikonya dengan pasar saham sehingga belum dianggap sebagai instrumen investasi yang lebih aman (safe haven instrument) di tengah kekhawatiran.

Karena itulah, ketika pasar saham menguat, pasar obligasi rupiah pemerintah yang biasa disebut juga surat utang negara (SUN) menguat sejak 11 Oktober. Apalagi, dampak positif dari pemangkasan suku bunga acuan, baik domestik maupun global khususnya AS, juga semakin membuat penguatan efek tersebut semakin menjadi.

Pekan lalu sendiri, pasar obligasi mengalami kenaikan harga dan tekanan terhadap tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.

Yield sebagai acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Salah satu seri acuan adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun, yang mengalami penurunan yield sebesar 7 basis poin (bps) menjadi 7,02% dari posisi 7,09% di akhir pekan sebelumnya.


 

 

Khusus pekan lalu, sentimen yang memengaruhi pelaku pasar adalah aura positif keputusan damai dagang AS-China yang ternyata masih bertahan, data pertumbuhan ekonomi AS, dan kesepakatan penundaan proses Brexit hingga tahun depan.

Sentimen lain dari tingkat global adalah kinerja emiten di bursa saham Wall Street di AS yang secara keseluruhan masih positif, dan faktor dari penurunan suku bunga AS (menjadi 1,5%-1,75%) atau Fed Fund Rate yang diputuskan pada 31 Oktober.

Dari dalam negeri, sentimen positif dari euforia penurunan suku bunga acuan 7DRRR pada 24 Oktober juga masih bertahan, ditambah positifnya data penanaman dana investasi asing langsung (FDI), dan laporan keuangan. Seakan mimpi indah bagi pasar ekuitas, harga saham-saham yang naik tetiba dikagetkan dengan beberapa sentimen.

Pertama, pesimisme yang sempat mencuat dari pejabat China terhadap prospek pertemuan delagasi negaranya dengan AS. Kedua, pesimisme terhadap pertemuan kedua negara karena batalnya pertemuan KTT APEC di Chile yang direncanakan sebagai tempat penandatanganan kesepakatan fase pertama mereka.

Meskipun semua keraguan tersebut sudah sirna karena sudah terbantahkan sikap lebih optimistis kedua negara yang akan mencari tempat pertemuan baru, sentimen tadi sempat membuat gelisah pelaku pasar dan menggerakkan harga emas dunia dan emas Antam yang menyertainya.

Faktor lain yang mendorong penguatan emas adalah perayaan Diwali yang mendorong konsumsi emas di India, karena warga setempat sering membeli emas untuk kemudian diberikan sebagai hadiah ke orang lain, selain dari ritual pembersihan, bertukar hadiah, menyalakan kembang api, serta menyalakan banyak lampu minyak.

Selain itu, pemangkasan suku bunga yang membuat posisi dolar AS tertekan karena suplai uang diprediksi lebih membanjiri pasar dan membuat transaksi emas ramai, turut mendorong kenaikan si logam mulia.

Jadi, penguatan emas pekan lalu lebih dikarenakan dolar AS, sehingga kenaikan bukan karena adanya risiko dan kekhawatiran yang memanas seperti biasa yang menunjukkan kegunaannya sebagai instrumen yang berfungsi sebagai lindung nilai (hedging) ketika kondisi kurang kondusif.

Alhasil, harga emas dunia terkerek dan kembali menembus level psikologis US$ 1.500 per troy ounce (oz) hingga ke US$ 1.513,55/oz pada akhir pekan lalu.


 

 

Pekan lalu, berbagai sentimen yang memengaruhi pasar keuangan dunia terutama pemangkasan suku bunga AS sukses membuat nilai tukar greenback, julukan lain si dolar, turun ke 97,23 dari posisi akhir pekan sebelumnya 97,83. Di sisi lain, rupiah sebagai penonton justru stagnan pada Rp 14.030 per dolar AS pada Jumat lalu sejak akhir pekan sebelumnya.

Sentimen Pekan Ini

Untuk pekan ini, terdapat beberapa peristiwa dan agenda yang dapat memengaruhi pergerakan pasar keuangan domestik dengan kecenderungan akan bergerak flat dibandingkan dengan fluktuasi yang terjadi pada pekan lalu.

Hal tersebut mengingat bahwa kondisi global akan dipengaruhi oleh perkembangan damai dagang serta demonstrasi di beberapa negara dunia. Jika tidak ada eskalasi, berarti kondisi akan segini-gini aja.

Pertama, masih optimisnya pelaku pasar Wall Street terhadap data tenaga kerja sudah mengukirkan rekor tertinggi baru bagi salah satu indeks utama yaitu S&P 500 ke 3.066 pada akhir pekan lalu waktu setempat. Mudah-mudahan, sentimen positif dari pasar keuangan AS tersebut dapat menular ke Benua Asia hari ini, termasuk di Tanah Air.

Kedua, besok (5/11) pergerakan IHSG, obligasi, rupiah, dan emas akan dipengaruhi oleh data pertumbuhan ekonomi dan indeks keyakinan konsumen (IKK). Data Trading Economics menunjukkan konsensus pelaku pasar memiliki ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik kuartal III-2019 akan melambat ke 5,01% dari kuartal sebelumnya 5,05%.

Jika benar demikian, faktor data pertumbuhan ekonomi tersebut besar kemungkinan dapat menumbuhkan kekhawatiran bagi pelaku pasar.

Ketiga, data cadangan devisa valas dan neraca berjalan yang akan berturut-turut diumumkan pada Kamis dan Jumat. Untuk kedua data ini, prediksi dari Trading Economics menunjukkan adanya positivisme pasar karena diprediksi akan lebih baik daripada sebelumnya.

Data cadangan devisa Oktober diprediksi akan membaik tipis menjadi US$ 124,5 miliar dari bulan sebelumnya US$ 124,3 miliar, sedangkan defisit neraca berjalan diprediksi akan menyempit menjadi US$ 5,9 miliar dari sebelumnya US$ 8,44 miliar.

Keempat, data ekonomi China akan menjadi penutup pekan ini, di mana Negeri Tirai Bambu akan mengumumkan neraca perdagangan dan inflasi Oktober secara berturut-turut pada Jumat dan Sabtu.

Survei pasar (US$ 41,2 miliar) dan prediksi internal Trading Economics (US$ 43 miliar versus US$ 39,65 miliar) menunjukkan ekspektasi yang baik terhadap neraca perdagangan China. Jika benar prediksi yang membaik tersebut, tentu akan menjadi tambahan sentimen posisif bagi perdagangan di akhir pekan ini.

Mengapa data dari China sangat berpengaruh untuk dalam negeri? Ya tentunya karena hubungan perdagangan Indonesia dan China sangat tidak terpisahkan, terutama dari sisi potensi perlambatan ekonomi yang dapat menekan angka perdagangan kedua negara, terutama kaitannya dengan hitungan ekspor batu bara Indonesia yang saat ini sedang meningkat karena kondisi China membaik dan hubungan kedua negara sedang mesra-mesranya pula.

Berikut agenda bursa dan ekonomi pekan ini:


Senin (4/11/19)
Cum date stock split PT Andira Agro Tbk (ANDI). 16:15 WIB.


Selasa (5/11/19)
Pertumbuhan PDB/Pertumbuhan Ekonomi 3Q-2019, Indonesia. 11:00 WIB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober, Indonesia. 11:00 WIB.
Indeks Keyakinan Bisnis 3Q-2019, Indonesia. 12:00 WIB.

Penentuan suku bunga acuan Bank Sentral Australia (RBA), Australia. 10:30 WIB
Neraca perdagangan September, Amerika Serikat (AS). 20:30 WIB.
Data tenaga kerja non-manufaktur Oktober, AS. 21:00 WIB.

Rapat Umum Pemegang Saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). 13:30 WIB.


Rabu (6/5/19)
Penjualan ritel September, Indonesia. 11:00 WIB.

Data persediaan minyak mentah, AS, 04:30 WIB.
Data penjualan ritel September, Uni Eropa (UE). 17:00 WIB.

Cum date dividen DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia (XCID). 16:15 WIB.
Cum date dividen DIRE Ciptadana Properti Perhotelan (XCIS). 16:15 WIB.
Public expose PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA).
Public expose PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Public expose PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY).
Public expose PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI).
Public expose PT Wahana Ottomitra Multiartha Finance Tbk (WOMF-WOM Finance).
Rapat Umum Pemegang Saham PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY). 10:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA). 11:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk (MAGP). 14:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Tunas Ridean Tbk (TURI). 14:00.


Kamis (7/5/19)
Cadangan devisa valas Oktober, Indonesia. 11:00 WIB.

Neraca perdagangan September, Australia. 07:30 WIB.
Penentuan suku bunga Bank Sentral Inggris, Inggris. 19:00 WIB.
Inflasi, Inggris. 19:00 WIB.

Public expose PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR-Indopora).
Rapat Umum Pemegang Saham PT Darmi Bersaudara Tbk (KAYU). 14:00.


Jumat (8/11/19)
Neraca pembayaran/neraca berjalan 3Q-2019, Indonesia. 10:00 WIB.

Neraca perdagangan Oktober, China. 10:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Ginting Jaya Energi Tbk. 09:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Singaraja Putra Tbk (SINI). 09:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). 09:30 WIB.


Sabtu (9/11/19)
Inflasi, China. 08:30 WIB.



Berikut ini sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Oktober 2019 YoY)

3,13%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (2Q-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (2Q-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar

 

TIM RISET CNBC Indonesia

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular