Newsletter

Investor Harap-Harap Cemas, AS-China Masih Alot

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
23 September 2019 07:02
Investor Harap-Harap Cemas, AS-China Masih Alot
Foto: Infografis/Tak Hanya Antara AS & China, Perang Dagang AS Juga Terjadi ke Negara Lainnya/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia sepanjang pekan kemarin masih mengalami tekanan. Imbal hasil (yield) Obligasi Pemerintah dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan sebanyak 0,04% menjadi 7,24%, sementara rupiah melemah 0,64% menjadi Rp 14.050/USD, dan IHSG amblas 1,63% dengan ditutup pada level 6.231.

Bursa saham Benua Kuning bergerak mix menyikapi pertemuan tingkat deputi antara Amerika Serikat (AS) dan China pada hari Kamis (19/9/19). Pertemuan digelar guna merumuskan dasar negosiasi tingkat tinggi yang rencananya akan digelar bulan Oktober di Washington, seperti dilansir dari Reuters.

Dalam negosiasi pekan kemarin tersebut, delegasi China dipimpin oleh Liao Min selaku Wakil Menteri Keuangan China, dan Negeri Paman Sam dipimpin Jeffrey Gerrish selaku Deputi Kantor Perwakilan Dagang AS.


Melansir Global Times selaku media Partai Komunis China, ditunjuknya Liao Min selaku Wakil Menteri Keuangan China untuk memimpin delegasi China dipandang positif oleh para analis yang dapat membawa angin segar bagi hubungan kedua negara.

Washington juga dikabarkan akan mengecualikan sementara 400 produk importasi asal China, seperti diwartakan Politico, dilansir dari CNBC International. 400 produk tersebut merupakan sebagian dari daftar produk asal Negeri Tiongkok senilai US$ 250 miliar yang dikenakan tarif sejak tahun lalu.


Presiden Donald Trump mempertegas, bahwa China akan meningkatkan pembelian produk pertanian asal AS sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan bilateral.

Sementara rupiah tertekan karena Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps), dari 5,5% menjadi 5,25%. BI memangkas suku bunga acuan lantaran mengikuti the Fed yang lebih dahulu memangkas suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin menjadi median 1,85%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/9/2019).

Alhasil, imbal hasil Obligasi Pemerintah kembali mengalami penyesuaian alias harganya turun karena jarak antara yield Pemerintah AS dan Indonesia kembali menyempit. Langkah BI menurunkan suku bunga pun dirasa sudah tepat, Jika tidak maka yield obligasi Ri akan ketinggian, seperti dikatakan Darmin Nasution selaku Menko Perekonomian.

"Amerika menurunkan policy rate, kalau kita tidak turunkan, kita terlalu tinggilah," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (30/9/2019).

BERLANJUT KE HAL 2>>>

Dari bursa saham Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama akhir pekan lalu ditutup rata-rata melemah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 0,59%, indeks S&P 500 negatif 0,49%, dan Nasdaq terdepresiasi 0,80%.

Wall Street memerah setelah delegasi China setingkat deputi membatalkan kunjungan ke peternakan AS di Montana. Nicole Rolf, direktur Biro urusan nasional mengatakan para pejabat China kembali lebih awal dari yang direncanakan.

Presiden Donald Trump mengatakan Cina akan meningkatkan pembelian produk pertanian AS sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan bilateral. Pembatalan tersebut dilihat oleh beberapa investor sebagai tanda bahwa kedua negara tidak dalam mendekati untuk mencapai kesepakatan perdagangan.

Dalam beberapa minggu terakhir, stimulus ekonomi yang dilakukan berbagai negara dengan memotong suku bunga acuannya telah membantu meredakan kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan global. Pelonggaran moneter oleh Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa pekan lalu sedikit meningkatkan sentimen positif di pasar.

"Kondisi keuangan cukup positif dan rilis ekonomi baru-baru ini secara umum mengalahkan ekspektasi (sebagian karena suku bunga telah diturunkan dalam beberapa bulan terakhir)," kata Michael Shaoul, ketua dan CEO Marketfield Asset Management, dalam sebuah catatan. "Sedikit keraguan bahwa FOMC akan bereaksi terhadap kelemahan yang terus-menerus dengan menurunkan suku bunga dan mendorong ke titik-proyeksi lebih rendah."

Presiden Fed St Louis James Bullard dalam sebuah catatannya, alasan mengapa ia berpikir The Fed seharusnya melakukan pemotongan suku bunga minggu lalu. “Ada tanda-tanda bahwa pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat dalam waktu dekat. Ketidakpastian kebijakan perdagangan tetap tinggi, manufaktur A.S. sudah muncul dalam resesi, dan perkiraan probabilitas resesi telah meningkat dari level rendah ke sedang, ”katanya.

BERLANJUT KE HAL 3 >>>

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dari bursa Wall Street yang melemah akhir pekan lalu yang dapat menjadi pengganjal pergerakan bursa-bursa utama Asia termasuk IHSG.

Sentimen kedua adalah dolar AS yang masih di level tertingginya, berpotensi menahan penguatan rupiah. Pada pukul 06:12 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah tipis hanya 0,01% pada level 98,5.

Sentimen ketiga yaitu kenaikan harga minyak minyak mentah (crude oil). Pada pukul 06:13 WIB, harga minyak jenis brent di pasar spot dunia naik 0,66% menjadi USD 65/barrel. Sedangkan light sweet juga naik 0,70% ke USD 58,8/barrel. Kenaikan harga minyak mentah dunia masih dipengaruhi produksi yang menurun akibat serangan ke kilang minyak Arab Saudi.

Berikut pergerakan minyak mentah jenis brent yang menjadi acuan Pemerintah:

Bagi rupiah, kenaikan harga minyak menjadi sebuah bencana khususnya minyak mentah jenis Brent yang menjadi acuan dalam negeri. Pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah. Beban di neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan lebih ringan, sehingga rupiah punya fondasi kuat untuk terapresiasi.

Sentimen keempat yaitu perkembangan kondisi Iran dengan Arab Saudi-AS pasca penyerangan fasilitas ladang dan kilang minyak mentah di Khurais dekat Riyadh oleh peluru kendali dan pesawat nirawak (drone). Pasalnya, pengakuan pemberontak Houthi asal Yaman belum cukup meyakinkan AS, Arab Saudi, dan sekutunya yang masih menuduh Iran sebagai biang keladi penyerangan tersebut.

Tuduhan tersebut sudah ditanggapi dengan sama kerasnya oleh Teheran yang tidak ingin menerima tudingan tersebut begitu saja dengan menyatakan siap sedia menyerang balik setiap langkah agresor yang masuk ke wilayah kedaulatannya.

BERLANJUT KE HAL 4 >>>

Simak Agenda dan Data Berikut Ini:

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  •          Rilis data Purchasing Managers Index/PMI Amerika Serikat, Markit (20:45 WIB);
  •          Rilis data Purchasing Managers Index/PMI Jerman, Markit (02:30 WIB);
  •          Rilis data Purchasing Managers Index/PMI Uni Eropa, Markit (03:00 WIB);
  •          Pidato Presiden Uni Eropa – Mario Draghi (10:00 WIB).
  •          IPO PT Optima Prima Metal Sinergi Tbk/OMPS (09:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Agustus 2019 YoY)

3,49%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar

*Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(yam/yam) Next Article Usai Jiper Soal The Fed, Pasar Hadapi Dua Situasi Buruk Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular