Newsletter

Sentimen Lagi Bagus-Bagusnya, Eh.. Ada Serangan di Arab Saudi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 September 2019 06:43
Sentimen Lagi Bagus-Bagusnya, Eh.. Ada Serangan di Arab Saudi
Foto: Kebakaran di sebuah perusahaan minyak Aramco di Abqaiq, Arab Saudi (14/9/2019). (Social Media/ via Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ceria sepanjang pekan lalu, rupiah mencatat kinerja impresif dengan membukukan penguatan empat pekan beruntun.

Sepanjang pekan lalu rupiah menguat 0,92% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke level 13.960/US$. Bahkan pada Jumat kemarin sempat menyentuh level 13.900/US$ yang merupakan level terkuat sejak 19 Juli. 

Performa apik rupiah diikuti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kembali mencicipi lagi level 6.400, meski harus mengakhiri pekan ini di bawah level tersebut. Sepanjang pekan ini IHSG menguat 0,41% ke level 6.334,84.

Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun 112 bps. Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Cerianya pasar dalam negeri dipicu membaiknya persepsi pelaku pasar terhadap kondisi global, terutama dipicu harapan akan adanya damai dagang AS-China.

Membaiknya persepsi pelaku pasar terjadi setelah munculnya harapan damai dagang antara AS dengan China. Pemerintah Tiongkok pada hari Rabu (11/9/19) menghapus pengenaan bea masuk untuk importasi 734 produk AS di antaranya daging sapi, daging babi, kedelai, dan tembaga.

Presiden AS Donald Trump memuji langkah ini. Menurut Trump, Beijing sudah melakukan langkah besar.  

 

"Mereka (China) pernah membuat sejumlah kebijakan yang cukup baik. Saya rasa ini gestur yang baik. Namun yang sekarang adalah langkah besar," kata Trump, seperti diwartakan Reuters.

Kemudian pada hari Kamis (12/9/2019) waktu AS, Presiden Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia ingin menandatangani perjanjian penuh dengan Beijing, namun dia membuka opsi untuk mencapai kesepakatan sementara.

"Bayak orang membicarakannya, saya melihat banyak analis mengatakan kesepakatan sementara - artinya kita akan mendahulukan yang mudah dulu. Tetapi tidak ada yang mudah atau sulit. Ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan. Tapi itu sesuatu (opsi) yang akan kita pertimbangkan, kurasa," ujar Trump seperti dikutip CNBC International.

Harapan akan damai dagang AS-China membuncah, selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar membuncah. Aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi menjadi incaran pelaku pasar.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Bursa saham AS juga menghijau pada pekan lalu, dalam sepekan indeks Dow Jones mencatat penguatan 1,58% ke 27.219,52. Level tersebut tidak jauh dari rekor tertinggi sepanjang masa Dow Jones 27.398,68 yang dicapai pada bulan Juli lalu.

Indeks S&P 500 menguat 0,96% ke 3.007,39, juga tidak jauh dari rekor tertingginya 3.027,98. Sementara indeks Nasdaq sepanjang pekan lalu menguat 0,91% ke level 8.176,71.



Mesranya hubungan AS-China juga menjadi pendorong utama kenaikan Wall Street. Selain itu, paket stimulus moneter yang digelontorkan dari European Central Bank (ECB) semakin menambah risk appetite pelaku pasar.

Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis pekan lalu, ECB memangkas suku bunga deposito (deposit facility) sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%.

Selain memangkas suku bunga, bank sentral pimpinan Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing yang sebelumnya sudah dihentikan pada akhir tahun lalu.

Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian zona euro.

Langkah ECB disambut baik pelaku pasar, paket kebijakan tersebut diharapkan mampu membangkitkan perekonomian di blok 19 negara. Di kala perekonomian bangkit, risk appetite investor akan terus meningkat, dan aset-aset berisiko yang memberikan return tinggi kembali menjadi incaran.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3) 

Wall Street yang berada dekat rekor tertinggi sepanjang masa tentunya mengirim angin segar ke pasar Asia hari ini.

Pasar dalam negeri pada hari ini juga menanti rilis data neraca perdagangan Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Agustus terkontraksi atau turun 5,7% year-on-year (YoY).

Sementara impor diperkirakan mengalami kontraksi yang lebih dalam yaitu turun 11,295%. Ini membuat neraca perdagangan masih bisa surplus meski tidak terlalu 'wah' yaitu US$ 146 juta. 

Apabila ekspektasi ini terwujud, maka akan ada perbaikan dibandingkan Juli. Pada Juli, neraca perdagangan defisit tipis US$ 60 juta. Surplus neraca perdagangan di bulan Agustus tentunya menjadi kabar bagus bagi neraca transaksi berjalan (current account) kuartal III-2019. Current account deficit (CAD) selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia, surplus neraca perdagangan tentunya dapat mengurangi defisit tersebut.  

Dengan surplusnya neraca perdagangan, sentimen pelaku pasar tentunya akan semakin membaik, pasar finansial Indonesia bisa kembali ceria.

Selain dari dalam negeri, data dari Tiongkok juga akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial di awal pekan ini. China akan melaporkan data investasi aset tetap,  produksi Industri, serta penjualan ritel.

Data tersebut akan dirilis pukul 9:00 WIB, dan kabar bagusnya konsensus dari Refinitiv menunjukkan preidiksi peningkatan di dua data.

Konsensur Refinitiv menunjukkan investasi aset tetap diperdiksi tumbuh 5,6% year to date-on-year (ytd/y) di bulan Agustus, sedikit lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 5,7%. Kemudian di bulan yang sama produksi industri diperkirakan tumbuh year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 4,8% yoy.

Terakhir penjualan ritel juga diprediksi tumbuh 7,9% yoy di bulan Agustus, lebih tinggi dari bulan Juli 7,6% yoy.

Di tengah mesranya hubungan AS-China, rilis data ekonomi yang membaik dari Negeri Panda tentunya akan semakin menguatkan risk appetite para investor, aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi akan kembali menjadi buruan, dan pasar dalam negeri RI akan mendapat berkah.

Namun, ada satu kejadian akhir pekan lalu yang bisa mempengaruhi sentimen pelaku pasar, serangan kilang minyak di Arab Saudi.

Dua fasilitas milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang pesawat nirawak alias drone. Serangan ini menyebabkan kebakaran di dua fasilitas milik perusahaan minyak tersebut.

Dilansir dari Reuters, satuan keamanan perusahaan tersebut telah mengendalikan situasi ini, berdasarkan keterangan Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi.

Masih belum teridentifikasi siapa dalang dari serangan tersebut. Meski demikian, dilansir dari AFP peristiwa ini mengikuti lonjakan ketegangan regional dengan Iran.

Sebagaimana dilansir CNBC International, harga minyak diprediksi akan naik US$10 per barel akibat serangan pesawat tak berawak tersebut. Ini akan memaksa kerjaan Arab Saudi memotong setengah produksi minyaknya.

"Ini masalah besar," kata Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow sebagaimana dilansir CNBC International Minggu (15/9/2019). Serangan ini bakal menyebabkan hilangnya 5,7 juta barel produksi minyak mentah per hari atau 50% dari total produksi negara kerajaan itu.


Ketegangan di kawasan Timur Tengah tentunya bisa berdampak buruk sentinen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya. Apalagi kenaikan tajam harga minyak mentah akan memberikan efek negatif ke Indonesia. Beban impor bisa melonjak, dan tentunya akan berpengaruh ke CAD.

Analis lainnya juga mengatakan kenaikan harga tak terelakkan. Mengingat perbaikan fasilitas pasti akan memakan waktu lama hingga berbulan-bulan.

Maka tidak menutup kemungkinan, pasar finansial dalam negeri akan terkoreksi di awal pekan ini.

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis data investasi aset tetap China (9:00 WIB)
  • Rilis data produksi industri China (9:00 WIB)
  • Rilis data penjualan ritel China (9:00 WIB)
  • Rilis data neraca perdagangan Indonesia (11:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Agustus 2019 YoY)

3,49%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar



TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap) Next Article IHSG Pecah Rekor Tembus 7400, Hari Ini Lanjut?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular