
Newsletter
Aroma Kemesraan China dan Minyak Bisa Bikin Pasar Bahagia
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 September 2019 07:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Di atas ketidakyakinan pada pertumbuhan ekonomi dunia yang ditambah bumbu penyedap dari semakin manisnya kemesraan Amerika Serikat (AS)-China, pasar keuangan menguat kemarin.
Hari ini pun pasar keuangan kembali diprediksi akan sumringah di tengah langkah China mengecualikan 26 jenis barang impor dari AS yang sebelumnya akan dibebankan kenaikan tarif impor balasan.
Sejak awal perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sibuk tiarap dan tidak melepas garis penutupan pasar kemarin, sehingga membuat pergerakan sepanjang sesi 1 tidak banyak.
Pada sesi dua, pergerakan IHSG naik lebih signifikan dibanding sesi pagi dan semakin menggila 1 jam menjelang penutupan pasar hingga akhrinya ditutup di pucuk 0,71% ke level 6.381,95, menandai penguatan selama 6 hari tanpa putus.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,75%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,43%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,73%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+5,91%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,46%).
Total transaksi yang dibukukan kemarin Rp 8,85 triliun, di mana investor asing masih membukukan aksi beli bersih (net foreign buy) di pasar reguler Rp 114,21 miliar dan sedikit meredakan akumulasi aksi jual bersih asing sejak awal tahun yang masih Rp 11,3 triliun.
Kemarin, hanya indeks sektor barang konsumsi yang melemah yaitu -0,11%, sedangkan dua indeks sektoral yang paling perkasa adalah properti dan aneka industri masing-masing 1,57% dan 3,09%.
Penguatan di pasar saham ternyata tidak serta-merta terjadi di pasar obligasi rupiah yang justru loyo duluan kemarin, begitu juga dengan mata uang Garuda. Hasil lelang SUN rutin yang tinggi pada Selasa ternyata tidak mampu memperpanjang tren reli dan mengikuti arah IHSG di pasar 'sebelah'.
Kemarin, satu dari empat seri acuan di pasar yang harganya paling tertekan kemarin adalah FR0077 bertenor 5 tahun yang mengalami kenaikan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 1,6 basis poin (bps) menjadi 6,68%. Besaran 100 bps setara 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Meskipun tipis-tipis, rupiah sah jika dinilai melemah kemarin, setelah menguat tajam di awal pekan Rp 14.025 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu Rp 14.090 per dolar AS. Pergerakan rupiah yang relatif malas gerak (mager) karena terbatasnya rentang pergerakan, ditutup pada Rp 14.055 per dolar AS dan tercatat melemah 0,07%. Koreksi itu sejalan dengan mayoritas mata uang Benua Kuning lain.
Pergerakan indeks dolar (USDX atau istilah lainnya DXY) yang mencerminkan lihainya dolar AS di hadapan enam mata uang utama lain dunia kemarin menjadi salah satu alasan pelemahan rupiah. USDX naik menjadi 98,62 semalam, dari posisi penutupan hari sebelumnya 98,25.
BERLANJUT KE HAL 2
Sebelum resmi tutup warung, pasar saham Asia kemarin dikagetkan kejutan positif dari kemesraan AS-China di tengah pusaran perang dagang kedua negara tersebut. Padahal, sehari sebelumnya Beijing sudah melontarkan penawaran untuk membeli produk-produk agrikultur dari Negeri Paman Sam dengan jumlah yang lebih besar.
Sebagai gantinya, pihak China meminta AS untuk menunda pengenaan bea masuk baru, serta melonggarkan sanksi terhadap Huawei yang merupakan raksasa perusahaan telekomunikasi asal China.
Sentimen tersebut ditambah dengan kejutan baru semalam yang menunjukkan bahwa China memberi pengecualian (exemptions) kenaikan tarif impor balasan bagi 16 barang AS termasuk obat kanker, minyak pelumas, dan makanan ikan.
Karena mayoritas pasar Asia sudah tutup dan memang sudah positif sejak pagi, sentimen exemptions tersebut lebih berpengaruh dalam melambungkan pasar Eropa yang ditutup naik lumayan. FTSE 100 di London naik 0,96%, DAX di Jerman 0,74%, dan CAC40 di Prancis 0,44%.
Aroma kemesraan yang sedang ditebar pemerintah China juga berdampak luas dan tidak hanya di Benua Kuning dan Benua Biru, tetapi juga hingga Wall Street.
Dibuka naik, tiga indeks utama AS yaitu S&P 500 naik 0,72%, Dow Jones Industrial Avg menguat 0,85%, dan Nasdaq yang didukung saham-saham teknologi terbang 1,06%.
Langkah China yang dianggap sebagai itikad baik melanjutkan perundingan diapresiasi luas dan sudah membuat pelaku pasar dapat mensimulasikan hasil dari pertemuan yang berniat dilakukan bulan ini dan awal Oktober di Washington.
"Ada perbedaan besar di antara gerakan pasar hari ini dan [AS dan China yang] duduk di meja perundingan, benar-benar menyelesaikan kesepakatan," kata analis setempat dari Direxion, Ed Egilinsky, tulis Reuters.
Beralih ke emas hitam, semalam data simpanan minyak mentah AS, turun drastis 6,91 juta barel, lebih besar daripada prediksi konsensus yang disurvei Trading Economics 2,68 juta barel, sehingga seharusnya memicu melambungnya harga minyak.
Namun, dewi fortuna berkata lain. Turunnya data persediaan AS tersebut dibarengi oleh rencana Presiden AS Donald Trump mengurangi sanksi bagi Iran untuk mengamankan rencana pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani bulan ini.
Alhasil, harga minyak Brent turun 2,52% menjadi US$ 60,81 per barel dari US$ 62,38 per barel yang dibarengi turunnya harga minyak WTI 2,87% menjadi US$ 55,75 per barel dari US$ 57,4 per barel, meskipun pagi ini sudah terlihat pembalikan arah tipis.
BERLANJUT KE HAL 3
Kesatu, angin kemesraan China diharapkan akan berputar kembali ke Benua Kuning setelah berhasil menghijaubirukan Eropa dan AS semalam. Jika sentimen tersebut bertahan, maka dapat membuat pasar saham Asia kembali ngegas minimal hingga sesi pertama usai.
Kedua, turunnya emas hitam lebih dari 2% juga pertanda baik bagi makroekonomi Indonesia yang masih berkutat dengan kodrat sebagai net importir, tetapi justru dapat menekan korporasi di sektor tersebut.
Ketiga, nanti siang data inflasi negara Eropa yaitu Jerman dan Prancis serta kebijakan moneter ECB masih ditunggu-tunggu pasar. Jika inflasi melaju dengan kecepatan yang tepat dan kebijakan pelonggaran moneter ECB sesuai dengan prediksi pasar (pembelian aset di pasar senilai 3 miliar euro per bulan mulai Oktober) maka tentu dapat membuat senyum pelaku pasar lebih lebar lagi.
Keempat, inflasi Agustus AS juga akan diumumkan nanti malam. Trading Economics memprediksi inflasi akan naik tipis menjadi 1,9%, sedangkan konsensus pelaku pasar yang mereka himpun menilai inflasi AS akan sama dibanding Juli yaitu 1,8%.
Kelima, selain agenda pengumuman data investasi asing langsung di China serta neraca perdagangan Uni Eropa besok, pelaku pasar juga masih menantikan hasil dari Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 18 September yang akan menentukan arah pasar ke depannya. Pagi ini, probabilitas suku bunga The Fed Fund Rate akan turun sedikit berkurang menjadi 88,8% dari posisi kemarin 92,3%.
BERLANJUT KE HAL 4
Kamis, 12 September
Inflasi, Jerman. 13:00
Inflasi, Prancis. 13:45.
Suku bunga acuan, Uni Eropa. 16:45.
Inflasi, AS. 19:30.
Jumat, 13 September
Data investasi asing langsung (FDI), China. 14:00.
Neraca perdagangan, Uni Eropa. 16:00.
Allotment IPO PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS).
Cum dividen bonus PT Asuransi Sinarmas MSIG Tbk (LIFE) 16:15.
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv) Next Article Kabar dari China & AS Bikin Deg-Degan, IHSG Rawan Longsor!
Hari ini pun pasar keuangan kembali diprediksi akan sumringah di tengah langkah China mengecualikan 26 jenis barang impor dari AS yang sebelumnya akan dibebankan kenaikan tarif impor balasan.
Sejak awal perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sibuk tiarap dan tidak melepas garis penutupan pasar kemarin, sehingga membuat pergerakan sepanjang sesi 1 tidak banyak.
Pada sesi dua, pergerakan IHSG naik lebih signifikan dibanding sesi pagi dan semakin menggila 1 jam menjelang penutupan pasar hingga akhrinya ditutup di pucuk 0,71% ke level 6.381,95, menandai penguatan selama 6 hari tanpa putus.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,75%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,43%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,73%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+5,91%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,46%).
Total transaksi yang dibukukan kemarin Rp 8,85 triliun, di mana investor asing masih membukukan aksi beli bersih (net foreign buy) di pasar reguler Rp 114,21 miliar dan sedikit meredakan akumulasi aksi jual bersih asing sejak awal tahun yang masih Rp 11,3 triliun.
Kemarin, hanya indeks sektor barang konsumsi yang melemah yaitu -0,11%, sedangkan dua indeks sektoral yang paling perkasa adalah properti dan aneka industri masing-masing 1,57% dan 3,09%.
Penguatan di pasar saham ternyata tidak serta-merta terjadi di pasar obligasi rupiah yang justru loyo duluan kemarin, begitu juga dengan mata uang Garuda. Hasil lelang SUN rutin yang tinggi pada Selasa ternyata tidak mampu memperpanjang tren reli dan mengikuti arah IHSG di pasar 'sebelah'.
Kemarin, satu dari empat seri acuan di pasar yang harganya paling tertekan kemarin adalah FR0077 bertenor 5 tahun yang mengalami kenaikan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 1,6 basis poin (bps) menjadi 6,68%. Besaran 100 bps setara 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Meskipun tipis-tipis, rupiah sah jika dinilai melemah kemarin, setelah menguat tajam di awal pekan Rp 14.025 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu Rp 14.090 per dolar AS. Pergerakan rupiah yang relatif malas gerak (mager) karena terbatasnya rentang pergerakan, ditutup pada Rp 14.055 per dolar AS dan tercatat melemah 0,07%. Koreksi itu sejalan dengan mayoritas mata uang Benua Kuning lain.
Pergerakan indeks dolar (USDX atau istilah lainnya DXY) yang mencerminkan lihainya dolar AS di hadapan enam mata uang utama lain dunia kemarin menjadi salah satu alasan pelemahan rupiah. USDX naik menjadi 98,62 semalam, dari posisi penutupan hari sebelumnya 98,25.
BERLANJUT KE HAL 2
Sebelum resmi tutup warung, pasar saham Asia kemarin dikagetkan kejutan positif dari kemesraan AS-China di tengah pusaran perang dagang kedua negara tersebut. Padahal, sehari sebelumnya Beijing sudah melontarkan penawaran untuk membeli produk-produk agrikultur dari Negeri Paman Sam dengan jumlah yang lebih besar.
Sebagai gantinya, pihak China meminta AS untuk menunda pengenaan bea masuk baru, serta melonggarkan sanksi terhadap Huawei yang merupakan raksasa perusahaan telekomunikasi asal China.
Sentimen tersebut ditambah dengan kejutan baru semalam yang menunjukkan bahwa China memberi pengecualian (exemptions) kenaikan tarif impor balasan bagi 16 barang AS termasuk obat kanker, minyak pelumas, dan makanan ikan.
Karena mayoritas pasar Asia sudah tutup dan memang sudah positif sejak pagi, sentimen exemptions tersebut lebih berpengaruh dalam melambungkan pasar Eropa yang ditutup naik lumayan. FTSE 100 di London naik 0,96%, DAX di Jerman 0,74%, dan CAC40 di Prancis 0,44%.
Aroma kemesraan yang sedang ditebar pemerintah China juga berdampak luas dan tidak hanya di Benua Kuning dan Benua Biru, tetapi juga hingga Wall Street.
Dibuka naik, tiga indeks utama AS yaitu S&P 500 naik 0,72%, Dow Jones Industrial Avg menguat 0,85%, dan Nasdaq yang didukung saham-saham teknologi terbang 1,06%.
Langkah China yang dianggap sebagai itikad baik melanjutkan perundingan diapresiasi luas dan sudah membuat pelaku pasar dapat mensimulasikan hasil dari pertemuan yang berniat dilakukan bulan ini dan awal Oktober di Washington.
"Ada perbedaan besar di antara gerakan pasar hari ini dan [AS dan China yang] duduk di meja perundingan, benar-benar menyelesaikan kesepakatan," kata analis setempat dari Direxion, Ed Egilinsky, tulis Reuters.
Beralih ke emas hitam, semalam data simpanan minyak mentah AS, turun drastis 6,91 juta barel, lebih besar daripada prediksi konsensus yang disurvei Trading Economics 2,68 juta barel, sehingga seharusnya memicu melambungnya harga minyak.
Namun, dewi fortuna berkata lain. Turunnya data persediaan AS tersebut dibarengi oleh rencana Presiden AS Donald Trump mengurangi sanksi bagi Iran untuk mengamankan rencana pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani bulan ini.
Alhasil, harga minyak Brent turun 2,52% menjadi US$ 60,81 per barel dari US$ 62,38 per barel yang dibarengi turunnya harga minyak WTI 2,87% menjadi US$ 55,75 per barel dari US$ 57,4 per barel, meskipun pagi ini sudah terlihat pembalikan arah tipis.
BERLANJUT KE HAL 3
Kesatu, angin kemesraan China diharapkan akan berputar kembali ke Benua Kuning setelah berhasil menghijaubirukan Eropa dan AS semalam. Jika sentimen tersebut bertahan, maka dapat membuat pasar saham Asia kembali ngegas minimal hingga sesi pertama usai.
Kedua, turunnya emas hitam lebih dari 2% juga pertanda baik bagi makroekonomi Indonesia yang masih berkutat dengan kodrat sebagai net importir, tetapi justru dapat menekan korporasi di sektor tersebut.
Ketiga, nanti siang data inflasi negara Eropa yaitu Jerman dan Prancis serta kebijakan moneter ECB masih ditunggu-tunggu pasar. Jika inflasi melaju dengan kecepatan yang tepat dan kebijakan pelonggaran moneter ECB sesuai dengan prediksi pasar (pembelian aset di pasar senilai 3 miliar euro per bulan mulai Oktober) maka tentu dapat membuat senyum pelaku pasar lebih lebar lagi.
Keempat, inflasi Agustus AS juga akan diumumkan nanti malam. Trading Economics memprediksi inflasi akan naik tipis menjadi 1,9%, sedangkan konsensus pelaku pasar yang mereka himpun menilai inflasi AS akan sama dibanding Juli yaitu 1,8%.
Kelima, selain agenda pengumuman data investasi asing langsung di China serta neraca perdagangan Uni Eropa besok, pelaku pasar juga masih menantikan hasil dari Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 18 September yang akan menentukan arah pasar ke depannya. Pagi ini, probabilitas suku bunga The Fed Fund Rate akan turun sedikit berkurang menjadi 88,8% dari posisi kemarin 92,3%.
BERLANJUT KE HAL 4
Kamis, 12 September
Inflasi, Jerman. 13:00
Inflasi, Prancis. 13:45.
Suku bunga acuan, Uni Eropa. 16:45.
Inflasi, AS. 19:30.
Jumat, 13 September
Data investasi asing langsung (FDI), China. 14:00.
Neraca perdagangan, Uni Eropa. 16:00.
Allotment IPO PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS).
Cum dividen bonus PT Asuransi Sinarmas MSIG Tbk (LIFE) 16:15.
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY) | 5,05% |
Inflasi (Agustus 2019 YoY) | 3,49% |
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019) | 5,5% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (Q2-2019) | -3,04% PDB |
Neraca pembayaran (Q2-2019) | -US$ 1,98 miliar |
Cadangan devisa (Agustus 2019) | US$ 126,4 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv) Next Article Kabar dari China & AS Bikin Deg-Degan, IHSG Rawan Longsor!
Most Popular