Newsletter

Aroma Kemesraan China dan Minyak Bisa Bikin Pasar Bahagia

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 September 2019 07:17
Eropa dan Wall Street Hijau, Ditambah Faktor Minyak
Foto: REUTERS/Shannon Stapleton
Sebelum resmi tutup warung, pasar saham Asia kemarin dikagetkan kejutan positif dari kemesraan AS-China di tengah pusaran perang dagang kedua negara tersebut. Padahal, sehari sebelumnya Beijing sudah melontarkan penawaran untuk membeli produk-produk agrikultur dari Negeri Paman Sam dengan jumlah yang lebih besar.

Sebagai gantinya, pihak China meminta AS untuk menunda pengenaan bea masuk baru, serta melonggarkan sanksi terhadap Huawei yang merupakan raksasa perusahaan telekomunikasi asal China.

Sentimen tersebut ditambah dengan kejutan baru semalam yang menunjukkan bahwa China memberi pengecualian (exemptions) kenaikan tarif impor balasan bagi 16 barang AS termasuk obat kanker, minyak pelumas, dan makanan ikan.

Karena mayoritas pasar Asia sudah tutup dan memang sudah positif sejak pagi, sentimen exemptions tersebut lebih berpengaruh dalam melambungkan pasar Eropa yang ditutup naik lumayan. FTSE 100 di London naik 0,96%, DAX di Jerman 0,74%, dan CAC40 di Prancis 0,44%.

Aroma kemesraan yang sedang ditebar pemerintah China juga berdampak luas dan tidak hanya di Benua Kuning dan Benua Biru, tetapi juga hingga Wall Street.

Dibuka naik, tiga indeks utama AS yaitu S&P 500 naik 0,72%, Dow Jones Industrial Avg menguat 0,85%, dan Nasdaq yang didukung saham-saham teknologi terbang 1,06%.

Langkah China yang dianggap sebagai itikad baik melanjutkan perundingan diapresiasi luas dan sudah membuat pelaku pasar dapat mensimulasikan hasil dari pertemuan yang berniat dilakukan bulan ini dan awal Oktober di Washington.

"Ada perbedaan besar di antara gerakan pasar hari ini dan [AS dan China yang] duduk di meja perundingan, benar-benar menyelesaikan kesepakatan," kata analis setempat dari Direxion, Ed Egilinsky, tulis Reuters.

Beralih ke emas hitam, semalam data simpanan minyak mentah AS, turun drastis 6,91 juta barel, lebih besar daripada prediksi konsensus yang disurvei Trading Economics 2,68 juta barel, sehingga seharusnya memicu melambungnya harga minyak.

Namun, dewi fortuna berkata lain. Turunnya data persediaan AS tersebut dibarengi oleh rencana Presiden AS Donald Trump mengurangi sanksi bagi Iran untuk mengamankan rencana pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani bulan ini.

Alhasil, harga minyak Brent turun 2,52% menjadi US$ 60,81 per barel dari US$ 62,38 per barel yang dibarengi turunnya harga minyak WTI 2,87% menjadi US$ 55,75 per barel dari US$ 57,4 per barel, meskipun pagi ini sudah terlihat pembalikan arah tipis.


BERLANJUT KE HAL 3
(irv)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular