Newsletter

Fiuh, Legaa...! Akhirnya Ada Berita Baik Bagi Pasar Keuangan

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
05 September 2019 06:22
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga euforia di New York bisa terasa di Asia, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua tentu adalah rilis data ekonomi yang menggembirakan dari dua kekuatan ekonomi terbesar dunia diharapkan menjadi katalis positif untuk kembali mendongkrak risk appetite investor di pasar keuangan.

Rilis data yang dimaksud adalah angka PMI China, baik di sektor jasa maupun manufaktur, yang berada di atas 50, di mana ini menunjukkan adanya ekspansi aktifitas bisnis di sektor tersebut.

Kemudian, rilis data neraca perdagangan AS bulan Juli yang membukukan defisit sebesar US$ 54 miliar, lebih rendah dari defisit yang dicatatkan pada Juni 2019.

Capaian tersebut didukung oleh peningkatan ekspor sebesar 0,6% secara bulanan dan impor yang terkoreksi 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya, dilansir Trading Economics.

Akan tetapi, investor patut waspada karena Presiden AS Donald Trump mungkin saja masih kecewa dengan hasil tersebut. Pasalnya, tanpa penyesuaian musiman, defisit neraca perdagangan dengan China naik 9,4% menjadi US$ 32,8 miliar dari US$ 30 miliar di bulan Juni.

Sentimen ketiga adalah pergerakan indeks dolar yang yang terkoreksi cukup dalam pada penutupan perdagangan kemarin. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi hingga 0,6%, dilansir dari Refinitiv

Pelemahan greenback memberikan kesempatan pada rupiah dkk untuk bergerak ke utara, sekaligus menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada investor.

Akan tetapi pelaku pasar harap tetap waspada pada sentimen keempat yaitu lonjakan harga minyak.

Harga minyak dunia kontrak berjangka jenis Brent melonjak 4,14% ke level US$ 60,66/barel. Sedangkan minyak jenis Light Sweet (WTI) melesat 4,3% ke level US$ 56,26/barel, yang merupakan peningkatan harian terbesar sejak 10 Juli, dilansir CNBC International.

Kenaikan harga minyak lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya bagi Indonesia. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri tidak kunjung memadai.

Apabila harga minyak naik, maka impor minyak menjadi lebih mahal sehingga semakin membebani transaksi berjalan (current account). Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Bila transaksi berjalan tertekan, rupiah akan dibayangi resiko pelemahan.

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) (dwa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular