Newsletter

Waspada! AS dan China Resmi Terapkan Tarif Baru

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 September 2019 06:19
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang positif. Diharapkan optimisme di sana bisa menular sampai ke Asia, tidak terkecuali Indonesia.

Namun, penguatan tersebut tampaknya akan dibatasi oleh sikap waspada investor seiring dengan pergerakan surat berharga AS dan lanjutan dialog dagang AS-China

Sentimen kedua adalah mulai China dan AS yang secara efektif saling mengenakan tarif tambahan pada Minggu (1/9/2019), meskipun kedua negara memberikan indikasi bawah dialog dagang akan dilanjutkan bulan ini.

Babak pemberlakuan tarif baru oleh Negeri Tiongkok mulai berlaku pada Minggu pukul 11:00 WIB, di mana untuk pertama kalinya sejak perang dagang dimulai setahun lalu, Beijing memutuskan mengenakan bea masuk 5% atas produk minyak asal AS, dilansir dari Reuters.

Selain itu, bea masuk tambahan sebesar 5% dan 10% juga dikenakan pada 1.717 produk dari total 5.078 produk Made in USA. China akan mulai memberlakukan tarif pada sisa produk mulai 15 Desember 2019.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump sebelumnya menegaskan bahwa China dan AS memang masih akan melanjutkan dialog di bulan September, tetapi penambahan tarif pada produk Negeri Tirai Bambu pada Minggu tidak akan ditunda, dikutip dari Reuters.

Negeri Adidaya tersebut telah menerapkan tarif 15% pada produk impor asal China senilai US$ 125 miliar pada Minggu dini hari. Beberapa barang yang dikenakan tarif termasuk pengeras suara pintar, produk alas kaki, dan Bluetooth headphone.

Kedua negara yang kekeh mengeksekusi bea masuk tambahan akan semakin menyakiti perekonomian keduanya dan hal ini secara otomatis akan terus menekan laju pertumbuhan ekonomi dunia.

Sentimen ketiga adalah potensi perekonomian Negeri Paman Sam yang bisa masuk ke jurang resesi. Hal ini terlihat dari pergerakan surat berharga AS yang dalam 6 hari beruntun terus menunjukkan inversi imbal hasil.

Fenomena inversi membatasi pelaku pasar karena inversi merupakan salah satu indikator dari potensi datangnya resesi. Pasalnya dalam 3 resesi terkahir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun yang sebelumnya didahului inversi pada tenor 3 dan 5 tahun.

Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal atau lebih berturut-turut.

Melansir data perdagangan terakhir yield surat berharga AS tenor 3 bulan ada di 1,9893 poin, sedangkan tenor 10 tahun ada di 1,4994 poin. Terdapat selisih hingga 48,99 basis poin.

Terakhir sentimen keempat yang mungkin dapat membuat rupiah terjaga adalah penurunan harga minyak dikarenakan badai yang menimpa tepi pantai Florida dapat menekan permintaan atas emas hitam dari wilayah tersebut.

“Badai Dorian menghindari Teluk Meksiko, tapi menyapu seluruh negara bagian Florida, mengubahnya menjadi peristiwa yang menghancurkan permintaan di pasar energi dibandingkan dengan menganggu pasokan,” ujar John Kilduff dari Again Capital yang berbasis di New York, dilansir dari CNBC International.

Pada Jumat, harga minyak kontrak pengirima Oktober jenis Brent dan Light Sweet masing-masing anjlok sebesar 1,06% ke level US$ 60,43/barel dan 2,84% menjadi US$ 55,1/barel.

Koreksi harga minyak adalah berkah bagi rupiah. Sebab penurunan harga minyak bisa membuat biaya impor komoditas ini lebih murah. Sesuatu yang tentu menguntungkan bagi negara net importir minyak seperti Indonesia.

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) (dwa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular