Newsletter

Awas, Klaim Sepihak dari Trump Bisa Kembali Rontokkan IHSG!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 August 2019 06:31
Awas, Klaim Sepihak dari Trump Bisa Kembali Rontokkan IHSG!
Foto: Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Trump tiba untuk kunjungan kenegaraan mereka ke Inggris, di Bandara Stansted dekat London, Inggris, (3/06/2019). (REUTERS / Hannah McKay)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan melemah pada perdagangan kemarin (26/8/2019): Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi sebesar 0,66% ke level 6.214,51, rupiah terdepresiasi 0,18% di pasar spot ke level Rp 14.235/dolar AS, sementara imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun naik 4,4 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama Benua Kuning yang berguguran pada perdagangan kemarin: indeks Nikkei ambruk 2,17%, indeks Shanghai jatuh 1,17%, indeks Hang Seng merosot 1,91%, indeks Straits Times melemah 1,45%, dan indeks Kospi berkurang 1,64%.

Eskalasi perang dagang AS-China menjelang akhir pekan terbukti sukses dalam memantik aksi jual dengan intensitas yang begitu besar di bursa saham Benua Kuning.

Eskalasi pertama dari pengumuman China bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kini kembali mengaktifkannya.

"Sebagai respons terhadap tindakan AS, China terpaksa mengambil langkah balasan," tulis pernyataan resmi pemerintah China, dilansir dari CNBC International.

Eskalasi berikutnya datang dari langkah AS yang merespons bea masuk balasan dari China dengan bea masuk versinya sendiri. Melalui cuitan di Twitter, Trump mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

"...Yang menyedihkan, pemerintahan-pemerintahan terdahulu telah membiarkan China lolos dari praktek perdagangan yang curang dan tidak berimbang, yang mana itu telah menjadi beban yang sangat berat yang harus ditanggung oleh masyarakat AS. Sebagai seorang Presiden, saya tak lagi bisa mengizinkan hal ini terjadi!...." cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi terus saling balas mengenakan bea masuk untuk produk impor dari masing-masing negara, memang aktivitas konsumsi dan investasi akan terpengaruh yang pada akhirnya membuat aktivitas perdagangan dunia menjadi lesu.

Pada tahun 2017, International Monetary Fund (IMF) mencatat pertumbuhan ekonomi global melonjak menjadi 3,789%, dari yang sebelumnya 3,372% pada tahun 2016, sekaligus menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2011.

Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi global melandai menjadi 3,598%. Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan kembali melandai menjadi 3,328%.

Jika terealisasi, maka akan menandai laju pertumbuhan ekonomi terburuk sejak tahun 2009 kala perekonomian global justru terkontraksi sebesar 0,107% akibat krisis keuangan global.

Di sisi lain, tekanan yang begitu besar yang menerpa bursa saham Hong Kong juga dimotori oleh aksi demonstrasi yang terus saja terjadi di sana.

Pada hari Minggu (25/8/2019), aksi demonstrasi kembali digelar di Hong Kong dan berakhir dengan ricuh, di mana polisi sampai menembakkan senjata api ke langit. Lebih lanjut, aparat kepolisian Hong Kong untuk kali pertama menembakkan water cannon ke arah demonstran.

Aksi demonstrasi ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong. RUU ini pada akhirnya dimatikan sendiri oleh Lam.

RUU ini sebelumnya dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah karenanya.

Simpelnya, bisa saja orang di Hong Kong (baik itu warga negara maupun bukan) ditangkap dan kemudian dikirim ke China untuk diadili hanya karena unggahan di sosial media yang dianggap merendahkan pemerintah China.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Pekan Lalu Babak Belur, Wall Street Kini Bangkit
Beralih ke AS, Wall Street mencetak apresiasi pada perdagangan kemarin: indeks Dow Jones naik 1,05%, indeks S&P 500 menguat 1,1%, dan indeks Nasdaq Composite melejit 1,32%.

Wall Street sukses bangkit pasca sudah terpuruk pada pekan lalu. Dalam sepekan kemarin, indeks Dow Jones turun 0,99%, indeks S&P 500 ambruk 1,44%, dan indeks Nasdaq Composite anjlok 1,83%.

Koreksi begitu dalam yang dibukukan bursa saham Negeri Paman Sam menjelang akhir pekan membuat kinerjanya begitu mengecewakan jika dihitung secara mingguan. Pada perdagangan hari Jumat (23/8/2019), indeks Dow Jones ditutup anjlok 2,37%, indeks S&P 500 ambruk 2,59%, dan indeks Nasdaq Composite merosot 3%.

Membuncahnya harapan bahwa AS-China akan bisa meneken kesepakatan dagang membuat pelaku pasar memburu saham-saham di AS pada perdagangan kemarin. Berbicara di hadapan reporter di sela-sela pertemuan dengan para pimpinan negara-negara Group of Seven (G-7) di Prancis, Trump menyebut bahwa kedua negara akan mulai berbincang dengan sangat serius.

"China menelepon delegasi tingkat tinggi kami di bidang perdagangan tadi malam dan mengatakan 'mari kembali ke meja perundingan' sehingga kami akan melakukannya dan saya rasa mereka ingin melakukan sesuatu. Mereka telah sangat tersakiti namun mereka sadar bahwa inilah langkah yang tepat untuk dilakukan dan saya memiliki rasa hormat yang besar untuk itu. Ini adalah perkembangan yang sangat positif untuk dunia," kata Trump, dilansir dari CNBC International.

Saham-saham yang sangat sensitif terhadap perkembangan perang dagang AS-China pun dibuat melesat karenanya. Pada penutupan perdagangan, harga saham Micron dan Advanced Micro Devices selaku pembuat chip melesat masing-masing sebesar 1,1% dan 2,5%. Sementara itu, harga saham raksasa teknologi yang bermarkas di Cupertino, Apple, melejit 1,9%.

Wajar jika pelaku pasar begitu mengapresiasi mendinginnya hubungan dagang AS-China. Pasalnya, tak hanya saling balas bea masuk, Trump tampak sudah semakin all-in dalam menghadapi perang dagang dengan China.

Sebelum mengumumkan bea masuk baru terhadap importasi produk asal China pada hari Jumat kemarin, melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump memerintahkan perusahaan-perusahaan asal AS untuk meninggalkan China.

"Perusahaan-perusahaan hebat asal AS dengan ini diperintahkan untuk segera mulai mencari alternatif atas China, termasuk membawa perusahaan-perusahaan Anda pulang dan membuat produk-produk Anda di AS," cetus Trump.

Memang, hingga saat ini belum jelas apakah Trump memang punya kuasa untuk mengutus perusahaan-perusahaan asal AS untuk hengkang dari China. Namun, jika ternyata sampai ada celah di sistem hukum AS yang bisa dimanfaatkan Trump untuk mengeksekusi perintahnya tersebut, dampaknya dipastikan akan parah.

Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan penyuplai barang terbesar bagi AS. Ada begitu banyak perusahaan-perusahaan AS yang membangun pabrik di sana lantaran biaya produksi yang lebih murah.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini Pada perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentunya kinerja Wall Street yang terbilang oke pada perdagangan kemarin. Mengingat posisi Wall Street selaku kiblat dari pasar saham dunia, diharapkan bahwa apresiasi yang dibukukan di sana bisa menjalar ke kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Kedua, pelaku pasar patut mencermati dinamika yang mewarnai perang dagang AS-China. Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, memang ada kabar positif terkait perang dagang kedua negara yakni komentar dari Trump bahwa China telah mengajak AS kembali ke meja perundingan.

Namun, pernyataan dari Trump ini kemudian dimentahkan oleh Hu Xijin, Pemimpin Redaksi dari Global Times. Untuk diketahui, Global Times merupakan sebuah tabloid yang berada di bawah naungan People's Daily. People's Daily sendiri merupakan sebuah koran yang dikontrol oleh Partai Komunis China.

Karena terafiliasi dengan Partai Komunis China, komentar-komentar dari Hu dicermati oleh pelaku pasar. Tercatat, Hu beberapa kali memproyeksikan dengan benar terkait dengan perkembangan perang dagang AS-China.

Hu menyebut bahwa delegasi tingkat tinggi antara AS dan China tak menggelar perbincangan melalui sambungan telepon seperti yang dikatakan Trump.

"Berdasarkan yang saya tahu, delegasi tingkat tinggi dari China dan AS tidak mengggelar perbincangan melalui sambungan telepon dalam beberapa hari terakhir," tulis Hu melalui akun Twitternya.

Lebih lanjut, Hu menyebut bahwa komunikasi memang terjadi, namun pada level yang jauh lebih rendah, sehingga pernyataan yang dilontarkan oleh Trump tidaklah tepat.

"Kedua pihak telah menjaga komunikasi di level bawah (technical level), itu tidaklah memiliki signifikansi seperti yang dikesankan oleh Presiden Trump.

Hu pu menyebut bahwa China tak mengubah posisinya dalam hal perang dagang dengan AS.

"China tak mengubah posisinya. China tak akan tunduk kepada tekanan dari AS," kata Hu untuk menutup cuitannya.



Lebih lanjut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menyebut bahwa dirinya tak mengetahui jika perbincangan melalui sambungan telepon seperti yang diklaim oleh Trump itu benar-benar terjadi.

Dengan klaim sepihak yang tampaknya dilakukan oleh Trump, optimisme pelaku pasar bisa jadi akan meredup dan membuat mereka enggan untuk menyentuh instrumen berisiko di pasar keuangan Asia.

Sentimen ketiga yang perlu dicermati pelaku pasar adalah perkasanya dolar AS. Pada pukul 06:15 WIB, indeks dolar AS ditransaksikan menguat 0,45%. Klaim sepihak yang tampaknya dilakukan oleh Trump terkait dengan perkembangan hubungan dagang dengan China membuat pelaku pasar bermain aman dengan mengalihkan asetnya ke dolar AS selaku safe haven.

Hal ini sejatinya wajar saja. Jika China sampai dibuat berang oleh klaim sepihak dari Trump tersebut, yang ada justru perang dagang bisa kian tereskalasi.

Jika dolar AS terus perkasa di sisa hari ini, rupiah bisa kembali melemah dan terus memantik aksi jual dari investor asing di pasar keuangan Indonesia. Kala rupiah melemah, investor asing akan enggan untuk masuk ke instrumen keuangan yang berbasis rupiah lantaran mereka bisa menanggung yang namanya kerugian kurs.

Melansir data dari RTI, dalam sebulan terakhir (26 Juli 2019-26 Agustus 2019) investor asing tercatat membukukan jual bersih senilai Rp 8,41 triliun di pasar saham (pasar reguler).

Di pasar obligasi, kondisinya tak jauh berbeda. Melansir data yang dipublikasikan Direktoral Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini (hingga perdagangan tanggal 22 Agustus) investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 4,84 triliun.

BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Simak Data dan Agenda Berikut Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data indeks keyakinan konsumen Korea Selatan periode Agustus 2019 (04:00 WIB)
  • Rilis data pertumbuhan laba bersih perusahaan industri di China periode Januari-Juli 2019 (08:30 WIB)
  • Rilis data indeks keyakinan konsumen AS periode Agustus 2019 (21:00 WIB)

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)Public Expose13:14 WIB
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)Public Expose14:30 WIB


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2019)5,05% YoY
Inflasi (Juli 2019)3,32% YoY
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)5,5%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2019)-3,04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2019)-US$ 1,98 miliar
Cadangan devisa (Juli 2019)US$ 125,9 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular