
Polling CNBC Indonesia
Konsensus: Bunga Acuan Diramal Tetap 6%, Tapi...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 June 2019 08:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Juni yang hasilnya diumumkan esok hari. Namun suara-suara penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate mulai bermunculan dan tidak bisa dikesampingkan.
Konsensus pasar yang dihimpun Indonesia menghasilkan median suku bunga acuan bertahan di 6% dalam RDG BI bulan ini. Dari 11 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, tujuh di antaranya memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga acuan.
Bagi yang memperkirakan suku bunga acuan dipertahankan, alasan utamanya adalah stabilitas eksternal. Sejak tahun lalu, posisi (stance) posisi kebijakan suku bunga BI adalah stabilitas.
Indikator utama untuk mengukur stabilitas adalah Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Ada kekhawatiran terjadi arus modal keluar saat BI menurunkan suku bunga acuan, sehingga surplus NPI berisiko berkurang, atau bahkan bisa berbalik defisit.
Sebab NPI kini praktis bertumpu kepada arus modal, salah satunya dari sektor keuangan yang sensitif terhadap suku bunga. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di Indonesia ikut berkurang sehingga menjadi disinsentif bagi investor untuk menanamkan modalnya.
"BI memang sangat concern dengan stabilitas eksternal, ini yang membuat bank sentral menaikkan suku bunga acuan sampai 175 basis poin pada 2018 untuk membendung arus modal keluar. Concern inilah yang sepertinya membuat BI belum bisa menempuh langkah seperti para tetangganya yang mulai mengendurkan kebijakan moneter. Dengan sikap BI yang masih sangat berhati-hati, kami memperkirakan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin baru terjadi pada kuartal III," papar Katrina Ell, Ekonom Moody's Analytics, dalam risetnya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sementara yang memperkirakan suku bunga turun, faktor utamanya adalah inflasi domestik yang terkendali. Pada Mei, inflasi memang terakselerasi menjadi 3,32% year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya yaitu 2,83%. Namun itu sepertinya hanya kejadian sesaat karena dorongan peningkatan permintaan saat Ramadan.
Secara umum, inflasi domestik tetap aman dan terkendali. BI memperkirakan inflasi sepanjang 2019 sebesar 3,1%, berada di batas bawah kisaran 2,5-4,5%.
Ditambah lagi 'suasana kebatinan' bank sentral berbagai negara sedang mengarah ke pelonggaran kebijakan moneter. Bahkan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserves/The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% pada Juli mencapai 67,9%. Naik dibandingkan posisi sepekan lalu yaitu 66,3%.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun terlihat semakin kalem atau dovish. Berbicara di Sintra Forum di Portugal, Presiden ECB Mario Dragi menyatakan siap untuk melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi gagal terakselerasi menuju target 2%.
"Jika tidak ada kemajuan, seperti inflasi terancam tidak sesuai dengan target, maka dibutuhkan stimulus tambahan. Kami akan menggunakan fleksibilitas kebijakan untuk mencapai mandat dan menjawab berbagai tantangan ke depan. Kebijakan moneter harus setia pada tujuannya, dan tidak mundur kala inflasi rendah," tegas Draghi, mengutip Reuters.
Jadi dengan inflasi domestik yang aman plus tren suku bunga global yang mengarah ke selatan, tidak heran sejumlah pihak berani memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 5,75% esok hari. Jika terjadi, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Agustus 2017.
"BI sepatutnya tidak terlampau mencemaskan situasi neraca perdagangan. Masalah di neraca perdagangan tidak membuat bank sentral di negara lain untuk menurunkan suku bunga," tegas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas.
Dalam beberapa waktu terakhir, lanjut Satria, bank sentral di Australia, India, Filipina, dan Malaysia telah menurunkan suku bunga acuan. Penurunan itu ditempuh meski ada tantangan di neraca perdagangan dan stabilitas eksternal.
Pada Mei, neraca perdagangan India dan Filipina membukukan defisit masing-masing US$ 15,33 miliar dan US$ 3,14 miliar. Lebih tinggi ketimbang posisi yang sama tahun sebelumnya yaitu minus US$ 13,72 miliar dan US$ 2,34 miliar.
"Menariknya, penurunan suku bunga relatif tidak direspons berlebihan di pasar valas," ujar Satria.
Jadi bagaimana, Pak Gubernur? Mau tetap atau berani turunkan suku bunga?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Pasar Tak Kompak, Bunga Acuan BI Tetap atau Turun Nih?
Konsensus pasar yang dihimpun Indonesia menghasilkan median suku bunga acuan bertahan di 6% dalam RDG BI bulan ini. Dari 11 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, tujuh di antaranya memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga acuan.
Institusi | BI 7 Day Reverse Repo Rate (%) |
Mirae Asset | 6 |
CIMB Niaga | 6 |
ING | 6 |
Citi | 6 |
Moody's Analytics | 6 |
Barclays | 5.75 |
Danareksa Research Institute | 6 |
ANZ | 5.75 |
BCA | 6 |
Maybank Indonesia | 5.75 |
Bahana Sekuritas | 5.75 |
MEDIAN | 6 |
Bagi yang memperkirakan suku bunga acuan dipertahankan, alasan utamanya adalah stabilitas eksternal. Sejak tahun lalu, posisi (stance) posisi kebijakan suku bunga BI adalah stabilitas.
Indikator utama untuk mengukur stabilitas adalah Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Ada kekhawatiran terjadi arus modal keluar saat BI menurunkan suku bunga acuan, sehingga surplus NPI berisiko berkurang, atau bahkan bisa berbalik defisit.
Sebab NPI kini praktis bertumpu kepada arus modal, salah satunya dari sektor keuangan yang sensitif terhadap suku bunga. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di Indonesia ikut berkurang sehingga menjadi disinsentif bagi investor untuk menanamkan modalnya.
"BI memang sangat concern dengan stabilitas eksternal, ini yang membuat bank sentral menaikkan suku bunga acuan sampai 175 basis poin pada 2018 untuk membendung arus modal keluar. Concern inilah yang sepertinya membuat BI belum bisa menempuh langkah seperti para tetangganya yang mulai mengendurkan kebijakan moneter. Dengan sikap BI yang masih sangat berhati-hati, kami memperkirakan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin baru terjadi pada kuartal III," papar Katrina Ell, Ekonom Moody's Analytics, dalam risetnya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sementara yang memperkirakan suku bunga turun, faktor utamanya adalah inflasi domestik yang terkendali. Pada Mei, inflasi memang terakselerasi menjadi 3,32% year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya yaitu 2,83%. Namun itu sepertinya hanya kejadian sesaat karena dorongan peningkatan permintaan saat Ramadan.
Secara umum, inflasi domestik tetap aman dan terkendali. BI memperkirakan inflasi sepanjang 2019 sebesar 3,1%, berada di batas bawah kisaran 2,5-4,5%.
Ditambah lagi 'suasana kebatinan' bank sentral berbagai negara sedang mengarah ke pelonggaran kebijakan moneter. Bahkan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserves/The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% pada Juli mencapai 67,9%. Naik dibandingkan posisi sepekan lalu yaitu 66,3%.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun terlihat semakin kalem atau dovish. Berbicara di Sintra Forum di Portugal, Presiden ECB Mario Dragi menyatakan siap untuk melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi gagal terakselerasi menuju target 2%.
"Jika tidak ada kemajuan, seperti inflasi terancam tidak sesuai dengan target, maka dibutuhkan stimulus tambahan. Kami akan menggunakan fleksibilitas kebijakan untuk mencapai mandat dan menjawab berbagai tantangan ke depan. Kebijakan moneter harus setia pada tujuannya, dan tidak mundur kala inflasi rendah," tegas Draghi, mengutip Reuters.
Jadi dengan inflasi domestik yang aman plus tren suku bunga global yang mengarah ke selatan, tidak heran sejumlah pihak berani memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 5,75% esok hari. Jika terjadi, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Agustus 2017.
"BI sepatutnya tidak terlampau mencemaskan situasi neraca perdagangan. Masalah di neraca perdagangan tidak membuat bank sentral di negara lain untuk menurunkan suku bunga," tegas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas.
Dalam beberapa waktu terakhir, lanjut Satria, bank sentral di Australia, India, Filipina, dan Malaysia telah menurunkan suku bunga acuan. Penurunan itu ditempuh meski ada tantangan di neraca perdagangan dan stabilitas eksternal.
Pada Mei, neraca perdagangan India dan Filipina membukukan defisit masing-masing US$ 15,33 miliar dan US$ 3,14 miliar. Lebih tinggi ketimbang posisi yang sama tahun sebelumnya yaitu minus US$ 13,72 miliar dan US$ 2,34 miliar.
"Menariknya, penurunan suku bunga relatif tidak direspons berlebihan di pasar valas," ujar Satria.
Jadi bagaimana, Pak Gubernur? Mau tetap atau berani turunkan suku bunga?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Pasar Tak Kompak, Bunga Acuan BI Tetap atau Turun Nih?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular