
Newsletter
Jokowi Menang Lagi, Tapi Tirai Panggung Politik Belum Ditutup
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
21 May 2019 05:46

Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York berakhir di zona merah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,33%, S&P 500 melemah 0,67%, dan Nasdaq Composite amblas 1,46%.
Investor mencemaskan isu perang dagang AS-China yang kembali bergulir. Pekan lalu, pemerintah AS telah memasukkanHuawei (perusahaan teknologi asal China) ke daftar hitam karena dinilai berpotensi mengganggu keamanan dan kepentingan nasional. Artinya, perusahaan AS dilarang berbisnis dengan Huawei kecuali mendapatkan restu dari pemerintah.
Satu per satu korporasi di Negeri Paman Sam meninggalkanHuawei. Salah satunya adalah Google, yang memutus akses aplikasi dan layanan untuk perangkat Huawei. Tidak hanya Google, perusahaan pembuat komponen seperti Intel, Xilink, dan Broadcom juga menghentikan pasokan ke Huawei.
Padahal Huawei adalah perusahaan pembuat perangkat telekomunikasi terbesar di dunia. Memutus pasokan berarti akan menggerus pasar Google, Intel, dkk secara signifikan. Akibatnya laba mereka bisa turun, yang membuat sahamnya kurang diapresiasi investor.
Harga saham Alphabet (induk usaha Google) merosot 2,06% sementara Intel ambrol 2,96%. Wajar saja indeks Nasdaq mengalami koreksi paling dalam.
"Risiko politik kini menjadi risiko bisnis. Laporan keuangan emiten-emiten teknologi akan sangat terpengaruh," tegas Chad Morganlander, Senior Portfolio Manager di Crossing Advisors yang berbasis di New Jersey, mengutip Reuters.
"Semakin jauh perang dagang berlangsung, maka eskalasi akan semakin tinggi. Investor tidak akan banyak melakukan pembelian," tambah Matt Watson, Portfolio Manager di James Investment Research yang berbasis di Ohio, dikutip dari Reuters.
Benar saja, pelaku pasar memang terlihat hati-hati. Volume perdagangan di Wall Street hari ini 'hanya' melibatkan 6,4 miliar unit saham. Jauh di bawah rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yaitu 7,01 miliar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Investor mencemaskan isu perang dagang AS-China yang kembali bergulir. Pekan lalu, pemerintah AS telah memasukkanHuawei (perusahaan teknologi asal China) ke daftar hitam karena dinilai berpotensi mengganggu keamanan dan kepentingan nasional. Artinya, perusahaan AS dilarang berbisnis dengan Huawei kecuali mendapatkan restu dari pemerintah.
Satu per satu korporasi di Negeri Paman Sam meninggalkanHuawei. Salah satunya adalah Google, yang memutus akses aplikasi dan layanan untuk perangkat Huawei. Tidak hanya Google, perusahaan pembuat komponen seperti Intel, Xilink, dan Broadcom juga menghentikan pasokan ke Huawei.
Padahal Huawei adalah perusahaan pembuat perangkat telekomunikasi terbesar di dunia. Memutus pasokan berarti akan menggerus pasar Google, Intel, dkk secara signifikan. Akibatnya laba mereka bisa turun, yang membuat sahamnya kurang diapresiasi investor.
Harga saham Alphabet (induk usaha Google) merosot 2,06% sementara Intel ambrol 2,96%. Wajar saja indeks Nasdaq mengalami koreksi paling dalam.
"Risiko politik kini menjadi risiko bisnis. Laporan keuangan emiten-emiten teknologi akan sangat terpengaruh," tegas Chad Morganlander, Senior Portfolio Manager di Crossing Advisors yang berbasis di New Jersey, mengutip Reuters.
"Semakin jauh perang dagang berlangsung, maka eskalasi akan semakin tinggi. Investor tidak akan banyak melakukan pembelian," tambah Matt Watson, Portfolio Manager di James Investment Research yang berbasis di Ohio, dikutip dari Reuters.
Benar saja, pelaku pasar memang terlihat hati-hati. Volume perdagangan di Wall Street hari ini 'hanya' melibatkan 6,4 miliar unit saham. Jauh di bawah rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yaitu 7,01 miliar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular