
Newsletter
Ada Mitos Investor Mundur Dulu Jelang Pemilu, Benarkah?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 April 2019 05:37

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama sudah pasti performa Wall Street yang kurang ciamik. Dikhawatirkan angka-angka merah di Wall Street bisa membuat mood pelaku pasar di Asia sudah rusak duluan sebelum memulai perdagangan.
Sentimen kedua adalah masih dari dinamika perundingan dagang AS-China. Kabar baik kembali datang, kali ini dari Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.
"Saya berharap kami semakin dekat ke putaran final menuju kesepakatan. Kami membuat kemajuan, tetapi saya ingin hati-hati karena ini bukan negosiasi publik. Ini adalah perjanjian yang sangat-sangat detil, mencakup hal yang belum pernah dibahas sebelumnya," papar Mnuchin, mengutip Reuters.
Namun Mnuchin memberi bocoran bahwa kesepakatan damai dagang AS-China akan berisi 7 bab. "Ini akan menjadi perubahan paling signifikan dalam hubungan AS-China selama 40 tahun terakhir," tegasnya.
Asa damai dagang AS-China yang semakin nyata tentu berpotensi membuat risk appetite investor membuncah. Arus modal bisa kembali membanjiri aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kalau ini terjadi, tentu sebuah kabar baik buat IHSG, rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN).
Sampai saat ini risk appetite masih terjaga, terlihat dari dolar AS yang masih mengalami pelemahan. Pada pukul 04:38 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,04%. Apabila tren koreksi dolar AS berlanjut, maka rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini akan mendapat durian runtuh.
Namun rupiah masih harus waspada karena dolar AS bisa bangkit kapan saja. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index begitu tipis, dia bisa berbalik menguat sewaktu-waktu.
Apalagi ada sentimen positif yaitu rilis data New York Empire State Manufacturing Index yang tercatat 10,1 pada April. Jauh melampaui bulan sebelumnya yaitu 3,7.
Data ini menandakan kebangkitan aktivitas manufaktur di Negeri Paman Sam. Artinya walau ekonomi mungkin melambat, tetapi masih ada geliat. Ini berpotensi membuat laju inflasi tidak terlalu lambat, sehingga The Federal Reserve/The Fed masih harus berpikir ulang untuk menurunkan suku bunga acuan.
Sekarang kalau bicara suku bunga bukan lagi naik atau tidak naik, tapi turun atau tidak turun. Sebab kemungkinan untuk turun lebih besar ketimbang naik.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan AS bertahan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 adalah 60,4%. Sementara kemungkinan untuk turun menjadi 2-2,25% adalah 32,5%.
Berapa besar peluang Federal Funds Rate untuk naik? Nol persen.
Jadi sekarang suku bunga tidak naik saja sudah harus disyukuri oleh dolar AS, sehingga menjadi sentimen positif. Oleh karena itu, rilis data NY Empire State Manufacturing Index perlu diwaspadai oleh rupiah karena bisa menjadi peluit yang membangunkan dolar AS.
Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah pelaksaan Pemilu yang semakin dekat. Besok, rakyat Indonesia akan memilih anggota legislatif dan Presiden-Wakil Presiden periode 2019-2024. Segala hiruk-pikuk dan kegaduhan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir akan memuncak esok hari. The moment of truth.
Well, legenda menyatakan bahwa investor cenderung wait and see jelang Pemilu. Sebab investor ingin melihat ke mana angin berhembus, apakah akan ada perubahan signifikan atau tidak.
Sesuatu yang sangat masuk akal, karena musuh terbesar pasar adalah ketidakpastian. Kalau semua sudah pasti, seluruh risiko sudah bisa dihitung, baru investor bisa tenang memasuki gelanggang.
Tanda-tanda legenda itu benar adanya sudah terlihat kemarin. Meski IHSG ditutup menguat, tetapi investor asing melakukan jual bersih Rp 344,8 miliar. Sepertinya investor (terutama asing) mundur dulu untuk melihat dan mencerna ke mana arah Indonesia usai Pemilu.
Apakah legenda itu lagi-lagi akan menjadi kenyataan pada hari ini? Kita lihat saja nanti...
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah masih dari dinamika perundingan dagang AS-China. Kabar baik kembali datang, kali ini dari Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.
"Saya berharap kami semakin dekat ke putaran final menuju kesepakatan. Kami membuat kemajuan, tetapi saya ingin hati-hati karena ini bukan negosiasi publik. Ini adalah perjanjian yang sangat-sangat detil, mencakup hal yang belum pernah dibahas sebelumnya," papar Mnuchin, mengutip Reuters.
Namun Mnuchin memberi bocoran bahwa kesepakatan damai dagang AS-China akan berisi 7 bab. "Ini akan menjadi perubahan paling signifikan dalam hubungan AS-China selama 40 tahun terakhir," tegasnya.
Asa damai dagang AS-China yang semakin nyata tentu berpotensi membuat risk appetite investor membuncah. Arus modal bisa kembali membanjiri aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kalau ini terjadi, tentu sebuah kabar baik buat IHSG, rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN).
Sampai saat ini risk appetite masih terjaga, terlihat dari dolar AS yang masih mengalami pelemahan. Pada pukul 04:38 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,04%. Apabila tren koreksi dolar AS berlanjut, maka rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini akan mendapat durian runtuh.
Namun rupiah masih harus waspada karena dolar AS bisa bangkit kapan saja. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index begitu tipis, dia bisa berbalik menguat sewaktu-waktu.
Apalagi ada sentimen positif yaitu rilis data New York Empire State Manufacturing Index yang tercatat 10,1 pada April. Jauh melampaui bulan sebelumnya yaitu 3,7.
Data ini menandakan kebangkitan aktivitas manufaktur di Negeri Paman Sam. Artinya walau ekonomi mungkin melambat, tetapi masih ada geliat. Ini berpotensi membuat laju inflasi tidak terlalu lambat, sehingga The Federal Reserve/The Fed masih harus berpikir ulang untuk menurunkan suku bunga acuan.
Sekarang kalau bicara suku bunga bukan lagi naik atau tidak naik, tapi turun atau tidak turun. Sebab kemungkinan untuk turun lebih besar ketimbang naik.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan AS bertahan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 adalah 60,4%. Sementara kemungkinan untuk turun menjadi 2-2,25% adalah 32,5%.
Berapa besar peluang Federal Funds Rate untuk naik? Nol persen.
Jadi sekarang suku bunga tidak naik saja sudah harus disyukuri oleh dolar AS, sehingga menjadi sentimen positif. Oleh karena itu, rilis data NY Empire State Manufacturing Index perlu diwaspadai oleh rupiah karena bisa menjadi peluit yang membangunkan dolar AS.
Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah pelaksaan Pemilu yang semakin dekat. Besok, rakyat Indonesia akan memilih anggota legislatif dan Presiden-Wakil Presiden periode 2019-2024. Segala hiruk-pikuk dan kegaduhan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir akan memuncak esok hari. The moment of truth.
Well, legenda menyatakan bahwa investor cenderung wait and see jelang Pemilu. Sebab investor ingin melihat ke mana angin berhembus, apakah akan ada perubahan signifikan atau tidak.
Sesuatu yang sangat masuk akal, karena musuh terbesar pasar adalah ketidakpastian. Kalau semua sudah pasti, seluruh risiko sudah bisa dihitung, baru investor bisa tenang memasuki gelanggang.
Tanda-tanda legenda itu benar adanya sudah terlihat kemarin. Meski IHSG ditutup menguat, tetapi investor asing melakukan jual bersih Rp 344,8 miliar. Sepertinya investor (terutama asing) mundur dulu untuk melihat dan mencerna ke mana arah Indonesia usai Pemilu.
Apakah legenda itu lagi-lagi akan menjadi kenyataan pada hari ini? Kita lihat saja nanti...
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular