Newsletter

Jalan Sepertinya Mulus, Tapi Awas Jetlag!

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 April 2019 06:00
Jalan Sepertinya Mulus, Tapi Awas <i>Jetlag</i>!
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta , CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat pada perdagangan terakhir sebelum libur Isra Miraj. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah menguat. 

Pada Selasa (2/4/2019), IHSG ditutup menguat 0,36%. Wajar saja karena bursa saham utama Asia juga dihiasi warna hijau seperti Nikkei 225 yang menguat 0,97%, Hang Seng melesat 1,22%, Shanghai Composite melonjak 1,24%, Kospi melompat 1,2%, dan Straits Times naik 0,96%. 


Sentimen utama penopang bursa saham Benua Kuning adalah optimisme Amerika Serikat (AS)-China akan segera meneken kesepakatan dagang. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa AS dan China berharap akan membuat lebih banyak kemajuan dalam negosiasi dagang pekan ini. 

"Kami berharap untuk membuat lebih banyak kemajuan. Saya tak bisa melaporkan detilnya, namun ini adalah diskusi yang lebih besar, lebih menyeluruh dibandingkan diskusi yang pernah kita lakukan sebelumnya," papar Kudlow di hadapan anggota Kamar Dagang AS, dikutip dari Reuters. 

Selain itu, asi beli di bursa saham regional juga dilakukan investor seiring dengan rilis data ekonomi China yang menggembirakan. Angka Purchasing Managers Indeks (PMI) China edisi Maret versi Caixin tercatat 52,9, di atas capaian bulan sebelumnya yang sebesar 50,7. Sementara itu, PMI jasa berada di 54,4, mengalahkan capaian Februari yang sebesar 51,1. 

Kemudian rupiah ditutup menguat 0,11% terhadap dolar AS. Ini yang agak out of place, karena hampir seluruh mata uang utama Asia melemah di hadapan greenback.


Sepertinya Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi untuk menjaga rupiah. Selama ini BI menjalankan intervensi di dua pasar yaitu valas dan obligasi pemerintah. 

"Kalau memang sifat dari pasar keuangan kita sebagai negara emerging market pasar keuangannya kecil, artinya volume buy dan sell pasar valas kita memang tidak besar, BI kadang-kadang masuk kalau ada volatilitas. Kalau kita masuk pasar sekarang, kecil saja," kata Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur BI. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan penguatan meski dalam rentang terbatas. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,15%, S&P 500 menguat 0,21%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,6%. 

Transaksi di bursa saham New York relatif sepi hari ini, dengan volume 7,24 miliar unit saham. Di bawah rata-rata selama 20 hari perdagangan terakhir yaitu 7,45 miiiar unit saham. 

Optimisme damai dagang AS-China masih mampu menyemangati investor di Wall Street. Pada Rabu waktu setempat, Wakil Perdana Menteri China Liu He akan memulai jadwal perundingan dagang dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer di Washington. Dialog tersebut akan berlangsung sampai akhir pekan. 

"Wakil Perdana Menteri Liu dan timnya akan berada di Washington selama 3 hari, atau mungkin lebih. Kami akan membahas isu yang belum pernah disentuh sebelumnya, termasuk penegakan hukum. Semua berjalan baik, semua mengarah ke jalan yang benar, tetapi kita memang belum sampai di tujuan. Kami berharap kita bisa lebih dekat ke tujuan pada pekan ini," papar Kudlow dalam acara yang digelar Christian Science Monitor, mengutip Reuters. 

Ditopang oleh harapan damai dagang AS-China, saham-saham perusahaan semikonduktor menguat signifikan karena China memang menjadi tujuan ekspor utama. Saham AMD meroket 8,49% dan Intel melesat 2,06%. 

Namun penguatan Wall Street menjadi terbatas akibat data ketenagakerjaan oleh ADP, yang menjadi gambaran rilis resmi dari pemerintah akhir pekan ini. ADP memperkirakan perekonomian AS menciptakan lapangan kerja sebanyak 129.000 pada Maret. Agak jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 170.000. 

US Bureau of Labor Statistic akan mengumumkan data ketenagakerjaan pada Jumat waktu setempat. Data ini sangat dinanti oleh pelaku pasar, karena akan memberi gambaran mengenai pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam. Kondisi pasar tenaga kerja adalah salah satu pertimbangan utama bagi The Federal Reserve/The Fed untuk menentukan arah kebijakan moneter, selain inflasi.  


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan dari Wall Street yang positif. Walau Wall Street tidak melesat tajam, tetapi warna hijau sudah cukup untuk menunjukkan bahwa semua baik-baik saja dan bursa saham Asia pun siap melanjutkan tongkat estafet penguatan. 

Sentimen kedua adalah faktor yang membuat Wall Street masih bergairah yaitu harapan damai dagang AS-China. Kudlow menegaskan bahwa baik AS maupun China sama-sama ingin agar kesepakatan damai dagang segera tercapai. 

"Kita sudah sampai di titik di mana dua pemerintah ingin adanya kesepakatan. Dua presiden ingin ada kesepakatan, dan mereka harus melalui tahap akhir ini. Pekan ini menjadi sangat penting," tutur Kudlow, mengutip Reuters. 

Semoga ada kabar baik dari dialog di Washington, dan semoga Kudlow benar bahwa pekan ini AS-China akan semakin dekat ke sebuah naskah kesepakatan damai dagang. Jika ini terjadi, maka gairah pelaku pasar di Asia akan tumpah-ruah dan arus modal akan mengalir kencang, termasuk ke Indonesia. 

Sentimen ketiga adalah (lagi-lagi) soal Brexit. Perdana Menteri Inggris Theresa May mencoba berdiskusi dengan Pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn, tetapi sepertinya tanpa hasil. 

"Tidak ada perubahan, seperti yang sudah saya duga. Pertemuan ini mungkin berguna, tetapi tidak membuahkan hasil. Kebijakan partai kami adalah bagaimana mengedepankan opsi jajak pendapat publik untuk mencegah kehancuran. Tidak ada kesepakatan soal itu," ungkap Corbyn, dikutip dari Reuters. 

Andai saja May berhasil mencapai kesepakatan dengan Partai Buruh, maka pemerintah bisa memasukkan proposal Brexit yang baru untuk diputuskan melalui voting parlemen pada pekan ini. Namun jika tidak berhasil, May terpaksa harus memutar otak lebih keras karena Inggris hanya punya waktu sampai 12 April untuk meninggalkan Uni Eropa. Kemungkinan Inggris keluar tanpa kompensasi apa-apa (No-Deal Brexit) rasanya semakin membesar. 

"Tanggal 12 April adalah tenggat waktu terakhir. Tidak memungkinkan lagi untuk perpanjangan waktu. No-Deal pada tengah malam 12 April adalah skenario yang sangat mungkin terwujud, sesuatu yang harus siap diterima oleh Uni Eropa," kata Jean-Claude Juncker, Presiden Komisi Uni Eropa, mengutip Reuters. 

Situasi di London malah semakin kacau karena dua menteri muda di kabinet memutuskan mundur. Mereka tidak setuju dengan langkah May yang merapat ke Partai Buruh dan 'merayu' mereka untuk mendukung proposal pemerintah. 

"Sepertinya Anda dan kabinet Anda memutuskan bahwa sebuah kesepakatan, walau itu dibuat bersama-sama oleh seorang Marxis yang tidak pernah mengedepankan kepentingan rakyat Inggris, lebih baik ketimbang No-Deal," kata Nigel Adams, yang berhenti dari posisinya sebagai Menteri Urusan Wales, seperti dikutip dari Reuters. 

Well, sepertinya investor masih harus rajin-rajin memantau perkembangan dari London. Pelaku pasar harus bersiap-siap dan mengatur posisi sebaik mungkin, karena tampaknya No-Deal Brexit adalah skenario yang paling mungkin menjadi kenyataan. 

Sentimen keempat adalah nilai tukar dolar AS yang berpotensi melemah. Pada pukul 05:36 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,28%. 

Maklum saja, dolar AS belakangan ini sudah menguat cukup tajam. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index naik 0,65% dan selama sebulan ke belakang penguatannya adalah 0,86%. Oleh karena itu, dolar AS butuh istirahat sejenak setelah reli yang lumayan panjang. 


Investor juga semakin lega melihat perkembangan di pasar obligasi. Pada pukul 05:38 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan adalah 2,4278%, lebih rendah ketimbang tenor 10 tahun yaitu 2,5277%. Situasi masih normal, inversi belum terulang kembali. 

Artinya, sinyal resesi di AS kini sudah memudar. Investor boleh menghembuskan nafas lega, dan sudah boleh mengambil risiko. Dolar AS yang berstatus aset aman (safe haven) kekurangan peminat sehingga nilainya melemah. 

Melihat sentimen-sentimen yang ada (kecuali Brexit yang masih seperti kabel earphone kusut), sepertinya jalan IHSG dan rupiah menuju jalur hijau cukup mulus hari ini. Namun kita tidak boleh lengah, karena biasanya pasar keuangan Indonesia agak jetlag setelah libur non-akhir pekan.

Mungkin pasar Indonesia butuh waktu untuk mencerna perkembangan yang terlewatkan selama libur sehingga jadinya 'ketinggalan kereta'. Semoga tidak terjadi... 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data pesanan industrial Jerman periode Februari (13:00 WIB).
  • Rilis data klaim tunjangan pengangguran Amerika Serikat (AS) untuk pekan yang berakhir pada 23 Maret (19:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Maret 2019 YoY)2,48%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Februari 2019)US$ 123,27 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Ada Feeling Dolar AS Bakal 'Kesetanan' Hari Ini...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular