Reli IHSG Berlanjut, Investor Asing Beli Bersih Rp 226 M

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 April 2019 17:16
Reli IHSG Berlanjut, Investor Asing Beli Bersih Rp 226 M
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta,CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari ini, Selasa (2/4/2019), dengan finis di zona hijau dan menguat 0,36% di level 6.476,07.

Kinerja IHSG kompak dengan kinerja mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeksĀ Straits Times naik 0,74%, indeks Kospi naik 0,41%, indeks Hang Seng naik 0,21%, indeks Shanghai naik 0,2%, namun indeks Nikkei terkoreksi tipis 0,02%.


Sepanjang hari ini, reli IHSG sepertinya masih ditopang oleh kondisi ekonomi global yang kondusif, didukung oleh kinerja keuangan positif dari emiten tanah air.

Hawa kondusif dari dua perekonomian terbesar di dunia, yaitu AS dan China, tidak hanya datang dari harapan kedua negara yang akan segera mencapai kesepakatan dagang, namun juga dari fundamental AS-China yang menunjukkan aktivitas ekspansi bisnis.

Perolehan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China di bulan Maret tercatat di 50,8, mengalahkan konsensus pasar yang ada di 50,1 poin, dilansir Trading Economics. Ini merupakan peningkatan bulanan paling signifikan sejak tahun 2012 dan perolehan terbaik sejak Juli 2018.

Terlebih lagi, PMI bulan Maret Negeri Paman Sam juga dibukukan pada level 55,3 lebih besar dari konsensusĀ pasar yang ada di level 54,5 poin, dilansir Trading Economics. Sebagai catatan, capaian pada bulan Februari merupakan yang paling rendah sejak November 2016.

Pembacaan PMI AS tersebut nampaknya berhasil membayangi pencapaian yang kurang memuaskan pada data penjualan retail yang buruk di bulan Februari.

Sebagai informasi, angka Purchasing Manager's Index (PMI) kedua negara tumbuh dan menyentuh level 50, menandakan bahwa sektor manufaktur dua perekonomian terbesar di dunia masih menandakan adanya peningkatan aktifitas

Data ekonomi yang tak terduga dari AS dan China tentunya bak mata air di gurun sahara. Pasalnya pesimisme selama bulan Maret selalu membayangi pelaku pasar, terutama terkait tanda-tanda awal resesi ekonomi dari Washington.


"Data AS yang lebih baik dari perkiraan membantu meredakan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan AS (untuk saat ini), sementara rebound pada data manufaktur China terus membuat gejolak di pasar global," ungkap analis di ANZ Reasearch dilansir CNBC International.

Mulai memudarnya kekhawatiran perlambatan ekonomi global tentunya mendorong pelaku pasar untuk menggelontorkan dana pada instrumen berisiko, tidak terkecuali instrumen dari negara berkembang seperti Indonesia.

Pada penutupan perdagangan hari ini, investor asing kembali membukukan aksi beli bersih hingga Rp 226,48 miliar.

Emiten-emiten yang menarik investor asing mayoritas adalah perusahaan yang menunjukkan kinerja keuangan positif tahun lalu seperti PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 113,83 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 101,31 miliar), PT Indo Tambangraya Megah Tbk/ITMG (Rp 62,13 miliar), PT Mitra Adiperkasa Tbk/MAPI (Rp 57,34 miliar).

BERLANJUT KE HALAMAN 2

Namun, investor diharapkan terus memantau perkembangan perceraian Inggris-Uni Eropa (Brexit). Risiko resesi dari perekonomian terbesar ke-5 di dunia, tentunya akan memengaruhi perilaku pasar.

Perkembangan terbaru dari Brexit menunjukkan bahwa parlemen Inggris masih gagal mencapai suara mayoritas, setelah proposal ketiga Brexit yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May lagi-lagi ditolak.



Perdana Menteri Inggris Theresa May dijadwalkan untuk kembali mengajukan proposal Brexit ke parlemen pada Selasa waktu setempat. Kemungkinan parlemen bersedia menerima proposal ini masih kecil, padahal Inggris sudah tidak punya banyak waktu untuk berpikir.

Steven Barclay, Menteri Urusan Brexit Inggris, menegaskan bahwa kegagalan parlemen mencapai kata sepakat membuat satu-satu opsi yang tersisa bagi Negeri Ratu Elizabeth saat ini adalah meninggalkan Uni Eropa tanpa kompensasi (No-Deal Brexit) apa-apa pada 12 April, dilansir Reuters.

Selain itu, besar kemungkinan bahwa Inggris akan kembali meminta tambahan waktu dari Uni Eropa. Akan tetapi penundaan Brexit mungkin perlu waktu yang lebih panjang karena Inggris dipaksa untuk berpartisipasi dalam pemilihan Dewan Parlemen Uni Eropa di akhir Mei. Alhasil, Inggris dapat kehilangan momentumnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular