Update Polling CNBC Indonesia

Konsensus: Inflasi Maret Diramal Terendah Sejak November 2009

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 March 2019 12:53
Konsensus: Inflasi Maret Diramal Terendah Sejak November 2009
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Menambah proyeksi dari DBS

Jakarta, CNBC Indonesia -
Laju inflasi domestik pada Maret 2019 diperkirakan masih 'santai'. Bahkan secara tahunan (year-on-year), laju inflasi berpotensi menyentuh titik terendah sejak November 2009.

 
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data inflasi pada awal pekan depan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan (month-on-month/MoM) sebesar 0,12%. Semenara laju inflasi YoY adalah 2,5%, dan inflasi inti YoY di 3,055%. 

InstitusiInflasi MoM (%)Inflasi YoY (%)Inflasi Inti YoY (%)
Danareksa Research Institute0.062.43-
Mirae Asset0.132.5-
ANZ0.152.523.01
ING-2.5-
Bank Permata0.12.473.06
Barclays-2.73.1
Bank Danamon0.12.473.06
CIMB Niaga0.252.62-
Maybank Indonesia0.112.483.05
BCA0.082.453.02
Standard Chartered0.233.132.67
Mandiri Sekuritas0.142.513.06
DBS-2.5-
MEDIAN0.122.53.055
 
Secara bulanan, laju inflasi memang terakselerasi karena pada Februari terjadi deflasi 0,08%. Namun secara YoY, terjadi sedikit perlambatan karena bulan lalu ada di 2,57%. 

Apabila inflasi Maret secara YoY sesuai ekspektasi pasar, maka akan menjadi laju paling lambat sejak November 2009 atau nyaris 10 tahun lalu. Kala itu, inflasi 'hanya' 2,4% YoY. 



Juniman, Kepala Ekonom Maybank Indonesia, menyebutkan harga komoditas yang diperkirakan menyumbang inflasi pada Maret antara lain bawang bombai, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, dan sayur-mayur. Sementara penurunan harga diperkirakan terjadi untuk komoditas daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar.  

Menurut Juniman, laju inflasi sampai Maret masih sangat terkendali. Meski tidak bisa mengulangi deflasi seperti Februari, tetapi sejauh ini inflasi belum menjadi momok bagi perekonomian nasional. 

"Ke depan, kami memperkirakan inflasi sepanjang 2019 sebesar 3,7%. Terakseleasi dibandingkan 2018 yang sebesar 3,13%, tetapi masih terkendali," tegas Juniman. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

 
Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi 2019 di kisaran 2,5-4,5%. Gubernur Perry Warijiyo meyakini inflasi 2019 bisa di bawah 3,5%. 

Baca: Gubernur BI Pastikan Inflasi 2019 di Bawah 3,5%

Laju inflasi yang 'jinak' ini membuat peluang BI untuk tidak menaikkan suku bunga acuan semakin besar. Bulan ini, BI mempertahankan suku bunga acuan di angka 6%. Ke depan, bukan tidak mungkin Gubernur Perry dan kolega menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate. 


Selain tidak ada isu inflasi, posisi (stance) bank sentral global yang juga kalem alias dovish juga bisa menjadi pertimbangan bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan. The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dalam dot plot terbarunya memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga acuan sampai akhir 2019.  

Konsensus: Inflasi Maret Diramal Terendah Sejak November 2009Dot Plot (federalreserve.gov)

Bahkan mengutip CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate semakin besar. Pada akhir 2019, probabilitas suku bunga acuan turun 25 basis poin (bps) ke 2-2,25% mencapai 41,4%. Lebih tinggi dibandingkan probabilitas tetap di 2,25-2,5% yaitu 31,6%. 

Tidak hanya di AS, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) juga semakin kalem melihat perkembangan ekonomi Benua Biru. Produksi industri Zona Euro pada Januari 2019 turun 1,1% YoY. Dengan begitu, produksi industri sudah turun selama 3 bulan beruntun. 

 

Oleh karena itu, ECB dalam rapat terakhirnya memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga acuan sampai akhir tahun. Suku bunga akan tetap dipertahankan rendah sepanjang belum ada tekanan inflasi yang berarti. 

"Kami memperkirakan suku bunga acuan tetap berada di level yang sekarang setidaknya sampai akhir 2019 dan selama mungkin untuk memastikan inflasi stabil di dekat 2% dalam jangka menengah," sebut pernyataan tertulis ECB. 



Dinamika di AS dan Eropa membuat BI tidak lagi perlu terburu-buru untuk 'mengejar kereta' seperti tahun lalu. Tahun ini sepertinya BI bisa lebih tenang, karena tekanan dari sisi kebijakan moneter global mereda. 

Pekerjaan yang masih tersisa adalah menjaga transaksi berjalan (current account). Apabila masih ada tekanan di transaksi berjalan, maka mungkin BI masih ragu untuk menurunkan suku bunga acuan.

Namun bila defisit transaksi berjalan bisa dijaga dan diarahkan ke level yang sehat, maka BI boleh jadi mulai berpikir untuk memangkas suku bunga acuan. Jadi, apakah BI sudah bisa mulai mengubah stance-nya? Apakah BI sudah bisa mulai memosisikan diri menjadi agen pendorong pertumbuhan ekonomi?

Baca: The Fed Kalem dan Rupiah Kuat, Saatnya BI Turunkan Bunga?


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular