Newsletter

Mari Sambut MoU, Eh, Kesepakatan Dagang AS-China

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 February 2019 05:51
Mari Sambut MoU, Eh, Kesepakatan Dagang AS-China
Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Leah Millis)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah terapresiasi, dan imbal hasil (yield) obligasi negara menurun.

Sepanjang pekan lalu, IHSG melesat dengan penguatan 1,76% secara point-to-point. Bursa saham utama Asia pun menguat, tetapi IHSG menjadi salah satu yang terbaik. Dalam periode yang sama, indeks Nikkei 225 menguat 0,98%, Hang Seng melejit 3,28%, Shanghai Composite meroket 4,54%, Kospi melompat 1,57%, dan Straits Times naik 0,93%.


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,6% di perdagangan pasar spot. Rupiah boleh berbangga karena menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari yuan China.


Kemudian yield obligasi negara seri acuan tenor 10 tahun terkoreksi 21,3 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda bahwa harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan pasar.

Tema pasar keuangan global pada pekan lalu adalah prospek damai dagang AS-China yang semakin nyata. Selama 2 minggu terakhir, kedua negara melakukan perundingan dengan intensif.

Presiden AS Donald Trump meyakini bahwa perundingan dagang dengan China berjalan di trek yang benar. Oleh karena itu, Trump membuka peluang untuk memperpanjang masa 'gencatan senjata' 90 hari yang sedianya berakhir pada 1 Maret.

Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina pada Desember 2018, kedua negara sepakat untuk tidak menaikkan bea masuk selama 90 hari. Waktu 3 bulan tersebut digunakan untuk menggelar dialog demi mencapai kesepakatan damai dagang.

Seyogianya deadline masa tenang ini adalah 1 Maret mendatang. Jika tidak ada kesepakatan, maka AS akan menaikkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Langkah yang hampir pasti mengundang serangan balasan dari China dan perang dagang pun berkobar kembali.

Namun dengan perkembangan dialog yang positif, Trump membuka pintu lebar-lebar bagi perpanjangan waktu. Artinya, AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk meski sudah lewat dari 1 Maret.

"Saya tidak bisa mengatakan kapan waktunya, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang ajaib. Banyak hal yang sudah terjadi," kata Trump, mengutip Reuters.

Jika AS-China sudah mencapai kesepakatan, maka Trump akan dengan senang hati menghapus bea masuk. Ini adalah esensi damai dagang yang sesungguhnya, tidak ada lagi saling hambat.

"Kita sudah lebih dekat untuk menuju kesepakatan dagang. Saya akan merasa terhormat untuk menghapus berbagai bea masuk jika kesepakatan sudah tercapai," tegas Trump, mengutip Reuters.

Setelah perundingan selama sepekan di Washington, akhirnya AS-China menyepakati nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) sebagai syarat legal-formal untuk mencapai damai dagang. Garis besar MoU tersebut berisi enam poin yaitu perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan.

Aura damai dagang yang semakin terasa membuat investor ogah bermain aman. Adrenalin pelaku pasar memuncak, dan arus modal mengalir deras ke instrumen berisiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. IHSG, rupiah, dan obligasi negara pun bergerak ke utara alias menguat.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Tidak hanya Asia, Wall Street pun ceria dengan warna hijau. Pada perdagangan akhir pekan lalu, Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,7%, S&P 500 menguat 0,64%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,91%. 

Hawa damai dagang AS-China semakin terasa kala Trump mengundang delegasi AS dan China ke Gedung Putih. Eks pembawa acara reality show The Apprentice itu kembali menegaskan bahwa kesepakatan dagang AS-China sangat mungkin terwujud. 

"Saya rasa kedua pihak (AS dan China) merasa bahwa ada peluang yang besar untuk mencapai kesepakatan," ujarnya, dikutip dari Reuters. 

Liu He, Wakil Perdana Menteri China yang juga menjadi pimpinan delegasi dari Beijing, juga menebar optimisme. Dia menyebutkan, China akan berusaha sekuat tenaga agar bisa mencapai kesepakatan dagang dengan Negeri Paman Sam. 

"Ada kemajuan yang sangat besar. Dari sisi China, kami pun meyakini bahwa (kesepakatan) akan terjadi. China akan berupaya semaksimal mungkin," tuturnya di Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, Trump kembali menyatakan komitmennya untuk memberi extra time untuk 'gencatan senjata'. Bahkan Trump mengungkapkan dirinya akan mengundang Presiden Xi ke Florida untuk mengesahkan kesepakatan damai dagang.  

"Saya mungkin akan bertemu dengan Presiden Xi bulan depan," ujarnya, mengutip Reuters. 

Namun memang ada sedikit drama kala Trump dan delegasi AS-China bertemu di Gedung Putih. Trump tidak sepakat dengan penggunaan kata MoU, karena menurutnya MoU adalah sesuatu yang bersifat jangka pendek. 

"Saya tidak suka MoU karena itu tidak berarti apa-apa. Saya rasa kita harus langsung ke dokumennya saja. Saya tidak pernah suka dengan MoU," tegasnya. 

Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS yang juga pimpinan delegasi Washington, mencoba menjelaskan bahwa MoU adalah sebuah kontrak yang lumrah dalam setiap perjanjian dagang. Ini hanya soal istilah, bukan soal esensi. 

"MoU adalah kontrak, ini cara yang biasanya digunakan dalam setiap kesepakatan dagang. MoU juga sebuah perjanjian yang mengikat antara dua pihak. Ini hanya istilah legal, sebuah kontrak," katanya. 

Akan tetapi, sang bos tetap tidak berkenan. Dia berkeras bahwa menurutnya MoU bukan sebuah perjanjian final. 

"Ngomong-ngomong, saya tetap tidak setuju. Menurut saya, MoU adalah sebuah kontrak untuk menuju apa yang kita inginkan. Saya mengasumsikan kita menggunakan MoU untuk menuju kesepakatan yang bersifat final. Saya rasa kontrak final itu yang kita inginkan, Bob," papar Trump. 

Lighthizer mengalah dan memutuskan untuk tidak lagi menggunakan istilah MoU. "Mulai sekarang kita tidak lagi menggunakan kata MoU, kita pakai istilah kesepakatan dagang. Setuju?" katanya. 

"Oke," kata Liu yang duduk di sebelah Lighthizer. 

"Kita sepakati bahwa ini adalah kesepakatan dagang antara AS dan China," kata Lighthizer kepada Trump. 

"Bagus. Saya lebih menyukainya," tegas Trump. 

Drama kecil-kecilan ini tidak menjadi sentimen negatif yang membuat pelaku pasar cemas. Justru drama ini menjadi semacam 'bumbu penyedap' yang menunjukkan kemesraan hubungan AS-China. 

Penguatan Wall Street pada akhir pekan lalu menggenapi performa positif secara mingguan. Selama pekan lalu, DJIA naik 0,77%, S&P 500 bertambah 0,61%, dan Nasdaq terangkat 0,78%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah perkembangan perundingan dagang AS-China, yang diperpanjang selama 2 hari pada akhir pekan waktu Washington.

Setelah menyepakati gambaran besar dari MoU, maaf maksudnya kesepakatan dagang, AS dan China akan membahas hal-hal yang lebih detil, misalnya nasib korporasi yang terseret di pusaran perang dagang. Utamanya adalah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan semikonduktor. 

Ada kemungkinan kesepakatan dagang AS-China akan menyertakan nasib perusahaan-perusahaan yang tengah mengalami masalah seperti Huawei. Sebagai catatan, penegak hukum AS telah resmi menuntut Huawei ke ranah hukum karena ditengarai melakukan perdagangan dengan Iran dan mencuri teknologi robotik yang dikembangkan T-Mobile. Kasus Huawei akan disidangkan pada beberapa pekan ke depan. 

Namun ada kemungkinan nasib Huawei justru akan ditentukan oleh kesepakatan dagang AS-China, bukan putusan pengadilan. Trump memberi isyarat bahwa kesepakatan dagang AS-China kemungkinan akan memasukkan unsur semacam itu. 

"Kami sedang mendiskusikannya," ungkap Trump, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, pelaku pasar sepertinya jangan bosan dulu memasang mata dan telinga untuk mencermati dinamika dialog dagang di Washington. Setiap perkembangan di sana, baik positif maupun negatif, akan menjadi sentimen besar yang berpotensi menggerakkan pasar. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang berpotensi melemah. Damai dagang AS-China yang sepertinya semakin mendekati kenyataan tentu membuat investor beringas dan enggan bermain aman. Lagi-lagi arus modal akan menyemut di aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Sementara dolar AS yang sampai saat ini masih memegang status sebagai aset aman (safe haven) tentu bukan lagi pilihan utama. Aliran modal kemungkinan tidak akan terlalu memihak mata uang Negeri Adidaya. 

Selain itu, dolar AS juga kemungkinan tertekan akibat pernyataan para pejabat The Federal Reserves/The Fed. Kini, sejumlah pejabat teras di Bank Sentral AS mulai mencemaskan kondisi inflasi yang adem-ayem, pertanda ekonomi sedang kurang bergairah. 

"Angka pengangguran turun ke level terendah dalam hampir 50 tahun, tetapi inflasi jarang menyentuh target 2%. Kita harus waspada dengan ekspektasi inflasi, jangan sampai terjangkar terlalu rendah," tegas John Williams, Presiden The Fed New York, seperti dikutip dari Reuters. 

"Inflasi sudah cukup lama berada di bawah target. Jangan terlalu cepat puas," tambah Mary Daly, Presiden The Fed San Francisco, juga mengutip Reuters. 

Pernyataan Williams dan Daly bisa diartikan bahwa The Fed akan membiarkan laju inflasi agak terakselerasi. Kesimpulannya, suku bunga acuan mungkin tidak akan naik untuk beberapa waktu ke depan. Sebab, yang namanya kenaikan suku bunga acuan salah satu tujuannya adalah menjangkar ekspektasi inflasi sementara The Fed tidak ingin ekspektasi inflasi terjangkar terlalu rendah. 

Semakin tipisnya peluang kenaikan Federal Funds Rate membuat berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Ini akan menjadi beban tambahan bagi langkah greenback

Jadi, ada peluang bagi rupiah untuk melanjutkan tren positif seperti pekan lalu. Tampaknya awal pekan ini cukup menjanjikan buat rupiah. 

Akan tetapi, rupiah masih harus waspada dengan sentimen ketiga yaitu kenaikan harga minyak. Dalam sepekan terakhir, harga minyak jenis brent naik 1,31% dan light sweet melonjak 3%. 


Ada potensi harga minyak kembali naik pada awal pekan ini. Pasalnya, damai dagang AS-China juga menjadi faktor yang bisa mendongkrak harga si emas hitam. 

Kala dua kekuatan ekonomi terbesar di bumi sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan global akan kembali semarak. Rantai pasok (supply chain) juga akan lancar. Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi dunia bisa saja lebih baik, tidak lagi gloomy seperti yang diperkirakan banyak institusi. 


Saat pertumbuhan ekonomi global membaik, maka permintaan energi akan meningkat sehingga mendongrak harga minyak. Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan sebuah kabar gembira. 

Sebab, Indonesia adalah negara net importir minyak. Produksi dalam negeri yang tidak memadai membuat Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan.  

Ketika harga minyak naik, maka biaya impornya tentu menjadi lebih mahal. Artinya semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk keperluan impor minyak. Rupiah jadi kekurangan darah dan rawan melemah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data inventori pedagang besar AS periode Desember 2018 (22:00 WIB).
  • Rillis indeks usaha manufaktur periode Februari 2019 versi The Fed Dallas (22:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI)RUPSLB10:00 WIB
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Januari 2019 YoY)2,82%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Januari 2019)US$ 120,07 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini


TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Ekonomi AS Tumbuh Perkasa, Pesta Pasar Keuangan RI Bisa Berlanjut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular