Newsletter

Hari Ini Harinya Perdagangan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2019 05:54
Hari Ini Harinya Perdagangan
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis cenderung flat, tetapi nilai tukar rupiah melemah, dan harga obligasi negara terkoreksi. 

Kemarin, IHSG finis dengan penguatan 0,01%. Sementara bursa saham Asia agak mixed dengan yang menguat di antaranya adalah Kospi (0,44%), KLCI (0,22%), PSEI (0,9%), dan Straits Times (0,26%). Sedangkan yang melemah antara lain Nikkei 225 (-0,02%), Shanghai Composite (-0,05%), Hang Seng (-0,23%), Sensex (-0,44%), dan SET (-0,19%). 


Di sisi lain, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,21% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah memang seharian berada di zona merah, sama sekali tidak bisa menguat sepanjang hari. 


Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 7,6 basis poin. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena sepinya minat atau bahkan terjadi aksi jual. 

Well, sentimen yang memayungi pasar keuangan Asia memang agak nanggung. Dari area dialog dagang AS-China di Beijing, belum ada laporan atau bocoran mengenai hasilnya. Kini perundingan sudah memasuki pembicaraan tingkat menteri. 

Sempat ada berita gembira yang membuat pasar keuangan Asia bergairah. Bloomberg memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk memperpanjang masa 'gencatan senjata' dengan China. 

Mengutip beberapa orang sumber, Trump tengah mempertimbangkan untuk memperpanjang masa tenang tersebut selama 60 hari terhitung mulai 1 Maret. Menurut mereka, Trump berusaha untuk memberi waktu untuk pembahasan yang lebih mendalam. 


Namun kabar tersebut kandas. Beijing, menurut beberapa orang sumber Reuters, tidak pernah mengusulkan perpanjangan waktu. Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times (tabloid yang dikelola Partai Komunis China) menyebut laporan Bloomberg tersebut tidak akurat. 

Investor yang agak kecewa kemudian memilih mundur teratur dan bertindak hati-hati. Hasilnya, pasar keuangan Asia bergerak dalam rentang terbatas karena minimnya sentimen kuat yang bisa mendorong lajunya. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup variatf. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,41%, S&P 500 melemah 0,26%, tetapi Nasdaq Composite mampu menguat tipis 0,09%. 

Wall Street yang cenderung merah ini disebabkan oleh rilis data terbaru di AS. Penjualan ritel pada Desember 2018 turun 1,2% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi penurunan terbesar sejak September 2009. Namun secara tahunan, masih ada pertumbuhan 2,3%. 

Sementara penjualan ritel inti (mengeluarkan penjualan mobil, bahan bakar, material bangunan, dan jasa makanan) turun 1,7% secara bulanan, yang menjadi penurunan tertajam sejak September 2001. Penjualan ritel inti adalah pos yang paling dekat mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam Produk Domestik Bruto (PDB). 

Rilis data ini menjadi sentimen negatif bagi Wall Street. Ternyata musim liburan di Negeri Paman Sam tidak mampu mendongkrak penjualan, yang menandakan konsumsi masyarakat kurang kuat. Artinya prospek pertumbuhan ekonomi AS menjadi penuh tanda tanya. 

The Federal Reserves/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2018 hanya 1,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), agak jauh dari proyeksi sebelumnya yaitu 2,7%. Juga jauh dibandingkan kuartal III-2018 yang mencapai 3,5%. 

Perkembangan ini tentu membuat Wall Street dalam posisi terjepit. Apalagi belum ada kabar mengenai hasil dialog dagang AS-China di Beijing. Investor semakin memilih bermain aman dan melepas aset-aset berisiko seperti saham. 

"Pelaku pasar sudah khawatir sejak Hari Natal. Kekhawatiran itu akhirnya menjadi kenyataan, dan itu membuat investor menahan diri," kata Tim Ghriskey, Chief Investment Strategist di Inverness Counsel yang berbasis di New York, mengutip Reuters. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, hari ini adalah hari terakhir dari rangkaian dialog dagang AS-China. Begitu spesialnya sampai Presiden China Xi Jinping dijadwalkan untuk bertandang ke lokasi perundingan. 


Hasil dari dialog selama sepekan ini tentu sangat layak untuk dinantikan. Hawa positif pun bertebaran, meski hasil persis dari perundingan ini masih belum terlihat. 

"Aura di Beijing sangat bagus," ujar Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Namun, belum ada kejelasan soal perpanjangan masa 'gencatan senjata'. "Saya tidak bisa berkomentar soal itu. Namun sejauh ini belum ada keputusan," tambah Kudlow. 

Jadi, mari kita nantikan kabar terbaru dari Beijing. Semoga hasilnya positif, seperti yang diharapkan seluruh dunia. 

Sentimen kedua adalah kabar dari Washington. Presiden Trump akhirnya bersedia menandatangani rancangan anggaran baru yang membuat pemerintahan AS terhindar dari penutupan sebagian (partial shutdown) seperti yang terjadi belum lama ini. Namun ada sedikit kejutan lainnya. 

"Presiden akan menandatangani aturan tersebut. Namun, seperti yang sudah beliau sampaikan sebelumnya, Presiden juga akan menempuh Kebijakan Eksekutif, salah satunya mungkin Kondisi Darurat Nasional, untuk menghentikan krisis keamanan dan kemanusiaan di perbatasan," ungkap Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Dengan dalih kondisi darurat, maka Trump bisa saja tetap membangun tembok di perbatasan AS-Meksiko tanpa melalui persetujuan Kongres. Padahal dalam rancangan anggaran yang baru sudah ada pos untuk membangun pagar tinggi sepanjang 88,5 km. 

Rencana Trump yang mempertimbangkan penggunaan Kebijakan Eksekutif mendapat kecaman, terutama dari kubu oposisi Partai Demokrat. Nancy Pelosi, Ketua House of Representatives, menilai kondisi darurat yang dimaksud Trump hanya sebuah ilusi. 

"Ini bukan kondisi darurat. Presiden memang bisa mengumumkan kondisi darurat, tetapi itu atas sesuatu yang dia ciptakan sendiri. Sebuah ilusi yang dia ingin agar kita mempercayainya," tegas Pelosi, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, mungkin saja pemerintahan AS akan terhindar dari shutdown dan bisa beroperasi normal. Namun drama To Wall or Not To Wall sepertinya masih akan berlanjut. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang kemungkinan melemah hari ini. Pada pukul 05:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,12%. 

Pemberat langkah dolar AS hari ini (seperti halnya Wall Street) adalah data penjualan ritel. Penurunan penjualan ritel, gambaran perlambatan konsumsi, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi yang semakin dikoreksi ke bawah tentu menjadi pertimbangan bagi The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk mempertahankan Federal Funds Rate di 2,25-2,5% dalam rapat 20 Maret mencapai 98,7%. Dalam rapat selanjutnya yaitu pada 1 Mei, kemungkinan untuk mempertahankan suku bunga acuan juga masih sangat besar yaitu 96,7%. 

Peluang kenaikan suku bunga acuan yang menipis tentu menjadi kabar buruk bagi dolar AS. Tanpa kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. 

Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah dkk di Asia untuk mencatat apresiasi. Semoga rupiah mampu membalas dendam akibat pelemahan kemarin. 

Namun, rupiah juga harus mewaspadai sentimen keempat yaitu kenaikan harga minyak. Pada pukul 05:25 WIB, harga minyak jenis brent melesat 1,54% dan light sweet melejit 1,04%. 

Seperti kemarin, kenaikan harga minyak menjadi momok buat rupiah karena mengancam transaksi berjalan. Saat harga minyak naik, biaya impor komoditas ini tentu membengkak sehingga berpotensi membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) semakin dalam. 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi yang penting bagi rupiah. Sebab, transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa yang lebih berjangka panjang (sustainable) karena datang dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa. 

Jika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin dalam, maka rupiah tidak punya pijakan. Rupiah menjadi mudah melemah.  

Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data perdagangan internasional periode Januari 2019. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor turun atau terkontraksi 0,61% year-on-year (YoY) sementara impor juga minus 0,785% YoY. Hasilnya, neraca perdagangan diperkirakan defisit US$ 925,5 juta. 


Jika neraca perdagangan Januari benar-benar defisit, maka prospek transaksi berjalan pada kuartal I-2019 menjadi penuh tanda tanya. Ada kemungkinan defisit transaksi berjalan tetap dalam, sehingga rupiah terus dihantui risiko pelemahan. 

Jadi selain hasil dialog dagang AS-China, investor juga patut mencermati data perdagangan Indonesia. Hari ini sepertinya akan menjadi harinya perdagangan. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis angka Indeks Harga Konsumen China periode Januari 2019 (08:30 WIB).
  • Rilis angka Indeks Harga Produsen (PPI) China periode Januari 2019 (08:30 WIB).
  • Rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2019 (09:00 WIB).
  • Rilis angka pertumbuhan produksi industri AS periode Januari 2019 (21:15 WIB).
  • Rilis pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen AS versi Universitas Michigan periode Februari 2019 (22:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT XL Axiata Tbk (EXCL)RIlis Laporan Keuangan Tahun 2018-
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Januari 2019 YoY)2,82%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Januari 2019)US$ 120,07 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular