Newsletter

Perang Dagang Lagi...

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 August 2018 06:35
Perang Dagang Lagi...
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat hingga 1,63% pada perdagangan kemarin. Rilis data inflasi menjadi pendorong laju IHSG. 

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9 triliun dengan volume sebanyak 10,11 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 445.191 kali. 

Penguatan IHSG dimotori oleh rilis data inflasi periode Juli 2018. Pada bulan lalu, terjadi inflasi 0,28% secara bulanan (month-to-month/MtM). Kemudian secara tahunan (year-on-year/YoY) laju inflasi tercatat 3,18%, sementara inflasi inti YoY di posisi 2,87%.  

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi MtM sebesar 0,25%. Sementara secara tahunan ada di 3,2%, dan inflasi inti YoY sebesar 2,73%. Sebagai informasi, inflasi MtM pada Juni 2018 adalah 0,59%, sedangkan inflasi YoY sebesar 3,12% dan inflasi inti YoY di 2,72%. 

Investor pasar saham menilai, data inflasi menunjukkan konsumsi masyarakat yang kuat. Ini terlihat dari laju inflasi yang tidak terlalu melambat secara bulanan meski periode Ramadan-Idul Fitri telah usai. 

Secara YoY, bahkan terjadi akselerasi inflasi melebihi ekspektasi pasar. Artinya, konsumsi masyarakat tumbuh cukup baik. Sebagai tambahan, pertumbuhan konsumsi juga tidak menyebabkan inflasi yang berlebihan, masih relatif stabil, sehingga bisa dipersepsikan pasokan pun memadai dan tidak ada kelangkaan. 

Seiring dengan sentimen perbaikan konsumsi, saham-saham emiten barang konsumsi menjadi buruan investor, seperti KLBF (+5,02%), UNVR (+3,41%) dan INDF (+1,18%). Tak hanya saham-saham barang konsumsi, saham-saham perbankan pun diuntungkan. Pasalnya, jika konsumsi masyarakat meningkat, maka penyaluran kredit perbankan dimungkinkan untuk naik dan mendongkrak profitabilitas. 

Saham-saham perbankan yang diburu investor di antaranya BBNI (+5,74%),BMRI (+5,26%), BBTN (+4,24%), BBRI (+3,91%), dan BBCA (+0,86%). Seiring dengan kenaikan harga saham-saham perbankan, indeks sektor jasa keuangan menguat hingga 2,34%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,32%, S&P 500 melemah 0,1%, tetapi Nasdaq menguat 0,57%. 

Terpelesetnya DJIA dan S&P 500 disebabkan oleh saham-saham emiten industri. Saham Caterpillar merosot 3,66%, 3M jatuh 2,48%, dan Boeing turun 0,99%. 

Penyebabnya adalah kembali munculnya isu perang dagang. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%.  

Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan. Meski harus melalui proses dengar pendapat, tetapi jika Trump sampai mengumumkan maka akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan global. Apalagi tarifnya bea masuk dinaikkan menjadi 25%. 

"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.  

Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu. 

"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters. 

Perang dagang adalah sebuah isu besar yang bisa mempengaruhi prospek perekonomian dunia. Ketika perdagangan dunia bermasalah akibat saling proteksi, maka pertumbuhan ekonomi terancam. Oleh karena itu, investor pun sukses dibuat mundur teratur. 

Saham-saham perusahaan yang mengandalkan China sebagai pasar ekspor utama pun melemah. Itulah penyebab koreksi saham Caterpillar atau Boeing. 

Namun koreksi DJIA dan S&P 500 (bahkan Nasdaq masih mampu menguat lumayan tajam) tertolong oleh kinerja saham-saham teknologi. Saham Apple melesat dengan penguatan 5,89%, sementara saham Intel naik 1,48%. 

Saham Apple masih terdampak rilis laporan keuangan yang lebih baik dari ekspektasi. Pada kuartal IV tahun fiskal berjalan,  Apple memperkirakan pendapatan naik dari US$ 60 miliar menjadi US$ 62 miliar. Di atas proyeksi pasar yang memperkirakan di US$ 59,6 miliar. 

Biasanya Apple merilis iPhone model baru pada September, dan penjualan pun melesat. Pada September tahun ini, Apple diperkirakan akan meluncurkan model terbaru iPhone X dengan layar penuh (full screen) dan berbagai fitur lainnya. 

Sementara hasil rapat The Federal Reserve/The Fed sepertinya kurang berdampak di Wall Street. Sebab, hasilnya sudah sesuai dengan perkiraan pasar. 

The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun, Jerome Powell dan kolega memberi petunjuk yang semakin kuat bahwa suku bunga acuan kemungkinan besar naik pada rapat bulan depan. 

"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed. 

Pernyataan tersebut membuat pasar memperkirakan suku bunga acuan akan naik dua kali lagi yaitu pada September dan Desember. Probabilitas kenaikan pada September mencapai 91%, sementara Desember adalah 71%, mengutip CME Fedwatch. 

Namun, perkembangan dari The Fed tidak banyak direspons pelaku pasar saham. Selain sesuai dengan perkiraan, isu perang dagang juga sepertinya lebih dominan. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah kinerja Wall Street yang cenderung melemah. Situasi ini patut diwaspadai karena dinamika Wall Street biasanya memberi warna bagi perjalanan bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah sentimen perang dagang yang sukses menghambat laju Wall Street. Hubungan AS-China kembali panas setelah Trump kemungkinan akan mengumumkan  bea masuk baru bagi produk-produk Negeri Panda dalam waktu dekat. 

Namun, ternyata langkah Trump juga mendapat reaksi negatif di AS sendiri. Bahkan dari internal Partai Republik yang mengusung Trump pada Pemilu 2016 silam. 

Rob Portman, Anggota Kongres AS dari Ohio yang berasal dari Partai Republik, mengusulkan aturan baru yang bisa membatasi kewenangan presiden untuk menerapkan bea masuk atas nama kepentingan nasional. Aturan di mana presiden boleh menetapkan bea masuk adalah bagian dari Section 232, warisan era Perang Dingin di masa kepemimpinan Presiden Ronald Reagan. Kala itu, negara yang menjadi sasaran AS adalah Jepang. 

Dalam aturan yang diusulkan Portman, setiap rencana pengenaan bea masuk harus mendapat justifikasi dari Kementerian Pertahanan, karena ada embel-embel 'demi menjaga kepentingan nasional'. Selain itu, Kongres pun diberi peranan lebih. 

Langkah ini mendapat pujian dari dunia usaha. Mereka pun sepertinya sudah gerah dengan kebijakan proteksionis Trump. 

"Section 232 bertujuan untuk memerangi ancaman atas kepentingan nasional yang sesungguhnya. Bukan menjadi pembenaran untuk menaikkan bea masuk," tegas Joshua Bolten, Ketua Business Roundtable yang mewakili para CEO perusahaan-perusahaan besar di AS, dilansir Reuters. 

Investor patut terus memonitor perkembangan isu perang dagang. Sebab, isu ini bisa sangat mempengaruhi mood pasar. Maklum, perang dagang menyangkut kepentingan hampir seluruh umat manusia. 



Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang kemungkinan masih akan kuat hari ini. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di antara enam mata uang utama dunia) menguat 0,18% pada pukul 05:59 WIB. 

Hasil rapat The Fed boleh saja kurang bergaung di Wall Street. Namun peristiwa ini sukses mengangkat dolar AS karena prospek kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif semakin besar. 

Apalagi data-data ekonomi AS terus positif. Pada Juli 2018, perekonomian AS menciptakan 219.000 lapangan kerja. Jauh melampaui konsensus Reuters yang mengestimasikan penambahan sebesar 185.000. Capaian ini lantas menjadi yang tertinggi sejak Februari 2018, saat terjadi peningkatan sebesar 241.000. 

Merespon data yang kuat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun menembus level 3,0045% pada pukul 06:13 WIB. Ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2018. Yield obligasi AS dan greenback punya hubungan positif, saat yield naik maka dolar AS pun cenderung menguat. 

Jika penguatan dolar AS bisa bertahan lama, maka mata uang lainnya akan tertekan, tidak terkecuali rupiah. Saat rupiah melemah, investor (utamanya asing) agak enggan masuk ke pasar keuangan Indonesia karena potensi penurunan nilai investasi. Ketika investor menjauh, maka IHSG pun terancam. 

Sentimen keempat adalah harga minyak yang kembali jatuh. Pada pukul 06:03 WIB, harga minyak jenis light sweet anjlok 1,32% sementara brent amblas 2,46%. 

Isu perang dagang lagi-lagi menjadi penyebab. Jika perang dagang sampai berkecamuk, maka perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat. Apabila pertumbuhan ekonomi melambat, permintaan energi pun berkurang. Persepsi ini yang membuat harga si emas hitam terperosok. 

Selain itu, kenaikan cadangan minyak AS juga mempengaruhi pembentukan harga. US Energy Information Administration mencatat cadangan minyak AS naik 3,8 juta barel pekan lalu. 

Kemudian, produksi minyak Kuwait juga meningkat sehingga menambah pasokan di pasar. Bakhit al-Rashidi, Menteri Perminyakan Kuwait, menyebutkan produksi minyak negaranya naik sekitar 100.000 barel/hari menjadi 2,8 juta barel/hari. 

"Tingkat produksi kami saat ini sangat stabil. Baik itu untuk produsen maupun konsumen," ujar al-Rashidi, dikutip dari Reuters. 

Penurunan harga minyak bukan kabar baik bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan biasanya kurang diapresiasi saat harga minyak turun.   


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Presiden Joko Widodo dijadwalkan membuka pameran Gakindo Indonesia International Auto Show (09:00 WIB).
  • Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja menggelar rapat koordinasi membahas finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai e-commerce (17:00 WIB).
  • Rilis data neraca perdagangan Australia periode Juni 2018 (08.30 WIB).
  • Rilis data indeks konstruksi PMI Inggris periode Juli 2018 (15.30 WIB).
  • Rilis data inflasi Bank of England kuartal II-2018 (18.00 WIB).
  • Rilis data suku bunga acuan Inggris (18.00 WIB).
  • Pidato Gubernur Bank of England Mark Carney (18.30 WIB).
  • Rilis data klaim pengangguran AS dalam sepekan hingga tanggal 27 Juli 2018 (19.30 WIB).
Investor juga perlu mencermati agendai perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Renuka Coalindo Tbk (SQMI)RUPS Tahunan10:00
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)Earnings Call16:30
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (Juli 2018 YoY)3.18%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (Juni 2018)US$ 119.8 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA  



(aji/aji) Next Article Perang Dagang Tinggal Tunggu Waktu, Sanggupkah IHSG-Rupiah Bertahan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular