Newsletter

DMO Batu Bara Samar-samar, Obat Kuat IHSG Pudar?

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
31 July 2018 05:19
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah tentunya koreksi yang terjadi di Wall Street. Biasanya dinamika di Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Asia, tidak terkecuali Indonesia. Hari ini Wall Street ditutup merah, sehingga Asia perlu waspada. 

Sentimen kedua, masih dari AS, investor juga perlu memonitor dampak pengumuman pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal II-2018. Akhir pekan lalu, Kementerian Perdagangan AS melaporkan ekonomi AS tumbuh dalam laju meyakinkan yaitu 4,1% pada pembacaan awal. 

Presiden AS Donald Trump sesumbar bahwa pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya ke depan bisa lebih baik lagi. Hal ini didukung oleh pengurangan tarif pajak korporasi sehingga memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan ekspansi. Selain itu, AS juga telah mencapai sejumlah kesepakatan perdagangan meski untuk itu harus 'menginjak kaki' terlebih dulu. 

"Kita akan mencapai level yang jauh lebih tinggi. Seiring dengan tercapainya kesepakatan dagang satu demi satu, kita akan mencapai level yang jauh lebih tinggi daripada angka-angka ini," terang Trump, dikutip dari Reuters. 

Senada dengan sang presiden, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin juga menyuarakan optimismenya. Mantan bankir Goldman Sachs ini mengungkapkan bahwa dirinya percaya percepatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-II 2018 akan berlanjut hingga beberapa tahun mendatang. 

"Saya tak berpikir bahwa ini adalah fenomena 1-2 tahun. Saya rasa kita benar-benar ada di periode 4-5 tahun dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil setidaknya di level 3%," papar Mnuchin dalam wawancara dengan Fox News Sunday, seperti dikutip dari Reuters. 

Kencangnya laju perekonomian AS lantas membuat persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed yang lebih agresif kembali mengemuka. Kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kian besar. 

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Funds Futures, terdapat 67,1% kemungkinan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan ke level 2,25-2,5% (empat kali kenaikan sepanjang 2018) sampai dengan akhir tahun. Padahal, seminggu lalu probabilitasnya masih 55,7%. Sedangkan, probabilitas bahwa suku bunga acuan akan berada di level 2%-2,25% (tiga kali kenaikan sepanjang 2018) turun drastis menjadi 26,4% dari yang sebelumnya 34,1% pada minggu lalu. 

Bagi instrumen berisiko seperti saham, hal tersebut tentu bukan kabar baik. Namun bagi dolar AS, ini adalah berita bahagia. Apalagi The Fed akan mengadakan pertemuan bulanan untuk menentukan suku bunga acuan pada Kamis pekan ini waktu Indonesia.

Pasar masih memperkirakan The Fed menahan suku bunga acuan di 1,75-2% dengan probabilitas 97% menurut CME Fedwatch. Namun, pasar ingin memantau arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Investor ingin mendapat kepastian apakah The Fed masih akan cenderung hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun.

Dolar AS akan semakin mendapat suntikan energi jika hasil rapat Bank Sentral Jepang (BoJ) sesuai perkiraan. Pelaku pasar memperkirakan BoJ masih akan menahan suku bunga acuan di -0,1% karena inflasi yang masih 'jinak'. Dolar AS tentunya akan semakin menarik karena Jepang masih berkutat di suku bunga negatif. 

Jika rupiah sampai melemah, maka ini bukan berita bagus bagi IHSG. Saat rupiah melemah, membeli aset dalam mata uang ini menjadi kurang menarik karena prospeknya turun. Kala investor (terutama asing) menghindar untuk masuk ke pasar, maka IHSG akan terancam. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular