Newsletter

Perang Dagang Boleh Reda, Kisruh AS-Iran di Depan Mata

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
25 July 2018 06:36
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: CNBC Indonesia/Monica Wareza
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu menguatnya Wall Street yang bisa menjadi pendorong kinerja bursa saham Asia. IHSG bisa berharap banyak apabila Wall Street dan bursa Asia menghijau. 

Kedua, dolar AS yang kemarin begitu perkasa sekarang mulai menciut. Pada pukul 05:51 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,06%. 

Penyebabnya adalah aksi ambil untung yang menyelimuti mata uang ini. Dalam 3 bulan terakhir, Dollar Index sudah menguat 4,23%. Angka ini tentu cukup menggiurkan bagi investor untuk mencairkan keuntungan. Apalagi Dollar Index juga sempat menyentuh titik tertingginya pada tahun ini. 

Dolar AS yang sedang defensif bisa menjadi kesempatan bagi rupiah untuk menguat. Jika rupiah berbalik arah, maka IHSG pun akan mendapatkan angin segar.

Penguatan rupiah menyebabkan berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Investor asing pun akan kembali masuk. 

Meski begitu, investor perlu hati-hati karena greenback masih punya peluru untuk menguat. Indeks manufaktur AS pembacaan kedua periode Juli 2018 tercatat meningkat menjadi 55,5, di atas ekspektasi pasar sebesar 55,1. Capaian bulan sebelumnya direvisi ke atas menjadi 55,4 dari sebelumnya 54,6. 

Sementara itu, indeks manufaktur The Federal Reseve/The Fed Richmond Juli 2018 mendatar di angka 20. Namun ini sudah mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 18. 

Data-data terbaru ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi AS terus berlangsung. Artinya, semakin besar kemungkinan The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan demi menjangkar ekspektasi inflasi. Kabar ini bisa menjadi bahan bakar laju dolar AS, yang harus diwaspadai pelaku pasar. 

Ketiga, harga minyak pun cukup mendukung bagi IHSG. Pada pukul 06:01 WIB, harga minyak baik light sweet maupun brent mencatatkan kenaikan walau dalam rentang tipis. 

Kenaikan harga si emas hitam dipicu oleh menurunnya cadangan minyak AS. American Petroleum Institute (API) mencatat cadangan minyak AS turun 3,2 juta barel menjadi 407,6 juta barel pada posisi pekan lalu. Lebih dalam ketimbang perkiraan pasar yaitu turun 2,3 juta barel. 

Kemudian, kenaikan harga minyak juga didukung oleh potensi peningkatan permintaan di China. Beijing berkomitmen untuk menerapkan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong permintaan domestik. Langkah ini dibutuhkan saat ekspor sulit diandalkan karena hawa perdagangan internasional yang kurang kondusif. 

Saat harga minyak naik, ada peluang emiten migas dan pertambangan lebih diapresiasi investor. Dampaknya bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan. 

Namun, ada risiko yang bisa menjadi besar sewaktu-waktu yaitu situasi di Timur Tengah utamanya hubungan AS-Iran. Penasihat Keamanan Gedung Putih John Bolton mengonfirmasi cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter yang mengancam Presidan Iran Hassan Rouhani. 

"Saya sudah berbicara dengan Presiden (Trump) dalam beberapa hari terakhir, dan beliau memberitahu saya bahwa jika Iran melakukan apa saja yang mengarah ke hal yang negatif, mereka akan membayarnya seperti sejumlah negara pernah membayarnya," ucap Bolton, seperti dikutip dari CNBC International. 

Akhir pekan lalu, Trump menulis pernyataan berbau ancaman, bahkan nampaknya dengan nada kemarahan. Trump menegaskan bahwa Iran harus berhati-hati bila ingin mencari masalah dengan Negeri Adidaya. 

"JANGAN PERNAH LAGI MENGANCAM AS ATAU ANDA AKAN MENGALAMI KONSEKUENSI YANG BELUM PERNAH TERJADI SEBELUMNYA. KAMI BUKAN LAGI NEGARA YANG BISA BERDIAM ATAS PERKATAAN ANDA YANG MENYEBARKAN KEKERASAN DAN KEMATIAN. WASPADALAH!" tulis mantan taipan properti tersebut. 

Iran justru tidak gentar, dengan menyatakan akan mengimplementasikan 'serangan balik' apabila Negeri Paman Sam ngotot memblokir ekspor minyak mereka. "Jika AS ingin mengambil langkah serius dengan arah demikian (sanksi pemblokiran minyak mentah Iran), hal itu akan dibalas dengan reaksi dan tindakan balasan yang setimpal dari Iran," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi, dilansir dari media nasional IRNA, seperti dikutip dari Reuters. 

Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani sudah memberikan ancaman bahwa Iran dapat menutup Selat Hormuz, yang merupakan jalur ekspor dan pengiriman minyak mentah dari Timur Tengah. Berdasarkan dari volume minyak mentah yang transit, Selat Hormuz merupakan salah satu titik sempit (choke point) tersibuk di dunia. Total aliran minyak pada selat tersebut mencapai rekor tertingginya di angka 18,5 juta barel/hari pada 2016.

Perang dagang boleh mereda. Namun ancaman ketegangan AS-Iran semakin di depan mata. Investor perlu waspada.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular