Newsletter

Trump 'Obok-obok' Dolar AS, Mari Kita Lihat Dampaknya

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 July 2018 05:08
Trump 'Obok-obok' Dolar AS, Mari Kita Lihat Dampaknya
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Padahal, IHSG banyak menghabiskan hari di zona hijau. 

Kemarin, IHSG melemah 0,33%. Nilai transaksi tercatat Rp 8,42 triliun dengan volume 9,71 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 427.214 kali. 

Sentimen eksternal lebih mewarnai terpelesetnya IHSG. Tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China kembali muncul ke permukaan. Seperti diketahui, bulan ini, Negeri Paman Sam dan Negeri Tirai Bambu saling mengenakan tarif terhadap produk impor satu sama lain senilai masing-masing US$ 34 miliar (Rp 492,4 triliun).

Tidak cukup sampai situ, kini AS tengah mengkaji kemungkinan penambahan bea masuk sebesar 10% terhadap produk-produk impor asal China sebesar US$200 miliar. Sebenarnya, proses negosiasi kedua negara masih terus berjalan, namun nampaknya ikhtiar ini menemui jalan buntu. 

Dari perkembangan teranyar, Larry Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan bahwa Presiden China Xi Jinping telah menghambat kemajuan negosiasi perdagangan antara AS-China. Padahal, bawahan Xi, termasuk penasihat ekonomi senior Liu He, sudah sepakat dengan AS. Xi diklaim telah menolak untuk melakukan perubahan terhadap kebijakan transfer teknologi China, dan kebijakan perdagangan lainnya. 

"Sejauh yang kita ketahui, Presiden Xi saat ini tidak ingin melakukan kesepakatan," kata Kudlow saat menghadiri konferensi Delivering Alpha, seperti dikutip dari Reuters. 

"Menurut saya Liu He dan yang lainnya mungkin ingin bergerak tapi belum bisa. Kami menunggunya (Xi). Bola ada di lapangannya," tambah Kudlow. 

Pihak China pun tidak tinggal diam. Beijing langsung mengklaim bahwa tuduhan AS adalah "mengejutkan" dan "bohong". 

Ketika ditanya mengenai komentar Kudlow tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying berkata, "Pejabat AS terkait secara tidak terduga mendistorsi fakta dan membuat tuduhan bohong yang mengejutkan dan tidak terbayangkan. Inkonsistensi dan pelanggaran janji AS sudah diketahui secara global," tegasnya, dilansir dari Reuters. 

China telah melakukan upaya maksimal untuk menghindari memanasnya tensi perdagangan, tegas Hua. Ia menekankan bahwa China tidak menginginkan perang dagang tetapi tidak takut jika itu terjadi. 

Saling tuduh antara dua raksasa ekonomi terbesar di dunia itu lantas mengindikasikan bahwa perang dagang masih jauh dari kata usai. Eskalasi tensi perang dagang ini lantas membebani perdagangan di bursa regional kemarin. 

Selain itu, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali oleh the Federal Reserve/The Fed semakin mencuat. Dalam testimoninya di hadapan Kongres AS, Gubernur The Fed Jerome Powell mengulangi apa yang disampaikannya di hadapan Senat bahwa bank sentral masih akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap. Hal ini dilakukan atas respons perekonomian AS yang kian membaik. 

Setelah testimoni Powell, probabilitas The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali pada tahun ini naik menjadi 58,2% dari posisi sebelumnya 56,2%. Di sisi lain, probabilitas The Fed hanya akan menaikkan suku bunga tiga kali pada tahun ini turun menjadi 31,8%, dari yang sebelumnya 34,9%. 

Sentimen ini membuat dolar AS menjadi sangat perkasa dengan menekan mata uang Asia. Akibatnya, terjadi aksi jual terhadap aset-aset berbasis mata uang negara Benua Kuning termasuk di pasar saham. 

Sentimen negatif eksternal ini membuat bursa saham Asia berakhir di teritori negatif. Indeks Nikkei 225 turun 0,13%, Hang Seng melemah 0,38%, Shanghai Composite terkoreksi 0,51%, dan Kospi berkurang 0,34%. 

Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate di 5,25%. Keputusan ini selaras dengan konsensus pasar yag dihimpun CNBC Indonesia. 

Tidak adanya kejutan dari BI membuat investor menjalankan prinsip buy the rumours, sell the news. Ketika sebuah peristiwa masih dalam wacana, maka lakukanlah akumulasi beli. Namun ketika sudah terjadi dan sesuai dengan ekspektasi, maka mulailah menjual. 

Investor asing melakukan jual bersih mencapai Rp 76 miliar. Lima besar saham yang paling banyak dilepas investor asing adalah BBTN (Rp 159 miliar), INKP (Rp 98,7 miliar), TLKM (Rp 73,3 miliar), BBNI (Rp 40,3 miliar), dan TOWR (Rp 39 miliar). 

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup merah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,53%, S&P 500 turun 0,39%, dan Nasdaq minus 0,51%. 

Setidaknya ada dua penyebab koreksi di bursa saham New York. Pertama adalah kritikan Presiden AS Donald Trump terhadap The Fed yang terus-menerus menaikkan suku bunga acuan. Trump menilai kebijakan ini akan menghambat laju ekonomi Negeri Paman Sam. 

"Kita membaik, dan setiap kali kita mambaik mereka ingin menaikkan bunga. Saya tidak senang dengan itu, tetapi pada saat yang sama saya juga mempersilakan mereka melakukan yang terbaik. Saya hanya tidak suka kita sudah bekerja keras di bidang ekonomi tetapi kemudian suku bunga naik," ungkap Trump dalam wawancara bersama CNBC International. 

Posisi bank sentral yang independen seharusnya bersih dari campur tangan pemerintah. Sikap ini dipegang teguh oleh presiden-presiden AS sebelum Trump. Namun eks taipan properti ini bukan hanya sekali 'mengobok-obok' kebijakan moneter.

"Saya hanya menyatakan hak saya sebagai warga negara. Ada yang mengatakan 'sebaiknya Anda jangan katakan itu sebagai seorang presiden'. Saya tidak peduli karena pandangan saya belum berubah," tegasnya. 

Sepertinya investor khawatir ke depan bukan tidak mungkin pemerintah AS mencampuri urusan bank sentral. Ketika bank sentral sudah tidak lagi independen dan bisa disusupi oleh kepentingan pemerintah, maka itu adalah masalah. 

Belum lagi ada kekhawatiran hubungan bank sentral dan pemerintah bisa memburuk bila Trump terlalu banyak mengintervensi. Hubungan yang tidak harmonis antara otoritas fiskal dan moneter tentu bukan sesuatu yang menggembirakan. 

Sentimen kedua yang 'membanting' Wall Street adalah laporan keuangan emiten yang kurang solid. Saham eBay jatuh sampai 10,11% karena proyeksi yang mengecewakan. 

Dalam conference call dengan investor, eBay mengungkapkan pendapatan tahun ini ada di kisaran US$ 10,75-10,85 miliar. Turun dari perkiraan sebelumnya yaitu US$ 10,9-11,1 miliar. Juga lebih rendah dari konsensus pasar yaitu US$ 10,95 miliar. 

Salah satu penyebabnya adalah dolar AS yang terlalu kuat, sehingga membuat biaya pengiriman ke luar negeri yang dipatok menggunakan greenback menjadi semakin mahal. Konsumen pun berkurang, dan membuat pendapatan eBay turun US$ 150 juta tahun ini. 

Saham penerbit kartu kredit American Express (Amex) juga menjadi pemberat Wall Street karena anjlok 2,73%. Penyebabnya adalah terlalu banyak kompensasi (rewards) yang diberikan kepada konsumen sehingga pengeluaran pun membengkak. 

Pada kuartal II-2018, total pendapatan Amex adalah US$ 10 miliar atau naik 9%. Namun pengeluaran untuk rewards tumbuh 11% menjadi US$ 2,43 miliar. Meski masih membukukan laba U$ 1,62 miliar, tetapi investor menilai bisnis Amex kurang sehat sehingga 'menghukum' sahamnya. 


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah risiko. Pertama tentunya koreksi di Wall Street yang sangat mungkin menular ke Asia, termasuk ke Indonesia. Biasanya memang dinamika di Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Benua Kuning. 

Pelaku pasar juga perlu terus memonitor perkembangan isu perang dagang. Pekan depan, delegasi Uni Eropa akan bertandang ke Washington untuk membahas perkembangan di bidang perdagangan. Pertemuan ini akan menjadi langkah awal negosiasi dagang antara dua kekuatan besar, sehingga pasar menaruh harapan besar agar bisa menelurkan hasil positif. 

Pasalnya jika pembicaraan tidak membuahkan hasil menggembirakan, AS siap menerapkan bea masuk kepada mobil dan suku cadang dari Eropa. Bila itu sampai terjadi, maka harga mobil di Negeri Adidaya akan naik mencapai total US$ 83 miliar per tahun. Kekhawatiran ini yang membuat saham Ford dan General Motors turun masing-masing 0,5% dan 1,4%. 

Dinamika perang dagang berlangsung dengan sangat cepat. Investor sepertinya perlu mencermati setiap perkembangannya, karena perang dagang merupakan isu besar yang bisa mempengaruhi mood pasar. 

Tidak lupa, pelaku pasar juga perlu mewaspadai perkembangan nilai tukar dolar AS yang masih menguat. Dollar Index (yang mencerminkan dolar AS relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,08% pada pukul 04:33 WIB. 

Kali ini energi greenback datang dari dari data ekonomi AS, di mana jumlah warga yang mengajukan tunjangan pengangguran berkurang secara mengejutkan ke level terendahnya dalam lebih dari 48,5 tahun terakhir. Pekan lalu, klaim awal tunjangan pengangguran di AS turun 8.000 orang menjadi 207.000.  

Ini merupakan angka terendah sejak Desember 1969. Pencapaian tersebut juga jauh lebih rendah daripada konsensus yang dihimpun Reuters, yang memperkirakan adanya kenaikan menjadi 220.000 orang. 

Data ini mengindikasikan pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam yang solid. Sebelumnya, ekonomi AS menciptakan 213.00 lapangan kerja pada bulan Juni 2018, dengan tingkat pengangguran 4%.

Akibatnya, keyakinan terhadap kebijakan moneter The Fed yang kian agresif pun menebal. Sepertinya semakin terkonfirmasi bahwa suku bunga acuan akan naik empat kali sepanjang 2018, bukan lagi tiga kali. Kenaikan suku bunga yang lebih agresif dibutuhkan untuk mengerem laju perekonomian AS agar tidak terjadi overheating

Kenaikan suku bunga acuan, apalagi lebih agresif, tentu menjadi berita bagus untuk dolar AS. Greenback pun belum berhenti menguat. 

Namun, penguatan dolar AS agak terancam dengan komentar Trump. Menurut Trump, dolar AS sudah terlalu kuat sehingga ekspor negara itu menjadi kurang kompetitif.  

"Dolar AS yang menguat telah membuat kita dalam posisi tidak menguntungkan. Apalagi yuan China jatuh seperti batu," ujarnya. 

Setelah komentar Trump ini, penguatan Dollar Index agak tertahan. Bila investor melihat sindiran Trump sebagai pemicu, maka dolar AS bisa jadi akan memulai tren depresiasinya. Mata uang ini memang sudah menguat agak keterlaluan, terlalu lama seolah tanpa jeda. 

Perkembangan dolar AS perlu dipantau karena menentukan nasib rupiah. Jika rupiah kembali melemah, maka IHSG bisa terancam. Pelemahan rupiah membuat aset-aset berbasis mata uang ini kurang menarik bagi investor (terutama asing) karena ada rugi kurs. Saham merupakan salah satu instrumen yang banyak dilepas saat rupiah melemah. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data Indeks Harga Produsen Jerman periode Juni 2018 (13:00).
  • Rilis data transaksi berjalan zona Eropa periode Mei 2018 (15:00).
  • Pertemuan menteri-menteri energi negara-negara anggota OPEC (tentatif).
  • Pertemuan Menteri keuangan dan bank sentral negara-negara anggota G20 hari pertama.
Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)RUPSLB09:00
PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP)RUPS Tahunan14:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (Juni 2018 YoY)3.12%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (Juni 2018)US$ 119.8 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular