
Berharap Aksi Borong Berlanjut

Untuk perdagangan hari ini, positifnya kinerja Wall Street bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Biasanya pencapaian Wall Street akan mewarnai perjalanan bursa saham Asia, dan jika positif maka diharapkan bisa diikuti oleh Indonesia.
Pelaku pasar juga perlu terus mencermati perkembangan negosiasi perdagangan AS-China. Meski Trump berkali-kali menyebut dirinya kurang puas, tetapi Beijing belum menunjukkan sikap serupa. Bahkan terlihat China begitu sabar menghadapi ulah Trump.
Mengutip Reuters, pemerintah China dikabarkan memberi perintah kepada BUMN setempat untuk lebih banyak mengimpor minyak dan produk pertanian dari AS untuk meredakan ketegangan. Sinopec, perusahaan minyak milik negara di China, membeli 16 juta barel minyak dari AS yang akan dikirimkan bulan depan. Nilainya mencapai US$ 1,1 miliar.
“Pemerintah mendorong kami untuk membeli lebih banyak minyak dari AS. Kami ingin membeli lebih banyak, tetapi mungkin mereka tidak mampu menyediakannya,” ungkap salah seorang sumber.
Selain minyak, perusahaan China juga mulai masuk ke pasar kedelai AS. Sinograin, perusahaan pertanian milik negara di China, disebut-sebut telah memulai proses untuk mengangkut kedelai AS ke Negeri Tirai Bambu.
“Sinograin sudah berada di pasar. Mereka menanyakan kepada pemasok di AS apakah bisa mengirimkan kedelai pada Agustus dan seterusnya,” tutur seorang sumber.
Sikap China memberi harapan bahwa komitmen untuk menyelesaikan friksi dagang masih berjalan. Namun jika Trump terus berulah dengan mengeluarkan pernyataan yang membuat telinga panas, maka bukan tidak mungkin China akan menanggapinya secara emosional. Oleh karena itu, investor sepertinya layak untuk terus memantau dinamika isu perang dagang ini.
Kemudian, pelaku pasar juga mungkin masih perlu waspada dengan perkembangan nilai tukar dolar AS. Setelah rilis minutes of meeting The Fed, greenback seolah mendapatkan doping dan menguat cukup signifikan. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, saat ini naik sampai 0,36%.
Pernyataan para petinggi The Fed yang akan menghapus kata ‘akomodatif’ dalam kebijakan moneter membuat pasar semakin yakin akan ada kenaikan suku bunga pada pertemuan Juni mendatang. Menurut Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin mencapai 90%.
Sikap (stance) The Fed yang cenderung hawkish ini membuat dolar AS kembali diburu investor. Memegang dolar AS akan menguntungkan dalam situasi kenaikan suku bunga di negara tersebut, karena nilainya akan naik.
Apresiasi dolar AS yang masih berlanjut berpotensi untuk menekan rupiah. Kemarin, rupiah sudah melemah 0,49% terhadap dolar AS.
Faktor domestik juga bisa menjadi pemberat rupiah. Biasanya sebulan sebelum Idul Fitri aktivitas perdagangan akan mencapai puncaknya. Jadi, kebutuhan dolar AS memang sedang tinggi-tingginya pada bulan ini sehingga depresiasi rupiah menjadi semakin sulit untuk diredam.
Pelemahan rupiah bukan kabar baik buat IHSG. Memiliki aset berbasis rupiah menjadi tidak menguntungkan ketika nilainya turun.
Namun, IHSG masih punya harapan untuk menguat karena harga aset yang terjangkau. Sejak awal tahun sampai kemarin, IHSG sudah terkoreksi 8,87%. Akibatnya, harga aset menjadi murah dan siap diborong. Berlanjutnya aksi borong bisa menjadi obat kuat bagi IHSG.
Selain itu, valuasi IHSG juga sudah di bawah sejumlah bursa saham Asia. Saat ini, Price to Earnings Rasio (P/E) ada di 16,19 kali. Lebih rendah ketimbang KLCI yang 16,43 kali, SETI 16,56 kali, PSI (Filipina) 19,29 kali, sampai Nifty (India) 20,51 kali. Valuasi IHSG masih kompetitif dan bisa menjadi salah satu alternatif bagi investor global.
