
Newsletter
Berharap AS-China Kembali Mesra
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 May 2018 06:45

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah hal. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional.
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, neraca perdagangan Indonesia periode April 2018 diestimasikan mengalami surplus US$ 672 juta. Ekspor diprediksi meningkat 12% secara year-on-year (YoY), sementara impor tumbuh 19,09% YoY.
Kinerja perdagangan April tersebut membawa harapan transaksi berjalan (current account) akan membaik pada kuartal II-2018. Pasalnya, transaksi berjalan mengalami defisit yang lumayan dalam pada kuartal sebelumnya.
Surplus neraca perdagangan dan harapan perbaikan transaksi berjalan akan menjadi sentimen positif bagi pasar, terutama nilai tukar rupiah. Saat rupiah menguat, IHSG pun kena imbasnya. Sebab, aset-aset berbasis mata uang ini akan diburu karena nilainya naik.
Investor juga berharap dampak negatif dari peristiwa bom Surabaya sudah mereda. Diharapkan peningkatan prosedur pengamanan oleh Polri menjadi Siaga I memberi rasa aman dan nyaman kepada pelaku pasar sehingga tidak menghambat masuknya arus investasi ke Indonesia.
Masih dari dalam negeri, investor juga perlu mewaspadai risiko pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seiring usulan untuk menaikkan subsidi bahan bakar solar dari Rp 500/liter menjadii Rp 1.500/liter. Wacana ini dikemukakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk dipertimbangkan oleh Kementerian Keuangan.
Jika usulan ini disetujui, maka anggaran subsidi dalam APBN 2018 akan membengkak. Sebagai informasi, APBN 2018 menyediakan dana Rp 7 triliun untuk subsidi solar dengan asumsi subsidi Rp 500/liter dan volume 16 juta kioliter.
Hitungan sederhananya ketika subsidi naik menjadi Rp 1.500/liter maka anggaran untuk pos ini akan naik tiga kali lipat menjadi Rp 21 triliun. Itu dengan asumsi volume masih 16 juta kiloliter. Bila subsidi ditambah, maka kemungkinan masyarakat akan semakin boros mengonsumsi bahan bakar karena harganya dirasa murah.
Volume yang bertambah tentu membuat anggaran subsidi ikut membengkak. Tambahan anggaran ini menjadi risiko tersendiri bagi pengelolaan fiskal.
Sebenarnya bukan hanya soal tambahan beban anggaran secara nominal, tetapi pasar juga bisa meragukan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sempat menggaungkan reformasi subsidi. Tambahan subsidi bagi solar seakan membuat kebijakan berjalan mundur.
Tidak hanya terhadap APBN, tambahan subsidi juga bisa membebani perekonomian secara keseluruhan. Ketika subsidi dinaikkan dan harga solar menjadi murah, maka konsumsinya akan naik. Kenaikan konsumsi solar berarti akan ada tambahan impor karena harus diakui kapasitas domestik belum bisa memenuhi seluruh permintaan.
Lonjakan impor akan membuat neraca perdagangan menjadi defisit, dan bisa berujung pada defisit transaksi berjalan yang semakin parah. Jika defisit transaksi berjalan sudah semakin dalam, maka dampaknya adalah pelemahan nilai tukar rupiah sulit dihindari. Oleh karena itu, pasar perlu mencermati perkembangan wacana ini karena bisa menjadi sentimen negatif.
(aji/aji)
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, neraca perdagangan Indonesia periode April 2018 diestimasikan mengalami surplus US$ 672 juta. Ekspor diprediksi meningkat 12% secara year-on-year (YoY), sementara impor tumbuh 19,09% YoY.
Kinerja perdagangan April tersebut membawa harapan transaksi berjalan (current account) akan membaik pada kuartal II-2018. Pasalnya, transaksi berjalan mengalami defisit yang lumayan dalam pada kuartal sebelumnya.
Surplus neraca perdagangan dan harapan perbaikan transaksi berjalan akan menjadi sentimen positif bagi pasar, terutama nilai tukar rupiah. Saat rupiah menguat, IHSG pun kena imbasnya. Sebab, aset-aset berbasis mata uang ini akan diburu karena nilainya naik.
Investor juga berharap dampak negatif dari peristiwa bom Surabaya sudah mereda. Diharapkan peningkatan prosedur pengamanan oleh Polri menjadi Siaga I memberi rasa aman dan nyaman kepada pelaku pasar sehingga tidak menghambat masuknya arus investasi ke Indonesia.
Masih dari dalam negeri, investor juga perlu mewaspadai risiko pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seiring usulan untuk menaikkan subsidi bahan bakar solar dari Rp 500/liter menjadii Rp 1.500/liter. Wacana ini dikemukakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk dipertimbangkan oleh Kementerian Keuangan.
Jika usulan ini disetujui, maka anggaran subsidi dalam APBN 2018 akan membengkak. Sebagai informasi, APBN 2018 menyediakan dana Rp 7 triliun untuk subsidi solar dengan asumsi subsidi Rp 500/liter dan volume 16 juta kioliter.
Hitungan sederhananya ketika subsidi naik menjadi Rp 1.500/liter maka anggaran untuk pos ini akan naik tiga kali lipat menjadi Rp 21 triliun. Itu dengan asumsi volume masih 16 juta kiloliter. Bila subsidi ditambah, maka kemungkinan masyarakat akan semakin boros mengonsumsi bahan bakar karena harganya dirasa murah.
Volume yang bertambah tentu membuat anggaran subsidi ikut membengkak. Tambahan anggaran ini menjadi risiko tersendiri bagi pengelolaan fiskal.
Sebenarnya bukan hanya soal tambahan beban anggaran secara nominal, tetapi pasar juga bisa meragukan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sempat menggaungkan reformasi subsidi. Tambahan subsidi bagi solar seakan membuat kebijakan berjalan mundur.
Tidak hanya terhadap APBN, tambahan subsidi juga bisa membebani perekonomian secara keseluruhan. Ketika subsidi dinaikkan dan harga solar menjadi murah, maka konsumsinya akan naik. Kenaikan konsumsi solar berarti akan ada tambahan impor karena harus diakui kapasitas domestik belum bisa memenuhi seluruh permintaan.
Lonjakan impor akan membuat neraca perdagangan menjadi defisit, dan bisa berujung pada defisit transaksi berjalan yang semakin parah. Jika defisit transaksi berjalan sudah semakin dalam, maka dampaknya adalah pelemahan nilai tukar rupiah sulit dihindari. Oleh karena itu, pasar perlu mencermati perkembangan wacana ini karena bisa menjadi sentimen negatif.
(aji/aji)
Pages
Most Popular