Newsletter

Bisakah Banteng Wulung Menyeruduk ke Zona Hijau?

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 May 2018 05:50
Bisakah Banteng Wulung Menyeruduk ke Zona Hijau?
detik.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada perdagangan kemarin. Pelaku pasar memasang mode defensif di tengah ketidakpastian ekonomi global sehingga membuat aksi jual marak terjadi.

IHSG ditutup terkoreksi dalam sebesar 2,55% pada perdagangan kemarin. Nilai transaksi tercatat Rp 8,81 triliun dengan volume sebanyak 7,3 miliar saham dan frekuensi perdagangan 407.980 kali.

IHSG dihajar luar-dalam. Sentimen negatif dari sisi eksternal datang dari pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed. Walaupun suku bunga acuan tetap ditahan seperti estimasi pelaku pasar, The Fed mengungkapkan bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%.

"Inflasi dalam basis 12 bulan (YoY) diharapkan berada di sekitar target simetris 2% dalam jangka waktu menengah," tulis pernyataan The Fed.

Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%. Sebagai catatan, inflasi sebesar 2% dianggap The Fed sebagai level yang sehat dan merupakan kunci dari kebijakan suku bunga.

Pelaku pasar dibuat gusar oleh hal tersebut. Pasalnya, inflasi yang sudah semakin mendekati target dan bahkan bisa melebihinya kembali membuka ruang bagi kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali pada tahun ini.

Rupiah pun menjadi korban. Walau menguat 0,04% ke Rp 13.935/US$ pada akhir perdagangan IHSG, rupiah sempat melemah hingga mencapai Rp 13.973/US$. Nampaknya, ada intervensi dari Bank Indonesia (BI) yang membuat rupiah kembali ke teritori positif.

Merespon tekanan terhadap rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp772,54 miliar. Kemudian, investor juga dipaksa bermain aman dengan melepas instrumen berisiko seperti saham sembari menantikan hasil pertemuan delegasi AS dengan pejabat pemerintahan China untuk membicarakan isu-isu terkait perdagangan. Namun, hasil yang kemungkinan besar akan muncul dari diskusi tersebut adalah kesepakatan untuk melanjutkan perundingan lebih lanjut, belum ada hasil yang substansial.

Terlebih, beberapa saat sebelum perundingan dimulai, suasana sebenarnya sudah agak tidak nyaman setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump menyampaikan rencana untuk melarang sejumlah perusahaan China untuk menjual perangkat telekomunikasi di Negeri Paman Sam dengan alasan keamanan nasional. Kemungkinan besar kebijakan ini menyasar Huawei dan ZTE.

Sebelum pertemuan dimulai, China juga sudah menunjukkan sikap yang keras terhadap AS. Seorang pejabat senior dari pemerintahan China mengatakan bahwa Negeri Tirai Bambu tak akan mengalah kepada AS. China disebutnya tak akan menerima berbagai kondisi yang disyaratkan oleh AS guna memulai negosiasi, seperti memaksa China untuk mengabaikan program manufaktur jangka panjang ataupun menipiskan surplus neraca perdagangan hingga US$ 100 miliar.

Dari dalam negeri, laporan keuangan BBRI ikut membebani laju IHSG. Perusahaan mengumumkan laba bersih yang dapat didistribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp 7,4 triliun sepanjang kuartal I-2018, naik 11,3% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 8,05 triliun.

Saham BBRI ditutup melemah hingga 2,8%. Tidak hanya BBRI, saham emiten perbankan yang masuk dalam kategori BUKU IV juga ikut melemah. BMRI anjlok 4,86%, BBNI turun 3,44%, BBCA melemah 2,62%, dan BNGA terkoreksi 0,11%.

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif tetapi dalam rentang tipis. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,02%, S&P 500 terkoreksi 0,23%dan Nasdaq berkurang 0,18%.

Investor di bursa saham New York bergerak hati-hati karena kinerja emiten hari ini kurang memuaskan. Ditambah lagi pelaku pasar tengah menanti rilis data angka pengangguran yang akan keluar pada Jumat waktu setempat.

Saham Tesla anjlok 5,5% setelah sang CEO Elon Musk memotong pertanyaan para analis dalam earnings call. Pelaku pasar sepertinya memberi hukuman kepada saham Tesla atas sikap Musk yang kurang simpatik tersebut.

“Pertanyaan-pertanyaan ini begitu kering. Ini membunuh saya,” ujar Musk kala ditanya seputar kinerja mobil Tesla 3. Analis lainnya bertanya tentang kebutuhan modal Tesla ke depan, yang juga dipotong oleh pria berjuluk The Real Tony Stark itu.

Kemudian, data-data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan. Defisit neraca perdagangan AS turun dari Februari yang sebesar US$ 57,7 miliar menjadi US$ 49 miliar pada Maret. Sedangkan defisit perdagangan dengan China pun turun 11,6% ke US$ 25,9 miliar, yang mungkin bisa sedikit meredakan tegangnya hubungan dagang kedua negara.

Kondisi ketenagakerjaan AS pun semakin solid. Penerima tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 21 April turun 77.000 menjadi 1,76 juta. Ini merupakan titik terendah sejak 1973.

Penciptaan lapangan kerja pun semakin bertambah. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan perekonomian AS menciptakan 192.000 lapangan kerja pada April, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 103.000.

Namun, sekarang kabar baik bisa menjadi kabar buruk di Wall Street. Positifnya data-data ekonomi AS justru kerap direspons negatif oleh pelaku pasar.

Pasalnya, di setiap kabar baik itu terselip kekhawatiran perekonomian AS bergerak terlalu cepat (overheating). Jika ekonomi bergerak cepat, maka hasilnya adalah inflasi. Ketika inflasi melaju kencang, maka obatnya adalah kenaikan suku bunga acuan yang bila perlu secara agresif.

Inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran pelaku pasar, terutama investor saham. Sebab, saham adalah instrumen yang optimal dalam lingkungan suku bunga rendah. Kenaikan suku bunga akan menjadi pukulan bagi pasar saham.

Faktor-faktor tersebut membuat investor bergerak dengan sangat hati-hati. Perhatian investor selanjutnya akan tertuju ke rilis data angka pengangguran. Pada Maret, angka pengangguran AS adalah 4,1%. Jika angka ini turun, maka lagi-lagi kabar baik malah akan menjadi kabar buruk.

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mewaspadai kinerja Wall Street yang kurang ciamik. Biasanya pergerakan Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Asia, termasuk Indonesia.

Kemudian, pelaku pasar juga perlu mencermati perkembangan dialog perdagangan AS-China di Beijing yang masih berlanjut. Meski diperkirakan belum ada keputusan penting dalam pertemuan awal ini, tetapi berbagai kesepakatan dan komentar yang muncul tetap perlu disimak, karena bisa menentukan arah perdagangan global.

Jika AS masih kukuh pada pendiriannya dengan penerapan kebijakan yang cenderung proteksionistik, maka sulit untuk mencari solusi. Demikian pula apabila China tetap ogah menurunkan defisit perdagangannya. Oleh karena itu, perlu dicari jalan yang bisa menampung seluruh kepentingan, demi kebaikan dunia.

Harga minyak juga perlu mendapat perhatian, karena sering mempengaruhi IHSG. Saat ini harga si emas hitam bergerak naik didorong oleh kepatuhan para anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam memangkas produksi ditambah kekhawatiran pengenaan sanksi ekonomi kepada Iran.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan produksi minyak dunia pada April adalah 32 juta barel/hari. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 32,5 juta barel/hari. OPEC memang menerapkan kebijakan pemangkasan produksi hingga akhir 2018 untuk mencegah anjloknya harga minyak.

Sementara Teheran berkeras menolak perubahan atas perjanjian program nuklir yang dibuat dengan AS dan negara-negara barat pada 2015. “Iran tidak akan melakukan renegosiasi atas apa yang sudah disepakati dan dijalankan bertahun-tahun ini,” tegas Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, seperti dikutip dari Reuters.

Bahkan bila AS cs tetap ingin mengubah kesepakatan yang dibuat pada masa Presiden Barack Obama tersebut, maka Iran justru akan keluar. “Bila AS dan sekutunya mencoba merevisi perjanjian, maka salah satu opsi kami adalah keluar dari perjanjian itu,” kata Ali Akbar Velayati, Penasihat Senior Pemimpin Tertinggi Iran.

Trump berencana akan menentukan langkah selanjutnya pada 12 Mei mendatang. Eks taipan properti ini kerap kali mengatakan isi kesepakatan dengan Iran banyak mengandung kesalahan fatal, seperti dalam hal pengembangan program nuklir selepas 2025 atau keterlibatan Negeri Persia dalam konflik Timur Tengah. Oleh karena itu, Trump meminta harus ada perubahan mendasar atau AS akan menarik diri dari kesepakatan.

Jika kesepakatan ini gugur, maka kemungkinan besar Iran akan kembali mendapatkan sanksi embargo ekonomi atas tuduhan pengayaan uranium. Sanksi ekonomi tentu akan mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Iran. Akibatnya, pasokan minyak dunia akan berkurang dan harga pun terkerek ke atas.

Kenaikan harga minyak merupakan sentimen positif bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi investor kala harga minyak naik.

Lalu, perkembangan nilai tukar rupiah juga perlu mendapat sorotan. Dalam beberapa hari terakhir, tekanan terhadap rupiah menjadi beban berat bagi pasar saham.

Setelah beberapa waktu menguat tajam, kini dolar AS mulai jinak. Dollar Index, yang mengukur posisi dollar AS terhadap enam mata uang utama dunia, pagi ini turun 0,08%

Pelaku pasar sudah mulai move on dari hasil pertemuan The Fed, yang menjadi bahan bakar penguatan greenback. Kini, investor tengah memasang mode defensif sambil menanti rilis data angka pengangguran AS. Sikap hati-hati ini membuat tren bullish dolar AS terhenti.

Meredanya kekuatan dolar AS membuat rupiah berpeluang untuk kembali menguat. Selain itu, komitmen Bank Indonesia (BI) untuk selalu setia mengawal rupiah juga tidak bisa diragukan. Walau taruhannya adalah penurunan cadangan devisa, yang mungkin cukup besar.

Potensi penguatan IHSG juga bisa hadir dari koreksi yang terjadi beberapa waktu terakhir, yang membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Sejak awal tahun, IHSG sudah minus 7,82% sehingga kini harga saham menjadi murah dan siap untuk diborong. Aksi borong diharapkan bisa menjadi penopang penguatan IHSG.

Dengan dolar AS yang mulai jinak, harga minyak yang naik, sampai harga aset yang terjangkau membuat IHSG punya modal kuat untuk membalas koreksi yang terjadi. Namun jangan lupa bahwa koreksi Wall Street biasanya membawa aura negatif ke bursa saham domestik.

Apakah sang banteng wulung bisa menyeruduk ke zona hijau? Menarik untuk dinanti.

Berikut adalah peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data indeks keyakinan konsumen Indonesia periode April (tentatif).
  • Rilis data indeks sektor jasa China versi Caixin periode April (08:45).
  • Rilis data upah per jam rata-rata AS periode April (19:30).
  • Rilis data perkembangan lapangan kerja non-pertanian AS periode April (19:30).
  • Rilis data tingkat pengangguran AS periode April (19:30).

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

Perusahaan

Jenis Kegiatan

Waktu

PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI)

RUPS Tahunan

09:00

PT Jembo Cable Company Tbk (JECC)

RUPS Tahunan

09:30

PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL)

RUPS Tahunan

09:30

PT SMR Utama Tbk (SMRU)

RUPS Tahunan

09:30

PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ)

RUPS Tahunan

10:00

PT Samindo Resources Tbk (MYOH)

RUPS Tahunan

14:00

PT Batavia Prosperindo Finance Tbk (BPFI)

RUPS Tahunan

14:00


Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:

Indeks

Close

% Change

% YTD

IHSG

5,858.73

(2.55)

(7.82)

LQ45

933.96

(3.14)

(13.47)

DJIA

24,930.15

0.02

(3.19)

CSI300

3,793.06

0.78

(5.90)

Hang Seng

30,313.37

(1.34)

1.50

Nikkei 225

22,472.78

(0.16)

(1.28)

Straits Times

3,575.68

(1.10)

5.08

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang: 

Mata Uang

 Close

% Change

 % YoY

USD/IDR

13,935.00

(0.04)

4.57

EUR/USD

1.19

0.31

9.14

GBP/USD

1.36

(0.03)

5.05

USD/CHF

0.99

(0.14)

1.17

USD/CAD

1.28

(0.25)

6.53

USD/JPY

109.18

(0.59)

(2.91)

AUD/USD

0.75

0.50

1.69

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:   

Komoditas

 Close

 % Change

 % YoY

Minyak WTI (USD/barel)

68.55

0.88

50.60

Minyak Brent (USD/barel)

73.78

0.52

52.51

Emas (USD/troy ons)

1,313.17

0.64

7.03

CPO (MYR/ton)

2,308.00

(1.41)

15.46

Batu bara (USD/ton)

97.05

0.26

24.42

Tembaga (USD/pound)

3.07

0.82

22.88

Nikel (USD/ton)

13,596.75

0.00

31.59

Timah (USD/ton)

21,085.00

0.02

6.22

Karet (JPY/kg)

180.70

(0.11)

(30.26)

Kakao (USD/ton)

2,610.00

(7.94)

55.68

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:  

Tenor

 Yield (%)

 5Y

6.57

10Y

6.99

15Y

7.29

20Y

7.55

30Y

7.59

 Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY)

5.07%

Inflasi (April 2018 YoY)

3.41%

Defisit anggaran (APBN 2018)

-2.19% PDB

Transaksi berjalan (2017)

-1.7% PDB

Neraca pembayaran (2017)

US$ 11.6 miliar

Cadangan devisa (Maret 2018)

US$ 126 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular