Newsletter

Hati-hati, Dolar AS Sedang Seksi

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 May 2018 06:20
Wall Street Berakhir Variatif
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,27%, sementara S&P 500 naik 0,25% dan Nasdaq bertambah 0,91%. 

Faktor positif yang mendorong kinerja Wall Street adalah perkembangan perundingan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara atau NAFTA. AS mengusulkan perubahan dalam salah satu poin NAFTA, yaitu kandungan lokal Amerika Utara dalam industri mobil dinaikkan dari 62,5% menjadi 75%.  

Awalnya Meksiko menolak usulan ini dengan menyebutnya 'tidak bisa diterima'. Namun sepertinya Negeri Sombrero sekarang lebih melunak. 

"Kami akan membuat respons atas usulan AS tersebut. Terlalu awal untuk mengatakan kami sepakat atau tidak, tetapi jika para negosiator cukup kreatif dan fleksibel maka hasilnya akan sukses," kata Ildefonso Guajardo, Menteri Ekonomi Meksiko, seperti dikutip dari Reuters. 

Kinerja korporasi juga mampu mendorong penguatan Wall Street. Saham Apple naik lebih dari 4% setelah pengumumkan kinerja kuartal I-2018. Laba per saham (EPS) tercatat sebesar US$ 2,72, lebih baik dibandingkan konsensus pasar yaitu US$ 2,68.  

Sementara pendapatan mencapai US$ 61,1 miliar, tumbuh 15,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan Apple disokong oleh penjualan iPhone yang mencapai 52,2 juta unit, lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2017 yang sebanyak 50,7 juta unit. 

Namun ada hal yang membebani Wall Street, yaitu kecemasan terhadap potensi inflasi. Data Institute of Supply Management (ISM) menyebutkan ada indikasi kenaikan biaya pengadaan bahan baku industri Negeri Paman Sam, salah satunya karena pengenaan bea masuk terhadap baja dan aluminium.

Ini menyebabkan aktivitas bisnis melambat, ditunjukkan oleh ISM Factory Activity Index yang pada April sebesar 57,3. Pada Maret, indeks ini masih sebesar 59,3. 

Selain itu, lonjakan inflasi juga dikhawatirkan datang dari harga minyak yang sedang dalam tren naik. Saat ini harga minyak terus bergerak ke level tertingginya sejak 2014. 

Ancaman inflasi ini menyebabkan pelaku pasar (lagi-lagi) mencemaskan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan. Investor memperkirakan tahun ini akan ada tiga kali kenaikan suku bunga, tetapi jika ancaman inflasi semakin nyata maka kenaikan lebih dari itu bukan hal yang tidak mungkin. 

The Fed akan mengadakan rapat selama dua hari dan mengumumkan suku bunga acuan pada Rabu ini waktu setempat. Konsensus pasar memperkirakan The Fed masih akan mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini, tetapi mulai membuka jalan untuk kenaikan pada Juni. 

Investor nampaknya sudah mulai ambil posisi jelang pengumuman ini. Dolar AS kini menjadi buruan, karena mata uang sangat sensitif terhadap sentimen suku bunga.

Potensi kenaikan suku bunga akan memperkuat mata uang, karena ekspektasi inflasi bisa terjangkar. Oleh karena itu, apresiasi dolar AS menjadi tidak tertahankan.

Kombinasi dari faktor positif dan negatif tersebut membuat laju Wall Street sedikit tertahan. Bahkan DJIA terseret ke zona merah. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular