Newsletter

Hati-hati, IHSG Masih Rawan Koreksi

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 April 2018 06:29
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, sejumlah risiko membayangi IHSG. Pertama adalah data-data ekonomi AS yang positif melahirkan persepsi pengetatan moneter yang agresif di Negeri Paman Sam. Bila sentimen ini muncul, biasanya bursa saham Asia akan tertekan, tidak terkecuali Indonesia. 

Kemudian pada Sabtu (28/4/2018) waktu setempat, Presiden AS Donald Trump mengancam akan membiarkan pemerintahannya tutup (shutdown) pada September jika Kongres tidak menyetujui anggaran tambahan untuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko. 

"(Pembangunan) tembok itu telah dimulai, kita punya US$ 1,6 miliar. Kita akan mencobanya lagi (menambah pendanaan) pada 28 September dan jika kita tidak mendapatkan keamanan di perbatasan maka kita tidak punya pilihan lain. Kita akan menutup negara ini karena kita butuh keamanan di perbatasan," ancam Trump seperti dikutip dari Reuters. 

Walaupun baru berpotensi terjadi pada September, investor bisa saja dibuat kabur dari Wall Street pada perdagangan hari ini. Pasalnya, price-in dilakukan secepat mungkin oleh investor sebagai langkah antisipasi. 

Harga minyak juga sepertinya tidak suportif bagi IHSG. Setelah naik akhir pekan lalu, harga si emas hitam kini terkoreksi. Penyebabnya lebih karena faktor teknikal. 

Mengutip Reuters, investor di pasar keuangan cenderung menarik dananya dari komoditas ini karena harganya yang sedang fluktuatif. Investor mengurangi kepemilikannya di instrumen minyak jangka panjang sebanyak 7.396 lot menjadi 612.486 lot pada pekan kedua April. 

Secara fundamental, sebenarnya belum ada sentimen baru yang mempengaruhi harga minyak. Investor masih menantikan keputusan Trump soal sanki terhadap Iran, yang rencananya diumumkan 12 Mei mendatang. Sembari menunggu, investor sepertinya lebih memilih mundur terlebih dulu sehingga membuat harga minyak terkoreksi. 

Tidak hanya minyak, sepertinya harga komoditas lain juga tengah tertekan. Mulai dari minyak sawit mentah (CPO), karet, batu bara, tembaga, sampai timah. Ini tentu bukan kabar baik bagi emiten yang bergerak di pengolahan komoditas. 

Dari dalam negeri, meski IHSG sudah terkoreksi 6,87% sepanjang tahun ini tetapi harus diakui bahwa valuasinya masih relatif mahal. Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG berada di 16,82 kali. 

Sementara Straits Times memiliki P/E 1,78 kali, KLCI 16,69 kali, Nikkei 225 16,01 kali, Hang Seng 12,26 kali, dan Kospi 12,1 kali. IHSG yang masih mahal ini tentu menjadikannya rawan koreksi. 

Namun, masih ada sentimen positif yang bisa mempertahankan IHSG di zona hijau, atau bahkan mungkin membuatnya menguat lebih tinggi. Pertama adalah dari nilai tukar rupiah. 

Dolar AS yang sempat sangat perkasa mulai mengendur pada akhir pekan lalu. Penguatan greenback menjadi terbatas seiring mulai masuknya investor ke pasar saham maupun obligasi. 

Ditambah lagi komitmen Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya. Selama pekan lalu, BI cukup agresif menjaga rupiah melalui intervensi di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN). 

Kombinasi dua hal ini bisa berdampak positif yaitu apresiasi nilai tukar rupiah. Ketika rupiah menguat, maka berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi menarik karena nilainya bertambah. 

Kedua adalah kabar dari emiten. Hari ini, sejumlah emiten dijadwalkan merilis laporan keuangan kuartal I-2018. Bila hasilnya cukup memuaskan, maka bisa menjadi bensin bagi penguatan IHSG. 

Ketiga, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengumumkan realisasi investasi kuartal I-2018. Jika datanya solid, maka juga bisa menjadi pendorong penguatan IHSG. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular