Newsletter

Dua Hantu Menyeramkan Masih Gentayangan

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 April 2018 06:10
Dua Hantu Menyeramkan Masih Gentayangan
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
  • IHSG terperosok dalam pada perdagangan kemarin.
  • Bursa Asia mengakhiri hari di teritori negatif.
  • Wall Street berakhir variatif, isu suku bunga masih menghantui. 
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada perdagangan kemarin. Bursa saham Asia pun berakhir di teritori negatif, tetapi tidak ada yang separah IHSG. 

Kemarin, IHSG anjlok hingga 2,4% dan LQ45 lebih dalam lagi yaitu minus 3,23%. Bursa saham Indonesia mencatat kinerja terburuk di regional dengan koreksi paling dalam, karena Nikkei 225 hanya turun 0,28%, SSEC melemah 0,35%, Kospi minus 0,62%, Straits Times berkurang 0,46%, dan KLCI defisit 0,72%. 

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menjadi momok bagi bursa saham domestik. Rupiah melemah 0,24% ke Rp 13.918/US$. Jika tekanan jual terhadap rupiah terus berlanjut, bukan tak mungkin level Rp 14.000/US$ akan tertembus. 

Merespon pelemahan rupiah, investor asing melakukan jual bersih yang begitu besar yakni senilai Rp 1,96 triliun. Sepanjang 2018, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 31,25 triliun.

Keperkasaan greenback adalah dampak dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Untuk tenor 10 tahun, yield instrumen tersebut sudah lebih dari 3%. 
Tingginya imbal hasil obligasi terbitan pemerintahan Negeri Paman Sam membuat investor kembali melepas kepemilikannya atas instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkannya ke dolar AS, sembari menunggu momen yang tepat untuk mulai memburu obligasi AS. 

Dari dalam negeri, mengecewakannya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan berkapitalisasi pasar besar ikut membebani IHSG. Saham BBCA turun 4,8%, BMRI anjlok 7,77%, dan BBNI melemah 1,79%. 

Sepanjang kuartal-I 2018, BBCA membukukan laba bersih Rp 5,5 triliun, di bawah rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters yang sebesar yang sebesar Rp 5,6 triliun. BMRI membukukan laba bersih Rp 5,9 triliun, lebih rendah dari konsensus yang yang sebesar Rp 6 triliun. Sementara itu, BBNI membukukan laba bersih Rp 3,66 triliun, di bawah konsensus yang sebesar Rp 3,91 triliun.  

Kemudian ada juga saham ASII yang anjlok hingga 2,39%. Pada kuartal-I 2018, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp 4,98 triliun, turun 2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari New York, tiga indeks utama berakhir variatif dalam rentang tipis. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,25%, S&P 500 bertambah 0,18%, tetapi Nasdaq terkoreksi 0,05%. 

Investor nampaknya masih sangat hati-hati dalam bertransaksi. Terlihat dari volume perdagangan yang hanya melibatkan 6,67 miliar unit saham, di bawah rata-rata 20 hari terakhir yang sebanyak 6,75 miliar unit. 

DJIA dan S&P pun tertatih-tatih untuk bisa mencapai zona hijau. Kinerja korporasi bisa menyelematkan, meski isu kenaikan suku bunga masih menghantui. 

Dengan yield obligasi AS yang sudah menembus kisaran 3%, pasar melihat ada peningkatan ekspektasi inflasi. Perekonomian Negeri Paman Sam yang terus ekspansif mau tidak mau memang menghasilkan inflasi.

Sampai Maret, inflasi AS sudah mencapai 2,36%. Di atas target The Federal Reserve/The Fed yaitu 2%. 

Jerome Powell, Gubernur The Fed, pernah menyampaikan bahwa bank sentral akan menjaga perekonomian AS dari risiko overheating. Sebagian pelaku pasar melihat tanda-tanda ke arah sana sudah ada, yaitu percepatan laju inflasi. Oleh karena itu, muncul pembacaan bahwa The Fed sangat mungkin untuk melakukan pengetatan moneter melebihi dosis yang diperkirakan. Suku bunga acuan yang pada 2018 diproyeksikan naik tiga kali, kini bisa menjadi empat kali. 

Saham adalah instrumen yang menghasilkan dampak optimal dalam lingkungan suku bunga rendah. Ketika suku bunga tinggi, pilihan terbaik adalah memegang mata uang. Ini yang menyebabkan permintaan dolar AS melambung sehingga nilainya menguat tajam.  

Meski begitu, DJIA dan S&P masih bisa selamat karena solidnya laporan keuangan emiten. Saham Boeing naik 4,2% setelah laba per saham (Earnings per Share/EPS) naik 67,74% ke US$ 3,64. EPS Boeing tersebut jauh di atas konsensus pasar yang sebesar US$ 2,58. 

Facebook juga menjadi penyelamat dengan kenaikan harga saham mencapai 4,6%. Pendapatan Facebook pada kuartal I-2018 mencapai US$ 11,97 miliar atau naik 49%. Ini didorong oleh jumlah pengguna aktif yang mencapai 2,2 miliar akun, naik 13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk perdagangan hari ini, sepertinya depresiasi rupiah masih menjadi risiko terbesar bagi IHSG. Pagi ini, Dollar Index (yang mengukur dolar AS di hadapan enam mata uang utama) naik cukup signifikan 0,54%. 

Keperkasaan greenback sepertinya masih akan berlanjut dan menyebabkan tekanan terhadap rupiah. Pelemahan rupiah membuat berinvestasi di set-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun. Akibatnya, investor asing masih akan cenderung keluar bila rupiah terus terdepresiasi. 

Selain itu, tren depresiasi rupiah akan membuat Bank Indonesia (BI) terpaksa terus melakukan intervensi di pasar. Kabarnya, BI sudah menghabiskan miliaran dolar AS atau puluhan triliun rupiah untuk 'mengguyur' pasar valas maupun obligasi.  

Tanpa diimbangi pasokan valas yang memadai, intervensi ini tentu akan menggerus cadangan devisa. Ketika cadangan devisa semakin berkurang, ini juga menjadi sentimen negatif yang bisa mempengaruhi pasar karena Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal. 

Dalam tiga bulan pertama 2018, cadangan devisa Indonesia terus turun karena terpakai untuk stabilisasi kurs. Apabila tren ini terus berlanjut, maka akan menjadi alarm yang mengkhawatirkan. 

Kenaikan yield obligasi AS juga patut diwaspadai. Saat ini yield untuk tenor 10 tahun sudah mencapai 3,0315%, tertinggi sejak pertengahan 2011. 

Bila yield obligasi AS terus terkerek naik, maka bisa jadi The Fed akan melihatnya sebagai pertanda ekspektasi inflasi mulai perlu dikendalikan secara ekstra. Dampaknya adalah kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Tentu bukan kabar baik untuk pasar saham. 

Sepertinya pelaku pasar masih harus berhati-hati. Dua sentimen besar yang menghantui dalam tiga hari terakhir, yaitu pelemahan kurs dan yield obligasi AS, masih perlu mendapat perhatian khusus. 

Namun, masih ada sentimen positif yang bisa mengangkat IHSG. Pertama adalah dari harga minyak. 

Kenaikan harga si emas hitam didorong oleh desakan Presiden Prancis Emmanuel Macron kepada Presiden AS Donald Trump untuk mematuhi kesepakatan dengan Iran. Sampai ada kesepakatan baru, AS diharuskan untuk taat dan tidak bisa menarik diri begitu saja. 

"AS adalah pihak yang membuat kesepakatan ini (semasa pemerintahan Presiden Barack Obama). Jadi Anda harus menjaganya," tegas Macron, seperti dikuitip Reuters. 

"Memang benar bahwa kesepakatan ini mungkin tidak mencakup seluruh kepentingan kita. Namun bukan berarti kita meninggalkannya sebelum ada kesepakatan baru yang lebih substantive. Itu posisi saya," tambah Macron. 

Namun Trump sepertinya bergeming. Eks taipan properti ini nampaknya akan tetap pada posisinya yaitu menarik diri dari perjanjian yang dibuat dengan Iran pada 2015. Trump akan memutuskan langkah berikutnya pada 12 Mei. 

Perkembangan ini membuat probabilitas pengenaan sanksi baru bagi Iran masih terbuka. Bila terjadi, maka akan berpotensi membuat pasokan minyak dari Negeri Persia terganggu. Berkurangnya pasokan tentu berdampak pada kenaikan harga. 

Selain Iran, kenaikan harga minyak juga disebabkan dinamika di Venezuela. Mengutip Reuters, perusahaan minyak raksasa Chevron telah menarik para petingginya dari negara tersebut setelah dua orang pekerjanya diseret ke penjara akibat perselisihan kontrak dengan perusahaan milik negara, PDVSA. 

Situasi ini bisa membuat produksi minyak di Venezuela terganggu, jika kemudian ketakutan menyebar ke perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya. Venezuela adalah salah satu negara produsen minyak utama dunia, dengan cadangan mencapai 302,25 miliar barel. 

Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif bagi IHSG. Saham emiten pertambangan dan migas akan lebih diapresiasi kala harga minyak naik. 

Sentimen positif kedua adalah kabar dari korporasi, Sejumlah emiten dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan hari ini ini. Kabar gembira seperti dividen diharapkan dapat menggairahkan pelaku pasar dan menjadi energi bagi penguatan IHSG. 

Kemudian sentimen positif berikutnya adalah koreksi IHSG membuat harga aset menjadi semakin terjangkau. Sejak awal tahun, IHSG sudah melorot 4,34%. Ini membuat aset-aset menjadi murah dan siap untuk diborong. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • RUPS Tahunan SSMS (09:00 WIB).
  • RUPS Tahunan YULE (10:00 WIB).
  • RUPS Tahunan IATA (10:00 WIB).
  • RUPS Tahunan INDY (10:00 WIB).
  • RUPS Tahunan PTPP (10:00 WIB).
  • RUPS Tahunan KPIG (14:00 WIB).
  • RUPS Tahunan PGAS (14:00 WIB).
  • RUPS Tahunan MKPI (14:00 WIB).
  • Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Maret (19:30).
  • Rilis data klaim pengangguran AS periode dalam sepekan hingga 20 April (19:30).
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:

 Indeks

Close

% Change

% YTD

IHSG

6,079.85

(2.40)

(4.34)

LQ45

978.26

(3.23)

(9.37)

DJIA

24,083.83

0.25

(2.57)

CSI300

3,829.02

(0.38)

(5.01)

Hang Seng

30,328.15

(1.01)

1.40

Nikkei 225

22,215.32

(0.28)

(2.41)

Strait Times

3,568.01

(0.46)

4.85


Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:

Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR13,918.000.244.78
EUR/USD1.22(0.54)11.57
GBP/USD1.39(0.30)8.45
USD/CHF0.980.44(1.01)
USD/CAD1.280,05(5.68)
USD/JPY109.440.58(1.43)
AUD/USD0.76(0.50)1.24

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:  

Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)68.110.5237.26
Minyak Brent (USD/barel)74.090.3042.98
Emas (USD/troy ons)1,322.21(0.63)4.21
CPO (MYR/ton)2,391.00(0.17)(10.25)
Batu bara (USD/ton)93.830.6811.97
Tembaga (USD/pound)3.13(0.35)21.22
Nikel (USD/ton)14,207.500.0054.77
Timah (USD/ton)21,055.00(1.84)5.75
Karet (JPY/kg)180.80(0.06)(30.97)
Kakao (USD/ton)2,875.001.4151.67

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara: 
 
Tenor Yield (%)
 5Y6.47
10Y6.99
15Y7.23
20Y7.49
30Y7.56
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY)5.07%
Inflasi (Maret 2018 YoY)3.4%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (2017)-1.7% PDB
Neraca pembayaran (2017)US$ 11.6 miliar
Cadangan devisa (Maret 2018)US$ 126 miliar
    
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular