Newsletter

Pekan Berat Terlalui, Tantangan Belum Berhenti

Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 March 2018 05:33
Cermati Potensi dan Risiko Berikut Ini
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan awal pekan ini, hal-hal yang bisa membuat IHSG berbalik arah dan menguat adalah perkembangan di Wall Street. Meski secara mingguan ditutup minus, tetapi pada akhir pekan lalu Wall Street mampu menunjukkan penguatan sporadis. Diharapkan sentimen ini bisa berdampak positif kepada bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Meredanya kekhawatiran terhadap pengetatan moneter yang agresif di AS juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Investor sepertinya kembali berani mengambil risiko dan tidak lagi bermain aman. Ini memberi peluang bagi bursa saham Indonesia untuk menarik minat investor, terutama asing. 

Kinerja saham-saham sektor keuangan, terutama perbankan, patut dicermati terkait dengan isu suku bunga global. Sektor keuangan merupakan penyumbang bobot terbesar dalam IHSG, sehingga pergerakannya akan mempengaruhi Indeks  secara keseluruhan.  

Seiring dengan hilangnya kecemasan kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif, dolar AS pun lagi-lagi kehilangan pijakan dan bergerak melemah. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, melemah 0,38% dan dalam tren menurun sejak akhir pekan lalu. 

Greenback memang membutuhkan kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi mata uang ini. Oleh karena itu, dolar AS sangat diuntungkan dengan isu kenaikan suku bunga tetapi demikian pula sebaliknya. Setiap pernyataan yang berkaitan dengan langkah The Fed yang lebih hati-hati akan menyebabkan dolar AS hilang keseimbangan. 

Pelemahan dolar AS bisa mendorong penguatan rupiah, dan akan berdampak positif bagi IHSG. Emiten yang banyak banyak mengimpor bahan baku seperti otomotif, tekstil, sampai farmasi dan makanan-minuman akan diuntungkan karena biaya untuk impor bisa ditekan. 

Pergerakan dolar AS biasanya berbanding terbalik dengan harga komoditas, utamanya minyak. Ini pula yang terjadi saat ini, di mana harga si emas hitam mulai beranjak naik meski dalam rentang relatif tipis.  

Kenaikan harga minyak akan berdampak positif bagi IHSG, karena mendorong kinerja emiten migas dan pertambangan. Sektor ini merupakan salah satu primadona bursa saham Indonesia, dengan penguatan YtD yang mencapai 22,31%. 

Namun, ada sejumlah risiko yang bisa menyebabkan IHSG melanjutkan pelemahan. Pertama tentu perkembangan dari AS, di mana kekhawatiran perang dagang masih membayangi benak investor. 

Ketika faktor fundamental kurang mendukung, maka yang bisa menggairahkan pasar hanya tinggal kinerja korporasi. Dengan potensi perang dagang, yang menyebabkan harga bahan baku menjadi lebih mahal, maka kinerja korporasi akan tertekan. Ini yang dikhawatirkan oleh pelaku pasar. 

Aksi ambil untung juga masih menjadi risiko yang membayangi IHSG. Dengan penguatan yang masih mencapai lebih dari 3% sepanjang 2018, plus P/E yang relatif tinggi, tentu ada godaan bagi investor untuk mencairkan keuntungannya.  

Sebagai catatan, catatan surplus Hang Seng sepanjang 2018 adalah 2,22% dan P/E 13,01 kali. Sementara Nikkei 225 malah minus 6,95% dengan P/E 15,31 kali. Lalu Straits Time menguat 2,24% dengan P/E 11,75 kali dan KLCI tumbuh 3,3% dengan P/E 16,82 kali. IHSG memang nampaknya sudah sedikit terlalu mahal dibandingkan bursa saham kawasan.

Bursa saham telah melalui periode berat pekan lalu. Namun bukan berarti pekan ini akan mudah, karena tantangan belum berhenti. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular