
Badai Belum Berlalu

- IHSG ditutup melemah tipis pada perdagangan kemarin.
- Bursa Asia ditutup di jalur merah dengan koreksi signifikan.
- Wall Street masih melanjutkan koreksi, yang bisa menular ke Asia.
Hari ini, kejatuhan Wall Street masih berlanjut dengan koreksi di tiga indeks saham. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 1,5%, S&P 500 turun 1,11%, dan Nasdaq berkurang 0,78%.
Selama Februari, DJIA melemah 4,3%. Lalu S&P 500 dalam periode yang sama turun 3,9% dan Nasdaq terkoreksi 1,87%. Bagi DJIA dan S&P 500, ini merupakan koreksi bulanan terdalam sejak Januari 2016. Sementara untuk Nasdaq, koreksi bulanan kali ini menjadi yang terparah sejak Oktober 2016.
Sepertinya pidato Powell sehari sebelumnya masih terngiang di Wall Street. Investor masih khawatir terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan.
Seperti pola yang terjadi sebelumnya, koreksi di bursa saham berbanding terbalik dengan perkembangan dolar AS. Greenback bergerak menguat seiring angin kenaikan suku bunga yang berhembus semakin kencang.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, menguat 0,33%. Selama Februari, Dollar Index naik 1,7%.
Akibat penguatan dolar AS, harga minyak pun terkoreksi cukup dalam. Bahkan harga minyak jenis light sweet turun lebih dari 2%.
Selain apresiasi greenback, harga minyak juga terdampak sentimen produksi minyak AS yang naik ke 10,06 juta barel/hari pada November 2017, meski kemudian turun menjadi 9,95 juta barel/hari pada bulan berikutnya. Produksi minyak AS pada November tersebut merupakan rekor tertinggi mematahkan catatan sebelumnya yaitu 10,04 juta barel/hari yang terjadi pada November 1970.
Stok minyak AS juga cukup tinggi sehingga menahan kenaikan harga si emas hitam. Pada pekan ketiga Februari, cadangan minyak AS tercatat 3 juta barel, lebih tinggi dibandingkan estimasi pasar yaitu 2,1 juta barel.
